Bisnis.com, JAKARTA – Laju indeks harga saham gabungan (IHSG) bertahan positif hingga akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (28/2/2017).
Di akhir sesi I, IHSG menguat 0,29% atau 15,65 poin ke level 5.398,52, setelah dibuka dengan kenaikan 0,14% atau 7,47 poin di level 5.390,34.
Sepanjang perdagangan hari ini IHSG telah bergerak di kisaran 5.387,06 - 5.405,79.
Sebanyak 141 saham menguat, 133 saham melemah, dan 265 saham stagnan dari 539 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Lima dari sembilan indeks sektoral IHSG bergerak positif dengan support utama dari sektor aneka industri (+3,09%) dan properti (+0,60%).
Adapun, empat sektor lainnya bergerak negatif dipimpin oleh sektor pertanian yang melemah 0,72%.
Di bursa regional, indeks FTSE Malay KLCI turun tipis 0,01%, indeks FTSE Straits Time Singapura melemah 0,29%, indeks SE Thailand menguat 0,22%, dan indeks PSEi Filipina melandai 0,94%.
Di sisi lain, pergerakan bursa saham di Asia dilaporkan menguat pada perdagangan siang ini, seiring rebound indeks Topix Jepang menyusul pelemahan kinerja mata uang yen dalam semalam.
Indeks MSCI Asia Pacific naik 0,2% pada pukul 13.48 waktu Tokyo (pukul 11.48 WIB), setelah mencatatkan pelemahan dua hari perdagangan berturut-turut sebelumnya.
Sementara itu, indeks Topix Jepang naik 0,8%, rebound dari pelemahan tajamnya pada perdagangan kemarin, setelah yen mengakhiri rentetan penguatannya semalam.
Seiring penguatan indeks MSCI, indeks S&P/NZX 50 New Zealand melonjak 1,3%, kenaikan terbesar sejak 4 Januari. Sementara itu, indeks S&P/ASX 200 Australia nail 0,1% dan indeks Kospi Korsel naik 0,4%.
Sementara itu, nilai tukar rupiah siang ini terpantau melemah tipis 0,01% atau 2 poin ke Rp13.343 per dolar AS pada pukul 12.06 WIB.
Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah telah bergerak di kisaran 13.339-13.355.
👌
Bisnis.com, JAKARTA -- Trader saham kini siap-siap untuk melakukan aksi buy atau sell bila emiten merilis laporan keuangan akhir tahun. Namun, aksi itu bisa saja berubah bila muncul sentimen baru. Ini rekomendasi analis untuk saham-saham potensi top gainer.
Analis PT Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada mengungkapkan emiten-emiten yang berpotensi menjadi top gain sepanjang Maret 2017, sebagian besar dengan kapitalisasi yang kecil. Menurutnya, emiten tersebut yakni AGRO, BRPT, TPIA dan DGIK.
"Tidak semua kenaikan harga saham karena fundamental perusahaan, tetapi dominan dari sentimen," ungkapnya, Senin (27/2/2017).
Dia mencontohkan saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) meningkat karena adanya aksi spekulan di tengah rencana penerbitan saham baru BUMI. Menurutnya, hal yang mempengaruhi gain dalam saham masih didominasi oleh sentimen.
Sementara itu, emiten-emiten yang berpotensi menjadi top loser yakni VIVA, TRAM, BMRI dan INAF. Alasannya, emiten-emiten dengan kapitalisasi pasar yang kecil dan tak melakukan aksi korporasi cenderung akan jadi menggerus keuntungan pada bulan berikutnya.
Terkait bank plat merah yakni PT Bank Mandiri Tbk., sambungnya, masih menjadi perhatian pasar. Sebab, kinerja BMRI, terutama dari rasio kredit bermasalah masih dalam proses perbaikan dari pihak manajemen.
👃
Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan diperkirakan kembali menguat pada perdagangan Senin (27/02/2017) di tengah penantian investor akan rilis data perekonomian.
