Langsung ke konten utama

isu fundamental perbankan : BBRI, bnii (2019-2021)

Di Tengah Pandemi, Aset BRI Catat Rekor Tembus Rp 1.511 T

Aset BRI Bakal Makin Tambun Pasca Rights Issue

BBRI Sebut 97,4 Persen Right Issue Ditebus Investor

BBRI: aset terbesar

Naik 34,74%, BRI cetak laba bersih Rp 19,07 triliun hingga September 2021

Sejarah Baru, Right Issue Jumbo BBRI Diramal Terserap Penuh

Per 21 September 2021, Rights Issue BRI Raup Rp 26,1 T dari Investor Publik

BBRI: makin maju @ RI

Pemerintah Kaji Pegadaian Menjadi Bank Bullion, Pertama di Indonesia

Pegadaian sudah kaji rencana pembentukan bank emas pertama di Indonesia

BRI Klaim Cetak Sejarah, BUMN Pertama dengan Kapitalisasi Pasar Rp 600 T

aset PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tumbuh 11,87% menjadi Rp 1.619,77 triliun pada akhir kuartal III-2021

BRI di Atas Ekspektasi

BI catat transaksi digital banking pada April mecapai Rp 3.114,1 triliun

Bank Syariah Indonesia (BRIS) Transformasi Digital. Sahamnya Terbang

BBRI: hak memesan efek

BBRI: HMETD akan dijalankan

BBRI: AAA

Harga saham BBRI menghijau 4,43% di akhir perdagangan bursa Kamis (23/9)

AGRO: diincar GRAB

BBRI: laba dikontribusi anak usaha

Kinerja Solid, BRI Raih 2 Penghargaan Top BUMN Awards 2021

BBRI: vol transaksi Rp 1000 T

BRI catatkan fee based income tumbuh 8,3% hingga kuartal III-2021

Pemerintah alihkan saham BRI dan Mandiri senilai Rp 45 triliun kepada LPI

Analisis teknikal bnii: 



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mengalami perlambatan kinerja perolehan laba akibat tekanan pandemi Covid-19. Bank pelat merah ini hanya membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 10,2 triliun pada semester I 2020. 

Perolehan net profit tersebut turun 37,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan tersebut sejalan dengan melorotnya pendapatan margin bunga bersih atau net interet margin (NIM) ke level 5,6%. 

Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI menjelaskan, upaya penyelamatan UMKM yang dilakukan BRI dan ditambah dengan pemberian insentif ke beberapa debitur lewat penurunan suku bunga membuat NIM menurun. 

"Restrukturisasi yang kita lakukan untuk membantu debitur membuat terlambatnya pendapatan dari kontrak semua dan tidak diperoleh tahun ini," kata Haru saat papan kinerja semester I, Rabu (19/8).

Dengan resiko ketidakpastian yang masih membayangi perekonomian Indonesia, BRI telah merevisi rencana bisnisnya tahun ini. Selain merevisi target pertumbuhan kredit dari sebelumnya dua digit menjadi 4%-5%, perseroan juga tengah dalam proses merevisi laba. 

Saat ini proses revisi laba tersebut masih dalam proses pengajuan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Haru hanya menjelaskan secara eksplisit bahwa proyeksi laba di semester kedua tidak akan setinggi laba di paruh pertama. 

Baca Juga: Di tengah pandemi, BNI optimalkan penghimpunan dana murah

Ia menuturkan, secara logika jika semester I laba bisa mencapai Rp 10,2 triliun maka sampai ujung tahun harusnya bisa mencapai dua kali lipat dari perolehan itu. 

Namun, BRI tidak akan membukukan seluruh pendapatan yang diterima di paruh kedua menjadi laba untuk mengantisipasi ketidakpastian yang ada. "Kami akan mengalokasikan sebagian pendapatan itu untuk jadi pencadangan sebagai bantalan resiko di tengah ketidakpastian yang masih ada," Tandas Haru

🍊


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Rakyat Indonesia  Tbk (BBRI) siap melunasi Seri A Obligasi Berkelanjutan II Tahap III 2017 senilai Rp 980,500 miliar yang akan jatuh tempo Senin (24/8) besok.

Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan, perseroan sendiri sudah ada dana untuk pelunasan kepada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

“Dana untuk pelunasan pokok dan kupon sudah kami setorkan kepada KSEI Rabu (19/8) kemarin,” kata Aestika kepada KONTAN, Kamis (20/8).

Baca Juga: Ini saham-saham yang banyak dikoleksi asing kemarin, Rabu (19/8)

Adapun Seri A Obligasi Berkelanjutan BRI II Tahap III/2017 diterbitkan dengan kupon 7,60% dan bertenor tiga tahun. Sementara secara total pokok obligasi senilai Rp 5,150 triliun dan terbit dengan tiga seri.

Adapula Seri B dengan pokok Rp 1,652 triliun dengan kupon 8,00% akan jatuh tempo pada 24 Agustus 2022. Kemudian Seri C senilai Rp 2,517 triliun berkupon 8,25% dan akan jatuh tempo pada 24 Agustus 2024.

🍉



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejalan dengan tren penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam dua bulan terakhir, pergerakan harga sejumlah saham perbankan kembali atraktif.

Baca Juga: Harga saham Bank BCA (BBCA) sudah melonjak 30% dalam tujuh pekan terakhir


Harga saham bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) juga terus menanjak.Anggota bank Himbara adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN)).

Dalam dua bulan terakhir atau sejak 18 Mei 2020, rata-rata harga saham bank Himbara bergerak naik. Harga saham BBRI, misalnya, sudah menanjak hingga 43,32% menjadi Rp 3.110 per saham para Jumat (11/7) lalu. Dua bulan lalu, harga BBRI berada di posisi Rp 2.170 per saham, atau level terendahnya sejak awal tahun 2020.

Baca Juga: SSIA akan mengantongi Rp 39,53 miliar dari dividen Nusa Raya Cipta (NRCA)

Di periode yang sama, harga saham BMRI juga menguat 39,11% menjadi Rp 5.175 per saham pada penutupan Jumat lalu. Kemudian saham BBNI menanjak 40,24% menjadi Rp 4.670 per saham.

Adapun harga saham BBTN sudah melonjak 70,39% menuju Rp 1.295 per saham dalam dua bulan terakhir.

Pertumbuhan harga saham otomatis mengerek kapitalisasi pasar (market cap) saham bank Himbara di Bursa Efek Indonesia.

Baca Juga: Dalam tujuh minggu, market cap Bank BCA (BBCA) sudah menanjak Rp 176,9 triliun

Di periode yang sama (dua bulan terakhir), market cap BBRI sudah bertambah Rp 115,95 triliun menjadi Rp 383,61 triliun, per Jumat (10/7). Bahkan di akhir pekan ini, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) saham BBRI senilai Rp 21,9 miliar.

Kemudian kapitalisasi pasar BMRI tumbuh Rp 67,90 triliun menjadi Rp 241,50 triliun, Market cap BBNI juga bertambah Rp 24,99 triliun menjadi Rp 87,09 triliun. Sedangkan kapitalisasi pasar BBTN sudah meningkat Rp 5,66 triliun menjadi Rp 13,71 triliun.

Alhasil, total kapitalisasi pasar empat bank Himbara sudah bertambah Rp 214,50 triliun atau tumbuh 41,94% menjadi Rp 725,91 triliun.

Dua bulan lalu, harga saham maupun kapitalisasi pasar empat bank Himbara berada di posisi terendah tahun ini.

Baca Juga: Market cap Bank BRI (BBRI) sudah bertambah Rp 115,95 triliun dalam dua bulan

🍉

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa implementasi PMK No.70/2020 terkait dengan penampatan uang negara di bank mitra umum merupakan kebijakan komplementer karena PMK.64/2020 soal bank jangkar dinilai terlalu rumit.

Menkeu menjelaskan bahwa banyak catatan untuk pelaksanaan PMK.64/2020, terutama terkait dengan prosedur pelaksanaan kebijakan bank jangkar tersebut.

“Kemungkinan bapak Menko perlu melakukan revisi PP No.23 terkait PEN agar lebih mudah mengakselerasi sesuai dengan tujuan pemulihan ekonomi,” kata Sri Mulyani,Senin (29/6/2020).

Kendati bersifat pelengkap, Sri Mulyani memastikan bahwa PMK 70/2020 merupakan intervensi pemerintah dengan suku bunga murah untuk mendukung normalisasi kegiatan sektol riil.

"Nah PMK 64/2020 juga masih burden sharing yang segera diselesaikan dengan Bank Indonesia," jelasnya.

Selain persoalan pembicaraan burden sharing (pembagian beban) antara Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang sampai saat ini masih alot, skema penempatan dana ke Bank BUMN yang tahap awal nilainya mencapai Rp30 triliun ini dilakukan karena skema bank jangkar belum benar-benar efektif.

Menurut sumber Bisnis, internal Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa skema bank jangkar sebagaimana diatur dalam PMK No.64/2020 dianggap terlalu rumit dan berisiko bagi bank peserta juga berat sehingga pelaksanaan beleid ini tidak bisa berjalan optimal.

Hal ini berbeda dengan ketentuan di dalam PMK No.70/2020 tentang penempatan uang negara di bank umum mitra.

Skema penempatan dana lebih sederhana dan lebih mudah dijalankan. Dengan demikian, bank mitra dengan segera bisa memberikan bantuan likuiditas bagai pelaku usaha yang membutuhkan.

🍉

Liputan6.com, Jakarta - Krisis kesehatan yang diakibatkan corona virus disease 19 (Covid-19) yang menyebar hampir di seluruh dunia, menyebabkan krisia ekonomi akibat dihentikannya kegiatan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Berkaca dari krisis sebelumnya, Direktur Utama BBRI, Sunarso menyebutkan bahwa krisis kali ini berbeda, karena diakibatkan oleh wabah, sementara krisis sebelumnya disebabkan oleh kesalahan tata kelola keuangan.

"Krisis kali ini disebabkan oleh wabah yang menyebabkan aktivitas ekonomi kita menurun, dimana orang masih konsumsi baarang dan jasa dalam keadaan tidak bekerja," ujarnya dalam talkshow Indonesian Consumers Outlook: Understanding the Market from Nation’s Biggest Bank, Sabtu (27/6/2020).

Untuk mengatasi krisis kali ini yang juga memukul sektor perbankan, Sunarso menyebutkan dua langkah yang dapat diambill, diantaranya mempercepat berakhirnya wabah ini, sekaligus mempercepat pula pulihnya ekonomi.

2 dari 3 halaman

Restrukturisasi Kredit

Sebelumnya pemerintah telah mengambil kebijakan restrukturisasi kredit bagi nasabah termasuk UMKM terdampak. Sementara BRI, restrukturisasi kredit sudah mulai mengalami ekspansi sejalan dengan pelonggaran PSBB.

"Mei seluruh aktivitas di perbankan untuk restrukturisasi UMKM sudah mulai ekspansi sejalan dengan pelonggaran PSBB," kata dia.

Selain itu, Sunarso menegaskan bahwa kondisi perbankan saat ini audah jauh lebih baik dan lebih siap dalam menghadapi situasi krisis seperti saat ini. Hal ini karena perbankan memiliki risk management yang bagus.

"Kondisi perbankan saat ini lebih baik dan sehat karena risk managemetnya bagus," tekannya.

🍅


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja empat emiten bank besar plus PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) turun tajam pada April 2020.

Indo Premier Sekuritas dalam riset pada 22 Juni 2020 menjelaskan, agregat laba bersih empat bank besar yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara  Indonesia Tbk (BBNI) ditambah BBTN turun 53% dari bulan ke bulan alias month on month (mom) menjadi Rp 9,71 triliun. 

Jovent Muliadi dan Anthony analis Indo Premier Sekuritas dalam riset 22 Juni 2020 menjelaskan, penurunan tersebut disebabkan pendapatan bunga bersih yang menyusut 20% secara mom ditambah terjadi penurunan margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) di beberapa segmen. 

Baca Juga: IHSG Hari Ini Turun 0,81%, Saham BBCA Diburu Asing, TLKM Paling Banyak Dijual

Perbankan juga harus menaikkan provisi yang lebih tinggi 55% secara mom atau naik 48% secara yoy sepanjang empat bulan di tahun ini. 

Ini berarti biaya kredit alias cost of credit (CoC) selama empat bulan di tahun ini naik menjadi 1,8% dari 1,6% dalam empat bulan di tahun 2019. Angka ini menurut di bawah perkiraan kami dan target manajemen 2,8%.

Tapi jika ditotal sepanjang empat bulan di tahun 2020, laba bersih empat bank besar (BMRI, BBRI, BBCA, BBNI) ditambah BBTN sebesar Rp 31,5 triliun, angka ini flat secara yoy. Menurut analis Indo Premier, laba bersih ini memenuhi 67% dari estimasi mereka dan mencakup 41% dari estimasi konsensus. 

Indo Premier memperkirakan, pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak penghasilan alias pre-provision operating profit (PPOP) naik 8% yoy diimbangi ketentuan yang lebih tinggi 23% yoy. 

Baca Juga: Transaksi kartu kredit diramal masih bisa tumbuh meski sempat anjlok di kuartal II

Di antara bank-bank yang dikaver Indo Premier, PPOP BBNI naik paling tinggi yakni 12% yoy dan BBCA naik 10% yoy. Sedangkan PPOP BBTN turun 37% yoy dan BBRI turun 12% yoy. 

Agregat NIM lima bank turun menjadi 5,5% di empat bulan tahun ini. Dari periode sama tahun 2019, NIM lima bank masih sebesasr 5,9%, sedangkan dalam tiga bulan tahun 2020 NIM kelima bank 5,7%. 

Hal ini sebagian besar disebabkan restrukturisasi yang dilakukan oleh semua bank BUM. "Pinjaman yang direstrukturisasi akibat Covid mencapai 15% dari pinjaman pada bulan Mei," terang analis Indo Premier. 

Emiten bank yang NIM turun paling besar dalam empat bulan terakhir adalah BBRI dengan penurunan NIM sebesar 120 bps secara yoy dan BBTN turun 40 bps secara yoy atau flat secara mom. Sedangkan BBCA cenderung flat baik secara yoy atau mom. BBCA juga paling baik diantara empat bank lainnya. 

Baca Juga: Bunga deposito tertinggi 5,83%, bunga BCA 3,95%, BRI 5,35%, Mandiri 5,13%, BNI 5,5%

Meski demikian, pertumbuhan kredit kelima bank masih tumbuh 9% secara yoy atau turun 2% secara mom di April 2020. Kredit BMRI tumbuh paling besar yakni naik 13% secara yoy dan turun 3% mom. 

BBTN juga membukukan pertumbuhan kredit 3% yoy dan turun 1% mom. Pertumbuhan kredit BBRI naik 6% yoy tapi turun 2% mom. 

Pertumbuhan deposito ke lima bank tersebut tumbuh 11% yoy selama empat bulan di tahun ini dan turun 1% mom pada April 2020. Pertumbuhan CASA kelima bank 12% secara yoy dan turun 2% mom. 

Agregat LDR meningkat menjadi 91% di April 2020 dari periode sama tahun 2019 di level 93%. Sedangkan pada Maret 2020, LDR agregat kelima bank di 92%. 

Pada sektor ini, Jovent Muliadi dan Anthony analis Indo Premier Sekuritas menyarankan netral pada sektor ini karena penurunan EPS dari provisi yang lebih tinggi. Selain itu, NIM perbankan juga lebih rendah diimbangi oleh penilaian PBV 2,1 kali pada tahun 2020 dibanding rata-rata PBV 10 tahun 2,3 kali. 

Baca Juga: Jangan Nafsu Mengejar Saham Murah, Valuasi Harganya Bisa Lebih Mahal

Risiko perbankan bisa naik karena provisi dan margin yang lebih rendah dari yang diperkirakan. Sedangkan downside perbankan adalah risiko default yang lebih buruk dari yang diperkirakan.

Dari lima bank BBTN yang disarankan oleh Indo Premier untuk dibeli dengan target harga Rp 1.200. Sedangkan BMRI, BBRI, BBCA dan BBNI disarankan hold dengan target harga saham masing-masing di Rp 5.100, Rp 2.700, Rp 26.000 dan Rp 3.900 per saham.

🍑

JAKARTA okezone– PT Bank Rakyat Republik Indonesia berencana menarik utang dari luar negeri untuk membantu sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Langkah ini diambil jika perbankan tidak mendapatkan bantuan likuditas dari pemerintah.

"Makannya kemudian saya jaga-jaga kalau seandainya nanti enggak dapat bantuan likuditas karena kita enggak memenuhi syarat untuk kayak dibantu saya bikin utang ke luar negeri," ujar Direktur Utama BRI Sunarso, dalam diskusi virtual, Selasa (16/6/2020).

Baca Juga: Bos BRI Blakblakan Restrukturisasi Kredit Tembus 2,3 Juta Nasabah Rp140,24 Triliun

Menurut Sunarso, ada 13 bank sudah berkomitmen untuk memberikan pinjaman kepada Bank BRI. Tak tanggung-tanggung nilai utang yang akan ditarik adalah sebesar USD1 Miliar

"13 bank sudah komit untuk membantu BRI USD1 miliar. Kapan saja kita bisa tarik dengan suku bunga dolar 1,9%. Itu yang akan saya jadikan cadangan likuiditas," kata Sunarso.