William Suryawijaya, Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities, mengatakan IHSG tengah berjuang meninggalkan support level yang telah teruji kuat.
“Potensi pergerakan mulai menunjukkan peningkatan kemampuan untuk kembali meraih resistance level, peluang naik kembali terbuka lebar selama support tidak dijebol,” ujarnya melalui riset yang diterima Bisnis.
Dia menambahkan hal ini tentunya didorong oleh sisi perekonomian domestik yang stabil dan jelang pergantian bulan dimana rilis data perekonomian dinanti oleh investor dan pelaku pasar.
Sementara itu, kondisi pergerakan komoditas masih akan mempengaruhi pola gerak IHSG dalam beberapa waktu mendatang.
“Hari ini IHSG berpotensi menguat,” kata William. Saham yang layak diperhatikan antara lain: GGRM, HMSP, INDF, UNVR, TLKM, PGAS, KLBF, ADHI, dan WTON.
Bisnis.com, JAKARTA- Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan Jumat (24/2/2017) ditutup menguat 0,24% atau 13,16 poin ke posisi 5.385,91.
M. Nafan Aji Gusta Utama, Analis Binaartha Sekuritas mengemukakan berdasarkan daily pivot dari Bloomberg, support berada di level 5.374,043 dan 5.362,181.
Sementara itu, resisten berada di level 5.394,514 dan 5.403,122.
“Berdasarkan indikator, MACD masih menunjukkan pola dead cross di area positif, sementara stochastic dan RSI berada di area netral,” kata Nafan dalam risetnya.
Adapun candle terakhir, ujarnya, masih membentuk pola long white opening marubozu yang menandakan potensi bullish continuation.
“Dengan demikian, IHSG akan berpotensi menuju ke level resisten di area 5.395 dan 5.403," kata Nafan.
JAKARTA kontan. Analis pasar modal menilai bahwa kombinasi sentimen negatif yang datang dari dalam negeri dan eksternal menjadi salah atau faktor yang memicu aksi jual saham oleh investor asing.
Analis Samuel Sekuritas Muhammad Al Fatih mengatakan, kebijakan ekonomi dari Presiden AS Donald Trump yang belum jelas perinciannya membuat investor asing berhati-hati menempatkan dana investasinya di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kebijakan Trump belum jelas, ketidakpastian itu tidak disukai, itu menjadi sentimen negatif sehingga dana cenderung keluar," ujarnya, Jumat (24/2).
Di sisi lain, lanjut dia, belum adanya kepastian kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) juga turut mempengaruhi kebijakan investasi asing di pasar berisiko seperti saham.
Dari dalam negeri, ia mengatakan bahwa Bank Indonesia (BI) yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2017 menyusul masih rendahnya belanja pemerintah menambah sentimen negatif bagi psikologis investor asing.
"Sentimen-sentimen yang cenderung negatif ittu membuat investor asing mencari aman. Namun, diperkirakan dana asing yang keluar itu merupakan 'hot money' yang sifatnya jangka pendek. Dana jangka panjang masih di dalam negeri," katanya.
Analis Danareksa Sekuritas, Lucky Bayu Purnomo mengatakan bahwa pola investasi asing yang cenderung keluar dari pasar saham domestik itu juga seiring dengan potensi inflasi yang meningkat. Diproyeksikan inflasi Februari mencapai 4 % secara tahunan.
"Inflasi yang tinggi dikhawatirkan menurunkan kemampuan konsumsi masyarakat yang akhirnya dapat mempengaruhi perekonomian nasional. Itu juga menjadi salah satu dasar kenapa asing cenderung keluar," katanya.
Berdasarkan data BEI, sejak awal tahun hingga 24 Februari 2017 ini investor asing membukukan jual bersih atau "foreign net sell" sebesar Rp1,359 triliun.
Komentar
Posting Komentar