Baca Juga: Beda Krisis 1998 vs 2020, Dirut BRI: Kali Ini Menguji Celengan

Menurut Sunarso, likuditas ini sangat penting bagi perbankan untuk memberikan relaksasi kepada UMKM. Apalagi, saat ini bank BRI berencana untuk melakukan ekspansi pada nasabahnya dengan menyasar sektor pangan hingga pertanian.

"Menjaga pertumbuhan kredit di UMKM itu menjadi penting. Sehingga kalau kita tertekan enggak punya likuiditas apakah bisa ekspansi? Kalau enggak punya likuiditas ya enggak boleh ekspansi dari regulator. Karena ekspansi dari mana," kata Sunarso.

🍊

JAKARTA, investor.id - Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani mengatakan, hingga saat ini secara keseluruhan kondisi industri perbankan masih dalam kondisi sehat dan terjaga. Hal tersebut tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang tebal sebesar 22,13% per April 2020. "Dilihat dari CAR perbankan yang masih di atas 20% per April, so far keseluruhan kondisi bank bagus. Kalau CAR semua bank relatif masih tinggi-tinggi," terang Aviliani kepada Investor Daily, Jumat (12/6). aviliani Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April, rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) per April 2020 terpantau pada level 117,8% dan 25,14%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%. 

Kemudian, profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2020 masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) gross perbankan tercatat sebesar 2,89%, sedangkan NPL net bank umum konvensional 1,09%. "Kalau lihat data April yang dikeluarkan OJK itu masih bagus semua, tidak ada problem, dari sisi CAR dan lain-lainnya," ucap Aviliani. Namun, menurut dia yang menjadi tantangan perbankan nasional adalah dari sisi likuiditas. Pasalnya dengan adanya Covid-19 membuat debitur kesulitan membayar angsuran ke bank, hal tersebut membuat OJK memberikan relaksasi berupa restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19. 

Aviliani menyebut, dengan aturan restrukturisasi tersebut mengganggu arus kas perbankan selama pandemi Covid-19. Meskipun kinerja perbankan masih bagus. "Cuma memang dua hal yang jadi masalah kalau kondisi seperti ini, likuiditas dan kredit. Jadi kalau ada bank yang bermasalah lebih karena likuiditasnya, tapi sebenarnya so far kinerjanya bagus," jelas dia. Pihaknya menuturkan, dengan kebijakan restrukturisasi kredit, perbankan memberikan stimulus kepada debitur seperti penundaan pembayaran bunga, pembayaran pokok, perpanjang tenor, atau menurunkan suku bunga pinjamannya. Menurut Aviliani, stimulus tersebut berdampak pada kurangnya pendapatan bank untuk kegiatan operasional. "Rata-rata restrukturisasi dilakukan 15-25% dari outstanding kredit, otomatis tidak ada dana masuk yang biasa dari angsuran. Otomatis mempengaruhi likuiditas,karena terjadi mismatch antara dana masuk dari angsuran dan kebutuhan operasional sehari-hari," tutur Aviliani. 

Dihubungi terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja juga menyebut, secara keseluruhan industri perbankan di Indonesia masih cukup sehat dan terjaga kondisinya. "Harusnya sebagian bank besar bank kondisinya baik, kalau yang disebutkan hasil audit BPK saya nggak tahu. Tapi sebagian besar baik dong," ucap Jahja. Bank Muamalat. Foto: Majalah Investor/UTHAN A RACHIM Chief Executive Officer (CEO) PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Achmad K. Permana mengatakan, saat ini perseroan tetap beroperasi secara normal dan menjalankan bisnis seperti biasa, simpanan nasabah juga tetap aman karena Bank Muamalat merupakan bank peserta penjaminan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Hal tersebut merupakan penegasan perseroan mengenai beredarnya kembali kabar tentang hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengawasan OJK terhadap 7 bank. Permana memastikan, bahwa Bank Muamalat hingga saat ini tetap beroperasi secara normal. Berdasarkan laporan keuangan per Maret 2020, rasio keuangan Bank Muamalat juga masih sesuai dengan ketentuan regulator. "Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini perseroan tetap dalam kondisi yang aman dan nasabah dapat bertransaksi secara normal baik secara online maupun offline. Jadi link berita yang ramai tersebar tersebut sudah out of date dan tidak relevan lagi karena sudah dijelaskan oleh OJK dan BPK secara langsung. Bank Muamalat sendiri juga telah mengeluarkan statement penjelasan pada saat berita itu muncul bulan lalu," ungkap Permana. OJK juga telah mengeluarkan pernyataan di media pada tanggal 8 dan 9 Mei 2020 yang menyatakan bahwa hasil audit BPK tersebut tidak mencerminkan kualitas pengawasan OJK secara keseluruhan dan juga bahwa OJK telah melaksanakan berbagai langkah peningkatan kualitas pengawasan sebagaimana concern dari BPK. Sedangkan BPK juga telah mengeluarkan pernyataan di media bahwa Temuan BPK Sudah Ditindaklanjuti, Nasabah 7 Bank Tak Perlu Khawatir, pada tanggal 18 Mei 2020. Permana menambahkan, institusi perbankan, termasuk Bank Muamalat, merupakan lembaga yang teregulasi yang tunduk dan bernaung di bawah ketentuan beberapa regulator, termasuk diantaranya adalah OJK, Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, Dirjen Pajak, dan Kementerian Tenaga Kerja. Direktur Pengembangan Kebijakan Perlindungan Konsumen OJK Anto Prabowo. Foto: IST Sebelumnya, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menilai, dampak dari pandemi Covid-19 mulai memberikan tekanan terhadap sektor jasa keuangan mulai April 2020. Meskipun dari berbagai indikator dan profil risiko, kondisi stabilitas sistem keuangan sampai saat ini tetap terjaga dengan kinerja intermediasi yang positif. Dalam upaya memitigasi dampak pelemahan ekonomi dan menjaga ruang untuk peran intermediasi sektor jasa keuangan, OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan stimulus lanjutan bagi sektor perbankan. "Kinerja intermediasi industri perbankan per April 2020 tumbuh sejalan dengan perlambatan ekonomi. Kredit perbankan tumbuh sebesar 5,73% secara tahunan (year on year/yoy). Dari sisi penghimpunan dana, dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,08% (yoy)," jelas Anto. Sumber : Investor Daily

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Perbanas: Kondisi Perbankan Masih Sehat dan Terjaga"
Penulis: Nida Sahara
Read more at: http://brt.st/6CvF



Bisnis.com, JAKARTA – Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. tercatat menjadi yang paling aktif diperdagangkan oleh investor asing pada perdagangan hari ini, Kamis (28/5/2020).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham emiten bersandi BBRI tersebut memimpin daftar saham teraktif yang paling diburu oleh investor asing dengan total pembelian saham mencapai sekitar 156,79 juta lembar saham.

Saham berikutnya yang paling diburu oleh investor asing adalah saham PT Bank Permata Tbk. (BNLI) dengan total pembelian saham mencapai sekitar 33,89 juta lembar saham (lihat tabel).

Harga saham BBRI dan BNLI masing-masing ditutup di level Rp2.730 dan Rp1.280 per lembar pada perdagangan hari ini.

Sementara itu, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik tajam 1,61 persen atau 74,63 poin ke level 4.716,18. Sepanjang perdagangan hari ini, indeks bergerak dalam kisaran 4.638,81–4.741,6.

Sebanyak 7 dari 10 sektor pada IHSG ditutup di wilayah positif, dipimpin finansial (+3,92 persen) dan aneka industri (+3,15 persen). Tiga sektor lainnya berakhir di zona merah, dipimpin infrastruktur (-1,3 persen).

Tercatat 195 saham menguat, 196 saham melemah, dan 162 saham berakhir stagnan.

Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi incaran utama investor asing dengan nilai net buy atau beli bersih Rp499,25 miliar, disusul saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dengan net buy Rp445,91 miliar.

Investor asing pun mencatat aksi beli bersih (net buy) senilai Rp436,91 miliar. Total nilai transaksi yang terjadi di lantai bursa hari ini mencapai sekitar Rp12,03 triliun dengan volume perdagangan tercatat sekitar 9,55 miliar lembar saham.

Berikut adalah 10 saham teraktif yang diperdagangkan oleh investor asing:

Saham

Volume (lembar saham)

BBRI

156.797.059

BNLI

33.897.600

BMRI

21.850.022

BBCA

19.086.772

APIC

14.610.400

LPKR

13.010.600

CTRA

11.236.100

ANTM

10.260.300

ELSA

10.031.700

ASII

8.821.564

Sumber: BEI



JAKARTA sindonews - PT Bank Maybank Indonesia Tbk atau Maybank Indonesia membukukan laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (PATAMI) naik sebanyak 29,7% menjadi Rp538,2 miliar pada kuartal I-2020. Kenaikan didukung peningkatan pendapatan non bunga (fee based income) dan pengelolaan biaya strategis secara berkelanjutan.

Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan, pada kuartal I yang berakhir 31 Maret 2020 didukung peningkatan pendapatan non bunga (fee based income) dan pengelolaan biaya strategis secara berkelanjutan (sustained strategic cost management).

"Bank mencatat pertumbuhan pendapatan non bunga (fee based income) sebesar 16,0% menjadi Rp597,6 miliar pada Maret 2020 dibandingkan dengan Rp515,0 miliar pada Maret 2019, terutama didukung oleh peningkatan pendapatan fee Global Market, bancassurance, investasi, dan fee transaksi jaringan elektronik (e-channel," kata Taswin di Jakarta

Sedangkan total pembiayaan Perbankan Syariah Bank per Maret 2020 mencapai sebesar Rp24,4 triliun dibandingkan dengan Rp24,7 triliun tahun lalu. Namun dalam tiga bulan pertama Perbankan Syariah kembali tumbuh dan mencatat pertumbuhan pembiayaan sebesar Rp398,0 miliar mencapai total Rp24,4 triliun.

"Kafalah Perbankan Syariah mulai menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan; jika ditambah portofolio Kafalah, total pembiayaan mencapai Rp25,8 triliun pada Maret 2020," katanya.

Sementara total simpanan nasabah tumbuh sebesar 2,4% atau membukukan peningkatan sebesar Rp599,7 miliar pada tiga bulan pertama 2020. Perbankan Syariah secara berkesinambungan telah memfokuskan pada aktivitas untuk mendapatkan pendanaan yang efisien, dan hal ini telah berhasil mengurangi simpanan berbiaya tinggi serta memperbaiki laba sebelum pajak menjadi sebesar Rp109,1 miliar dan peningkatan Return on Asset (ROA) menjadi 2,08% pada Maret 2020 dibandingkan 1,36% pada Maret 2019.

Total aset Perbankan Syariah per Maret 2020 sebesar Rp31,8 triliun atau 2,6% lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Dia melanjutkan Maybank Indonesia berhasil memperkuat profil pendanaan seperti tercermin dari peningkatan rasio CASA dari 31,7% pada Maret 2019 menjadi 37,4% pada Maret 2020 dimana tabungan meningkat sebesar 18,1%.

"Peningkatan CASA juga merupakan hasil dari strategi Bank yang diterapkan sejak semester kedua 2019 untuk mengurangi surplus likuiditas berbiaya tinggi yang dimiliki Bank untuk memitigasi risiko yang tak terduga selama paruh pertama 2019," katanya

Sambung dia, Rasio Kredit terhadap Simpanan/Loan to Deposit (LDR-Bank saja) berada pada tingkat yang sehat sebesar 89,7% sementara Rasio Cakupan Likuiditas/Liquidity Coverage Ratio (LCR-Bank saja) berada pada posisi 154,2% per Maret 2020, jauh melampaui kewajiban minimum sebesar 100%.

"Total kredit turun sebesar 9,5% menjadi Rp122,9 triliun sejalan dengan strategi Bank untuk mengambil langkah konservatif dan menyesuaikan dengan postur serta risk appetite Bank dalam menjaga portofolionya terutama dalam situasi pandemi seperti saat ini," katanya.

Per Maret 2020, kredit Perbankan Global turun 1,7% menjadi Rp35,3 triliun, sementara kredit Community Financial Services (CFS) non-ritel turun 17,5% menjadi Rp46,6 triliun dan kredit CFS Ritel turun 5,6% menjadi Rp41,1 triliun.

Posisi modal Bank tetap kuat dengan Rasio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 20,6% pada Maret 2020 dibandingkan dengan 18,7% pada periode yang sama tahun lalu dan total modal Rp26,2 triliun pada Maret 2020 dibandingkan Rp25.9 triliun pada Maret 2019.

🍓


Jakarta, Beritasatu.com- Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) Sunarso mengklaim, isu likuiditas akibat adanya pemberian keringanan kredit (restrukturisasi) terhadap debitur yang terdampak Covid-19 sejauh ini belum berpengaruh signifikan terhadap portofolio bank dengan laba terbesar tersebut. Hal itu nampak dari loan to deposit ratio (LDR) BRI yang hingga akhir Maret 2020 sebesar 90,45%.
"Sampai kuartal I sebenarnya diujung Maret baru terganggu, Januari, Februari masih normal. Terasa aktivitas ekonomi menurun di pertengahan Maret kesini. Kalau kinerjanya masih kinclong bagus, karena dampaknya di kuartal I belum kelihatan, paling diujungnya saja," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (14/5/2020).
Meski demikian, ia tak menampik, likuiditas kedepannya akan terganggu seiring tambah besarnya restrukturisasi yang dilakukan. Hingga akhir April 2020 perseroan tercatat telah memberikan relaksasi berupa restrukturisasi pinjaman kepada lebih dari 1,4 juta UMKM total pinjaman mencapai Rp 101 triliun.
"Memang ada masalah likuiditas, tapi antisapatif kita sudah siap. Kami mengharapkan adanya penempatan dana. Mudah-mudahan pemerintah tempatakan dana di bank yang lakukan restrukturisasi. Kita paling banyak memberikan restrukturisasi ke UMKM, mudah-mudahan dapat paling banyak meski tidak sepenuhnya Rp 101 triliun. Kita tanggung rasa sakit sama-sama, kemudian kalau ada restrukturisasi hendaknya saling bantu," ungkap Sunarso.
Dijelaskannya, BRI memiliki berbagai alternatif skema restrukturisasi untuk nasabah pelaku UMKM. Nasabah mikro, kecil dan ritel, apabila mengalami penurunan omzet sampai dengan 30% maka suku bunga diturunkan dan diberikan perpanjangan jangka waktu kredit. Bagi nasabah yang mengalami penurunan omzet antara 30%-50% mendapatkan penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 6 bulan. Sementara itu, untuk debitur yang mengalami penurunan omzet 50%-75% mendapatkan penundaan pembayaran bunga selama 6 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan. Sedangkan, bagi debitur yang mengalami penurunan omzet di atas 75% mendapatkan penundaan pembayaran bunga selama 12 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan.
"Dampak restrukturisasi ada dua. Kalau tidak bayar pokok yang berkurang likuiditas. Yang tidak bayar bunga maka yang terpengaruh income," pungkas Sunarso.
Selain itu, BRI juga akan cari sumber dana likuiditas lain dengan fund raising dengan kreditur di luar. Baru-baru ini, BRI raih komitmen pinjaman luar negeri sebesar US$ 1 miliar dengan bunga 1,9% dalam skema club loan dari 10 bank regional Asia, Eropa, dan Amerika. Fasilitas pinjaman tersebut akan digunakan untuk memperkuat struktur liabilities dan meningkatkan net stable funding ratio, menjaga likuiditas valas, dan menyiapkan sumber pendanaan untuk ekspansi kredit.
Pinjaman luar negeri tersebut, dikatakannya memperlihatkan kepercayaan investor asing terhadap BRI dan Indonesia masih cukup tinggi di tengah ketidakpastian global. Terlebih lagi menjadi bukti bahwa Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi menarik di dunia.

Sumber: BeritaSatu.com
🍉


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai pinjaman yang harus direstrukturisasi cukup besar Indo Premier Sekuritas menyarankan hold saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Meski demikian rasio keuangan emiten ini dinilai masih sejalan dengan proyeksi analis Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi dan Anthony. 
Hingga akhir April 2020, nilai pinjaman yang direstrukturisasi karena terdampak Covid-19 mencapai Rp 101 triliun, setara 11% total pinjaman BRI. Nilainya meningkat pesat dibanding restrukturisasi pada Maret 2020 sebesar Rp 15 triliun. Indo Premier Sekuritas memperkirakan, total nilai pinjaman yang direstrukturisasi akan menjadi 25%-50% dari total pinjaman Rp 230 triliun - Rp 460 triliun. "Kalau hitungan kami berada di ujung bawah estimasi ini yakni Rp 210 triliun," tulis Jovent dan Anthony. 
BRI dalam kuartal I tahun ini berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 8,2 triliun atau flat dari tahun lalu. Realisasi tersebut menurut Jovent dan Anthony dalam riset Jumat (15/5), memenuhi 38% dari target yang dibikin oleh Indo Premier. Sedangkan berdasarkan konsensus analis, realisasi tersebut sejalan dengan 24% dari target hingga tahun 2020. 
Pre-Provision Operating Profit (PPOP) BBRI pada kuartal I tahun ini tumbuh 15% secara tahunan karena pendapatan non bunga yang kuat yakni 8% secara year on year (yoy). Provisi naik sebesar 38% secara yoy dengan biaya kredit atau cost of credit (CoC) 3%. 
Biaya kredit ini sejalan dengan target BBRI 3,5% di tahun ini. Dan mendekati perkiraan Indo Premier yang memperkirakan biaya kredit di 3,3%. 
Meski demikian, margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) BBRI turun menjadi 6,7% di kuartal I-2020 dari 6,9% di kuartal I-2019. Penurunan ini terjadi karena biaya dana bank alias cost of fund (COF) yang tinggi. 
NIM di tahun 2020 memang sejalan dengan apa yang diperkirakan manajemen BRI yakni 5,5%. Bahkan lebih rendah dari perkiraan Indo Premier sebesar 6,1%. Penurunan tersebut karena sebagian besar pinjaman direstrukturisasi memiliki bunga yang tinggi. 
"Dengan harapan pinjaman yang direstrukturisasi pada Mei hingga seterusnya bukan pinjaman UKM. Kami sepakat dengan manajemen bahwa kontraksi NIM akan makin curam," tulis Jovent dan Anthony dalam riset. Dengan demikian, Indo Premier memangkas asumsi NIM menjadi 5,6% dari asumsi sebelumnya 6,1% di tahun 2020. 
Pertumbuhan pinjaman di tahun 2020 tumbuh sebesar 9% secara tahunan dan 3% secara kuartalan. Ini sejalan dengan target BRI yang memperkirakan naik 5% di tahun 2020 jauh lebih kecil dari panduan sebelumnya naik 10% secara tahunan. Meskipun berakhir dengan pertumbuhan yang lebih tinggi karena terjadi keterlambatan pembayaran pokok. "Kami memperkirakan pertumbuhan pinjaman 8% di tahun 2020," tutur analis Indo Premier dalam riset.
Nilai ini menjadi sangat mengejutkan dari pinjaman yang direstrukturisasi dengan ketentuan dapat terjadi selama bertahun-tahun. 
Sementara itu, non performing loan (NPL) naik menjadi 2,8% di kuartal I-2020  naik dari kuartal I-2019 sebesar 2,3%. Sedangkan rasio loan to aset di 12,7% pada kuartal I-2020 naik dari 9,9% di kuartal I-2019. 
Mengingat nilai pinjaman yang direstrukturisasi sangat mengejutkan, Indo Premier tidak berpikir bahwa provisi dapat sepenuhnya disediakan hanya dalam satu tahun. Karena alasan tersebut, Jovent dan Anthony menyarankan, hold saham BBRI dengan target harga di Rp 2.700 per saham.

Selain NIM, panduan ini sejalan dengan perkiraan atas risiko restrukturisasi. Valuasi ini mencerminkan PBV tahun 2020 sebesar 1,5 kali dan 2,3 kali dalam 10 tahun. Rekomendasi hold juga mencerminkan potensi lebih cepat di semen mikro dari segmen lain. Sedangkan risiko utama adalah tingkat provisi yang lebih tinggi
🍊


Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia diprediksi bakal melanjutkan pelonggaran moneter sebagai langkah untuk meredam dampak ekonomi Covid-19, serta menyikapi kinerja ekonomi pada kuartal I/2020 yang cukup terpuruk.
Berdasarkan konsensus Bloomberg, 11 ekonom memprediksi bank sentral akan memangkas BI 7 Day Reverse Rate dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen, dan 4 ekonom yang memprediksi BI mempertahankan suku bunga acuan.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga sebesar 25 bps ke level 4,25 persen dengan mempertimbangkan beberapa indikator makroekonomi.
Pertama, Inflasi hingga akhir 2020 diperkirakan tetap stabil. Kedua, nilai tukar rupiah dalam jangka pendek yang cenderung stabil dan ketiga, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang rendah.
“Dampak Covid-19 yang cukup signifikan pada kuartal I/2020 mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 dan kuartal III/2020 juga masih berpotensi tertekan,” ujarnya, Minggu (17/5/2020).
Kepala Ekonom Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan, bank sentral memiliki opsi terbuka untuk keduanya. Menurutnya, penurunan suku bunga sebesar 25 bps bisa dilakukan karena inflasi yang cukup rendah dan penguatan nilai tukar rupiah.
“Ini bisa menstimulasi pemilik dana untuk berinvestasi dan reinvestasi supaya kegiatan ekonomi bergairah.”
Di sisi lain, BI perlu menahan suku bunga sembari menunggu efektivitas kebijakan yang telah dikucurkan.
Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana menjelaskan, BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan, selama stabilitas dalam rekening eksternal tetap terjaga.
“Namun prediksi kami pada bulan ini BI masih menahan [suku bunga],” ujarnya.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI akan dilakukan pada hari ini 18-19 Mei 2020. Dalam RDG April, BI memutuskan untuk menahan suku bunga. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas rupiah sekaligus mempertahankan suku bunga  yang atraktif bagi investor guna membendung capital outflow.
🍑


Bisnis.com, JAKARTA—Saham empat bank jumbo keok dilepas asing pada Jumat (15/5/2020) padahal pemerintah merilis rangsangan penyelamatan ekonomi berbagai sektor termasuk perbankan.
Tercatat keempat bank jumbo kompak dijual asing pada Jumat (15/5/2020). Adapun, saham Bank BNI mencetak penjualan bersih asing sebesar Rp22,91 miliar. Dengan demikian aksi jual asing terhadap saham berkode BBNI itu mencapai Rp46,36 miliar.
Hal itu pun lantas mengakibatkan harga sahamnya ditutup melemah 5,65 persen dan menggenapkan koreksi secara tahun berjalan menjadi 57,45 persen ke level Rp3.340 per saham.
Lalu, disusul saham Bank Mandiri dengan aksi jual bersih mencapai Rp125,95 miliar jelang akhir pekan. Aksi jual bersih selama sepekan pun genap Rp273,9 miliar.
Walhasil, harga saham berkode BMRI itu terkoreksi 4,81 persen dan menambah koreksi secara tahun berjalan menjadi 51,01 persen ke level Rp3.760 per saham.
Saham Bank BCA mengekor dengan realisasi jual bersih asing sebesar Rp412,27 miliar pada perdagangan terakhir. Aksi tersebut menambah total penjualan saham berkode BBCA oleh asing menjadi Rp919,7 miliar dalam sepekan.
Sebagai imbasnya, harga saham BBCA ditutup terkoreksi 2,74 persen sehingga secara tahun berjalan koreksi menyentuh 28,42 persen ke level Rp23.925 per saham.
Terakhir, Bank BRI mencatatkan jual bersih asing tertinggi secara harian pada perdagangan terakhir dan dalam sepekan. Saham berkode BBRI itu dilepas asing dengan nilai Rp466,11 miliar pada perdagangan jelang akhir pekan sehingga total aksi lepas saham BBRI oleh asing mencapai Rp1,76 triliun dalam sepekan.
Pergerakan harga saham BBRI ditutup melemah 4,68 persen sehingga secara tahun berjalan, harga sahamnya telah terpangkas 49,09 persen ke level Rp2.240 per saham.
Secara total, dalam perdagangan sehari jelang akhir pekan investor asing telah menjual bersih sebesar Rp1,09 triliun. Dengan demikian, secara tahun berjalan, aksi jual bersih oleh asing menyentuh Rp24,92 triliun.
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan bank pelat merah dan beberapa bank swasta menjadi bank jangkar. Adapun, bank jangkar adalah yang selama ini menjadi supplier pada pasar uang antar bank (PUAB).
Dalam keterangan resmi Bursa Efek Indonesia, Sabtu (16/5/2020), selama sepekan nilai rata-rata transaksi harian naik 10,34 persen menjadi Rp6,401 triliun dibandingkan dengan pekan lalu yaknin Rp5,801 triliun. Sementara itu, rata-rata volume transaksi harian bursa memncapai 5.951 miliar saham, turun 7,46 persen dibandingkan dengan pekan sebelulmnya dengan 6.431 miliar saham.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai kapitalisasi pasar selama sepekan turun 1,95 persen. IHSG turun ke 4.507,6 dari sepekan lalu yakni 4.597,43. Bobot penurunan yang sama juga terjadi pada nilai kapitalisasi pasar yakni Rp5.212,72 triliun dari Rp5.316,53 triliun pada pekan lalu.
🍇


KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menutup perdagangan akhir pekan ini, Jumat (15/5),  Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,14% menjadi di 4.507,6 .
Koreksi IHSG didorong oleh indeks sektor keuangan yang turun 2,67%. Penurunan dipacu harga saham-saham bank kelas kakap  yang anjlok. Investor asing masih terus menjual saham-saham  perbankan di Tanah Air.
Berdasarkan data RTI, asing misalnya melepas saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Tercatat net sell asing sebesar Rp 466,11 miliar. Dus, saham BBRI pun turun 4,68% menjadi Rp 2.240 per saham.
Aksi jual oleh investor asing juga terjadi di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Investor asing tercatat melakukan net sell sebanyak  Rp 412,27 miliar. Harga saham bank swasta terbesar di Indonesia ini pun turun 2,74% menjadi Rp 23.925 per saham.
Asing juga menjual saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)  dengan nilai net sell Rp 125,95 miliar. Saham BMRI pun ajlok 4,81% menjadi Rp 3.760 per saham.
 Saham  PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi, bahkan paling besar yakni dengan  anjlok 5,65% menjadi Rp 3.340 per saham.  Net sell asing sebesar  Rp  46,36 miliar di bank milik negara ini.
Jika merujuk data yang sama, koreksi saham-saham perbankan sejatinya sudah terjadi sejak beberapa hari perdagangan terakhir.
Kabar bank-bank besar akan menjadi bank jangkar menjadi pemacu utama penjualan saham-saham bank.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23/2020, bank-bank buku IV berpotensi menjadi bank peserta atau bank jangkar (anchor bank). Kriteria yang ditetapkan pemerintah,  15 bank dengan aset besar serta 51% saham bank dimiliki oleh warga Indonesia atau badan hukum Indonesia bisa menjadi bank jangkar.
Tugas bank jangkar yang akan menjadi penolong bank-bank bermasalah likuiditas karena harus merestrukturisasi kredit bermasalah memacu kekhawatiran.   
”Investor khawatir atas risiko yang harus dihadapi oleh bank-bank besar itu,” bisik pengelola dana asing yang berbasis di Singapura kepad kontan.co.id, Jumat (15/5).
Tak mau disebutkan namanya, hedge fund yang berbasis di Singapura itu mengatakan, penunjukan bank jangkar sebagai sumber likuiditas bank  yang mengalami masalah likuiditas karena terdampak pandemi corona akan menambah risiko perbankan. "Risiko jika kelak kredit bermasalah yang dijaminkan bank-bank bermasalah ini akan jadi beban anchor bank jika kualiasnya benar-benar jelek," ujar dia.
Boleh jadi lantaran itu pula, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian memberikan penjelaskan skema atas tugas dan keuntungan bank jangkar. 
Ketua  OJK Wimboh Santoso dalam paparan daring,  Jumat (15/5) menyatakan, banyak manfaat yang bisa diterima bank-bank jangkar kelak.
Pertama, pemerintah kelak akan menempatkan dana baru dalam deposito bank peserta atau bank jangkar. Penempatan dana ini memiliki rate sesuai repo rate  yang saat ini sebesar 4,5%. Bank jangkar akan mendapat marjin dari rate yang dikenakan ke bank pelaksana atau bank penerima likuiditas.
Jika merujuk rencana program pemulihan ekonomi nasional, alokasi penempatan dana pemerintah di bank jangkar besarnya Rp 35 triliun. Bank pelaksana yang membutuhkan likuiditas nanti akan mengajukan pinjaman likuiditas kepada bank jangkar yang akan meneruskan permohonan tersebut ke pemerintah.
"Bank jangkar bisa meraih pendapatan dari selisih margin antara yang diberikan bunga penempatan dana yang diberikan pemerintah dengan bunga yang diberlakukan sebagai pinjaman kepada bank pelaksana," ujar Wimboh, Jumat (15/05).
Untuk mendapat pinjaman likuiditas, bank bermasalah likuiditas karena melakukan restrukturisasi kredit terdampak corona harus menjaminkan portofolio kreditke bank jangkar. "Jika kelak terjadi gagal bayar oleh bank pelaksana (bank bermasalah), bank jangkar tidak akan menerima risiko karena ada jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Apabila bank pelaksana tidak bisa mengembalikan likuiditas yang dipinjam, jalan terakhir akan diproses oleh LPS. Nanti LPS menjamin dana yang ditempatkan di bank peserta,” jelas Wimboh.
Skema ini  akan dituangkan dalam aturan teknis yang akan segera terbit. 
🍉


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi mengumumkan kriteria buat bank peserta dalam rangka pemulihan ekonomi alias bank jangkar. Dalam penelusaran Kontan.co.id, setidaknya ada tujuh calon yang bisa ditetapkan pemerintah.
Mereka adalah empat bank Himbara yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). Kemudian, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR), dan PT Bank Mandiri Syariah.
Ketujuh bank ini memiliki kriteria yang ditetapkan sesuai PP 23/2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk penanganan Covid-19: memiliki kepemilikan saham lokal minimum 51%, merupakan kategori bank sehat, dan termasuk dalam 15 bank dengan aset terbesar.
Sementara delapan bank lain yang termasuk dalam kategori 15 bank dengan aset terbesar, kepemilikan lokalnya kurang dari 51%. Adapun dari tujuh kandidat, cuma anggota Himbara dan BCA yang jadi calon kuat.
Bank BJB saat ini tengah merampungkan rencana penggabungan usaha dengan PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS). Presiden Joko Widodo pun sudah meminta Bank BJB membantu likuiditas Bank Banten. Sementara Bank Mandiri Syariah merupakan entitas anak dari Bank Mandiri.
Sumber Kontan sebelumnya menyebut setidaknya kini memang sudah ada tiga bank yang ditetapkan, BRI untuk segmen UMKM, kemudian Bank Mandiri dan BCA untuk debitur perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), dan kredit komersial.
Namun mereka masih enggan mengonfirmasikan ini kepada Kontan.co.id. “Petunjuk pelaksanaannya belum resmi, jangan komentar dulu sebelum pasti,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja.
Sementara dalam diskusi bersama Kompas Group, Senin (11/5) kemarin Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar telah mengakui perseroan memang akan ditunjuk sebagai salah satu bank jangkar.
“Kami berharap likuiditasnya benar-benar dari pemerintah. Karena kami bank besar ini termasuk bank sistemik yang juga harus menjaga likuiditas agar operasional tidak terganggu,” katanya.
Dalam beleidnya, bank jangkar memang akan menampung penempatan dana dari pemerintah dalam bentuk simpanan dana pihak ketiga (DPK). Dana tersebut kelak akan disalurkan kepada bank lain yang menjadi peserta program pemulihan ekonomi nasional menghadapi Covid-19.
Sedangkan bank pelaksanaan atau bank yang dapat memanfaatkan dana likuiditas tersebut diwajibkan juga memiliki kategori sehat, dan memiliki surat berharga negara yang belum direpo maksimum 6% dari total DPK.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam konferensi pers daring bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), kemarin juga menjelaskan dana yang disalurkan dapat menjadi bantalan likuiditas bagi bank yang menyelenggarakan restrukturisasi kepada debitur terimbas Covid-19.
Adapun dari draf Rapat Kerja KSSK dengan Komisi XI DPR yang dihimpun Kontan.co.id, pemerintah telah menyiapkan dana Rp 35 triliun untuk ditempatkan kepada bank jangkar.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai skema bank jangkar memang bakal membantu likuiditas, baik buat bank jangkar sendiri, maupun bank pelaksana. Terutama guna menyeimbangkan neraca keuangan bank saat masa pandemi.
“Di tengah maraknya restrukturisasi, pendapatan bank memang pasti akan menurun. Sementara mereka tetap harus bayar bunga simpanan nasabah. Tambahan likuiditas pasti akan sangat berguna,” katanya kepada Kontan.co.id.
Meski demikian, Hans bilang skema tersebut sejatinya belum cukup untuk membantu pemulihan ekonomi. Perlu ada stimulus langsung kepada pelaku usaha. Ia mencontohkan bagaimana Amerika Serikat memberikan bantuan likuiditas bagi maskapai-maskapai penerbangan.

“Tapi ini juga sulit buat pemerintah yang tidak memiliki data terhadap sektor riil. Belum lagi 57% sektor riil juga didominasi oleh sektor informal yang tidak terakses bank,” sambung Hans.


🍓
JAKARTA – Sebanyak 15 bank dengan aset terbesar ditetapkan sebagai bank peserta yang berfungsi menjadi penyangga dana likuiditas. Bank peserta berfungsi menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang membutuhkan dana untuk restrukturisasi kredit atau pembiayaan, atau memberikan tambahan kredit dan pembiayaan modal kerja. Demikian salah satu substansi penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional. Ini merupakan pelaksanaan pasal 11 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O2O tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. PP tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 9 Mei dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada Senin (11/5/2020). Dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional ini, pemerintah bisa menempatkan dana di perbankan. Penempatan dana ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit modal kerja. Penempatan dana dilakukan kepada bank peserta. Bank peserta merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan paling sedikit 51% saham dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI) dan badan hukum Indonesia. Bank peserta harus merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK dan termasuk dalam kategori 15 bank beraset terbesar. Bank peserta ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan informasi Ketua Dewan Komisioner OJK. Bank peserta berfungsi menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan, atau memberikan tambahan kredit dan pembiayaan modal kerja. Termasuk memberikan tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau BPR Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan. Bank peserta yang bertindak sebagai bank pelaksana menerima dana penyangga likuiditas dari penempatan dana pemerintah. Bank pelaksana harus memiliki kriteria sebagai bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK, memiliki SBN, Sertifikat Deposito Bank lndonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak lebih dari 6% dari dana pihak ketiga. Jika bank peserta mengalami permasalahan dan diserahkan penanganannya kepada LPS, maka LPS mengutamakan pengembalian dana pemerintah.     Sumber : Investor Daily

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "15 Bank Beraset Terbesar Jadi Penyangga Likuiditas"
Penulis: Hari Gunarto
Read more at: http://brt.st/6zJt
🍊

TEMPO.COJakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Total fasilitas pinjaman yang didapat Garuda Indonesia senilai Rp5,74 triliun.  
"Perjanjian pinjaman tersebut ditekan pada 30 April 2020," dikutip berdasarkan keterbukaan informasi yang dilansir Garuda Indonesia, Selasa malam 5 Mei 2020. Ada tiga jenis fasilitas yang diberikan BRI kepada Garuda Indonesia.
Pertama, BRI memberikan fasilitas pinjaman jangka pendek sebanyak-banyaknya US$50 juta dolar AS atau setara Rp754 miliar (Kurs Rp15.088).
Pinjaman jangka pendek ini akan jatuh tempo pada 21 Desember 2020. Atas pinjaman tersebut, Garuda Indonesia dikenakan bunga London Interbank Offered Rate (LIBOR) 1 bulan ditambah 2,85 persen (per tahun).
Kedua, Garuda Indonesia mendapat fasilitas penangguhan jaminan  impor, fasilitas modal kerja impor, dan fasilitas jangka pendek kedua dengan jangka waktu 30 April 2020 hingga 21 Desember 2020.
Fasilitas ini memiliki limit sebanyak Rp2 triliun, termasuk Rp1 triliun yang bisa digunakan oleh PT Citilink Indonesia, anak usaha Garuda. Fasilitas yang termasuk dalam ketentuan modal kerja impor  ini memiliki tingkat suku bunga 9 persen hingga 10,75 persen, tergantung jenis fasilitas.
Ketiga, emiten bersandi saham GIAA itu juga mendapat fasilitas bank garansi atau stand by letter of credit sebesar US$200 juta dolar AS atau setara Rp3,01 triliun. Untuk diketahui, fasilitas ini diberikan dalam denominasi rupiah yang nilainya setara US$200 juta dolar AS.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan pinjaman dari BRI digunakan untuk modal kerja perseroan dan anak usaha untuk menjaga kelancaran penyediaan jasa dan operasional penerbangan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
"Pandemi telah berpengaruh terhadap penutupan rute penerbangan dan penurunan permintaan pasar penerbangan seiring dengan anjuran kewaspadaan dari berbagai negara untuk membatasi bepergian," tulisnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.
Sebelumnya, Garuda Indonesia sudah melakukan penjajakan dengan sejumlah perbankan untuk mendapat dana segar guna melunasi pinjaman jangka pendek yang akan jatuh tempo pada tahun ini.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menegaskan pihaknya masih mengkaji sejumlah opsi untuk pembayaran utang jangka pendek, baik pinjaman bank maupun utang obligasi. Menurutnya, sejauh ini semua opsi masih terbuka.
Semua opsi masih kami buka peluang diskusinya, [opsinya] kan biasa, bisa pelunasan maupun perpanjangan. Sama saja [untuk pinjaman bank dan obligasi],” ujarnya kepada Bisnis.
Untuk diketahui, GIAA memiliki liabilitas jangka pendek yang cukup besar per akhir 2019, totalnya mencapai US$3,25 miliar. Kewajiban jangka pendek itu mendominasi total liabilitas perseroan yang mencapai US$3,73 miliar.
Dari jumlah tersebut, sebanyak US$984,85 juta di antaranya merupakan pinjaman bank. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman bank terafiliasi sebanyak US$540,09 juta dan US$444,75 juta kepada bank pihak ketiga.



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis aturan baru rerkait pemberian bantuan pinjaman likuiditas kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menangani bank gagal.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan dan PMK 33/PMK.010/2020 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Dari Pemerintah Kepada Lembaga Penjaminan Simpanan.
Dalam PMK 38, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa pinjaman yang dimaksud bisa diberikan apabila LPS diperkirakan mengalami kesulitan likuiditas dalam menangani bank gagal.
Apalagi, hal tersebut juga berkaitan dengan kebijakan negara dalam menanggapi dampak negatif dari Covid-19 terhadap perekonomian domestik.
Menurut Ricky Vinando, Praktisi Hukum Universitas Jayabaya justru menyayangkan aturan tersebut, pasalnya mengindikasikan pemerintah justru ingin mengutamakan bailout ketimbang bailin bank jika ada bank gagal atau bank sakit selama pandemi corona.
"Sangat jelas bahwa pemerintah lebih memilih kebijakan bailout daripada bail-in. Padahal harusnya bail in bukan bailout. Karena kalau bailout, uang negara akan keluar lagi, risiko atau potensi terulangnya kasus BLBI dan Bank Century jilid 2 , besar sekali," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (27/4).
Ia juga bilang bahwa publik tentu masih ingat kasus BLBI dan Bank Century yang terjadi karena likuiditas bank-bank yang bermasalah, lalu disuntik likuiditas melalui Bank Indonesia saat itu. Imbasnya, sampai ada yang masuk penjara, sehingga Ia meminta pemerintah jangan sampai mengulang lagi hal tersebut.
Baca Juga: Sri Mulyani siap menerima bantuan dari IsDB
''Kasus Century saat itu diambil alih LPS karena di bailout oleh Bank Indonesia, nantinya bila ada bank yang di bailout selama pandemi corona, bank tersebut pasti akan diambil alih oleh LPS , pemilik bank akan kehilangan bank nya seperti Robert Tantular kehilangan Bank Century,” tambahnya.
Jika LPS sudah mengambil alih sebuah Bank, maka LPS akan menjual bank yang diambil alihnya tadi, seperti kasus Bank Mutiara yang dulu bernama Bank Century, lalu saat dijual LPS, namanya Bank Mutiara lalu diganti nama oleh pembeli bank, menjadi Bank J-Trust Indonesia.
"Padahal sudah ada aturan yang mewajibkan dan mengutamakan pemilik bank atau manajemen bank melakukan bail in jika banknya tidak sehat atau sakit ya bisa dibilang mengarah ke gagal lah, dan itu ditandatangani oleh Presiden Jokowi, aturan ini keluar pada 2016, kalau pemilik bank gagal atau tidak berhasil menyelamatkan bank nya , baru lah bailout oleh negara, jadi bailout itu upaya paling terakhir, bail in paling utama," lanjutnya.
Namun dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 33 /PMK010/2020 memberikan sinyal yang sangat kuat bahwa bailout bank bisa dilakukan jika ada bank sakit di tengah pandemi corona.
''Dalam kondisi begini Bank BUKU I dan BUKU II pasti susah di modal. Bila nanti ada Bank BUKU I dan BUKU II yang di bailout, kepemilikannya bisa beralih ke negara karena ada uang negara yang dipakai untuk menyelamatkan bank,'' tutupnya.


🍇



Jakarta detik
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk telah menyusun dan mengimplementasikan berbagai strategi berkelanjutan agar tetap tumbuh di tengah kondisi pandemi COVID-19. Adapun strategi yang telah disusun oleh Bank BRI salah satunya terkait pengelolaan likuiditas perusahaan.
Direktur Keuangan Bank BRI Haru Koesmahargyo mengungkapkan, perseroan berupaya menjaga likuiditas dalam kondisi ideal, di mana hal tersebut tercermin dari rasio Liquidity Coverage Ratio BRI (LCR) pada Maret 2020 berada di angka ±230%.
"Angka tersebut masih di atas ketentuan OJK yang menetapkan bahwa LCR Bank minimal dijaga sebesar 100," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (21/4/2020).
Haru menjelaskan, BRI akan mendapatkan tambahan likuiditas hingga Rp 17 triliun setelah Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional per tanggal 1 Mei 2020.
"Penambahan ini tentunya akan memperkuat kecukupan likuiditas BRI di tengah kondisi yang menantang," paparnya.
BRI tetap aktif dalam mencari sumber likuiditas lainnya untuk diversifikasi pendanaan baik melalui penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non DPK.
"BRI dapat melakukan akses funding Non DPK jangka pendek seperti repo dan pinjaman antar bank, sementara itu untuk jangka panjang penerbitan obligasi dan pinjaman dapat menjadi pilihan namun tetap dengan memperhatikan biaya yang efisien," pungkasnya.
Pada 12 April yang lalu, perseroan telah membayarkan Obligasi Berkelanjutan II Bank BRI TAHAP II TAHUN 2017 SERI B dengan kupon 8.1% yang jatuh tempo sebesar Rp 1,74 T pada 12 April 2020, dimana likuiditas untuk pembayaran Obligasi tersebut bersumber dari aset likuid BRI (HQLA).
(prf/ega)
🍊


JAKARTA sindonews- Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan (Basel Committee on Banking Supervision/BCBS) yang bermarkas di Swiss, menetapkan hasil penilaian Program Penilaian Konsistensi Peraturan (RCAP/Regulatory Consistency Assessment Program) terhadap regulasi sektor perbankan di Indonesia dengan nilai Compliant (C) untuk kerangka NSFR (Net Stable Funding Ratio) dan Large Exposures (LEx).

Penilaian tersebut merupakan peraihan tertinggi yang dapat diberikan kepada negara yang menjalani RCAP. Nilai tertinggi ini merupakan bukti Indonesia dapat mengimplementasikan standar perbankan internasional, dengan tetap memperhatikan best fit standar tersebut dengan kepentingan nasional.

Untuk kerangka LEx, Indonesia berhasil mempertahankan argumen bahwa pemberian kredit bank dengan pola kemitraan inti-plasma dengan skema perusahaan inti menjamin kredit kepada plasma dapat dikecualikan dari penggolongan kelompok peminjam.



Pengecualian tersebut penting bagi perekonomian nasional karena dapat mempermudah akses petani ke sumber pembiayaan.

"Hasil tersebut membuktikan bahwa regulasi perbankan Indonesia telah sesuai standar perbankan internasional yang berlaku, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap operasional perbankan di Indonesia," ujar Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan, Anto Prabowo di Jakarta, Sabtu (18/4/2020).

Anto melanjutkan hasil itu memberikan kemudahan bagi perbankan Indonesia dalam mengembangkan aktivitasnya maupun dalam bertransaksi secara lintas batas, serta meningkatkan kepercayaan stakeholders, termasuk kepada investor dalam bertransaksi dengan perbankan Indonesia.

Karena terjamin keamanannya dalam melakukan kegiatan operasional yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang sejalan dengan standar perbankan internasional yang berlaku.

"RCAP dilakukan terhadap seluruh negara anggota BCBS (28 yurisdiksi), termasuk Indonesia. RCAP merupakan proses penilaian yang dilakukan oleh BCBS yang dimaksudkan untuk melihat konsistensi regulasi perbankan yang dikeluarkan oleh otoritas suatu negara dengan standar perbankan internasional yang diterbitkan oleh BCBS," pungkasnya.

Sebelumnya, tahun 2016, Indonesia telah menyelesaikan RCAP untuk peraturan terkait permodalan (capital) dan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan memperoleh nilai Compliant (C) untuk RCAP LCR dan Largely Compliant (LC) untuk RCAP Capital.

Hasil RCAP Indonesia tersebut diperoleh dengan perjuangan yang tidak mudah. Persiapan RCAP telah dilakukan sejak tahun 2018, dimulai dengan self-assessment yang bertujuan untuk mengidentifikasi gaps antara kerangka Basel dengan ketentuan yang berlaku. Hasil self-assessment kemudian disampaikan kepada BCBS sebagai acuan untuk pelaksanaan asesmen dengan asesor RCAP.

Dari hasil asesmen tersebut, Indonesia harus melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan OJK No.32/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar agar sejalan dengan standar internasional.

Dengan telah ditetapkannya penilaian RCAP Indonesia, maka regulasi perbankan Indonesia terkait NSFR dan LEx telah sejajar dengan negara-negara anggota BCBS lainnya, seperti Australia dan Republik Rakyat China.


🍓

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 145,30 poin atau 3,14% ke level 4.480,61 pada penutupan perdagangan Kamis (16/4). Penurunan IHSG ini diiringi oleh net sell atau jual bersih asing sebesar Rp 1,19 triliun di seluruh pasar.
Mengutip data RTI, investor asing mengobral saham-saham big caps yang menjadi penggerak IHSG di BEI selama ini. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menjadi saham yang paling banyak dilepas asing dengan nilai Rp 464,69 miliar, sementara Bank Central Asia (BBCA) ada di urutan kedua dengan mencatat net sell Rp 318,21 miliar.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia menilai, tertekannya saham perbankan bukan sesuatu yang mengherankan di tengah kondisi ekonomi yang sedang lesu. Faktor utamanya adalah peningkatan penderita corona di Indonesia masih sangat pesat.
Guna menanggapi pandemi Covid-19, OJK mengeluarkan kebijakan relaksasi dalam POJK Nomor 11/POJK/03/2020 kepada perusahaan pembiayaan. Kebijakan ini sudah mulai diterapkan oleh perbankan. Liza bilang, salah satu bank yang telah menerapkan relaksasi ini adalah BBCA.
Manajemen BBCA mengaku, jumlah debitur yang mengajukan relaksasi kredit terus bertambah setiap harinya, apalagi dengan kemudahan melalui telepon. Liza menambahkan, dampak dari relaksasi kredit ini diprediksi dapat memberatkan kredit perbankan dan berakibat pada peningkatan NPL dan penurunan laba perusahaan.
Terlebih, BI juga menurunkan proyeksi penyaluran kredit menjadi hanya sebesar 6%-8% di tahun 2020. Perlambatan penyaluran kredit akan menghambat kinerja bank karena bank akan kesulitan menyalurkan kredit, padahal bunga kredit merupakan sumber utama pendapatan bank. “Sehingga secara keseluruhan saham perbankan masih akan tertekan,” kata Liza kepada Kontan.co.id, Kamis (16/4).
Dalam riset pada Rabu (15/4), Analis CLSA Sekuritas, Sarina Lesmina dan Handy Noverdanius mengungkapkan, perbankan mulai melakukan restrukturisasi sebagai mitigasi risiko untuk antisipasi dampak dari penyebaran Covid-19.
CLSA memprediksi, perbankan akan kembali pulih apabila pemerintah dapat menahan penyebaran Covid-19 dengan cepat. Saat ini memang saham-saham perbankan diperdagangkan dengan valuasi yang murah. Di tengah kondisi sekarang ini, Sarina menjagokan saham-saham bank yang memiliki kapitaliasasi pasar terbesar seperti BMRIBBCA, dan BBRI.
Sementara itu, Head of Research Analyst FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo melihat saham perbankan seperti BBCABBRIBBNI, dan BMRI masih menarik karena mereka punya struktur modal yang baik, rajin membagi dividen, serta memiliki historis kinerja yang apik.
🍇


KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sejumlah saham perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak terkoreksi dan semakin tertekan pada perdagangan Kamis (16/4).

Saham Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) melemah hingga 5,43% ke harga 2610 per saham, kemudian Bank Central Asia (BBCA) juga minus 4,47% ke level 26200, Bank Mandiri (BMRI) terkoreksi 4,31% menjadi 4210, dan Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) anjlok 5,24% ke harga 3.380.

Analis Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia mengatakan, secara tren memang investor asing terus menjual saham sektor perbankan. Ia menilai, saham perbankan bukan merupakan sektor yang favorable untuk dikoleksi di tengah kondisi ekonomi yang lesu, serta belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan.

Baca Juga: Ini 10 saham net sell terbesar asing pada perdagangan Kamis 16 April 2020

Sentimen yang membuat saham perbankan mengalami tekanan jual cukup besar karena investor khawatir akan potensi Non Performing Loan (NPL) yang meningkat akibat relaksasi kredit yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada bisnis yang terdampak baik secara langsung atau tidak langsung oleh Covid-19.

Apabila dilihat dari proporsinya, Liza merinci, kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) BBCA hanya sekitar 15,04% pada tahun 2019. Adapun, BBRI memiliki porsi penyaluran kredit UMKM mayoritas atau mencapai 61,4%, dan BBNI menyalurkan kredit ke UMKM sebesar 26,7%.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, tingkat risiko dan dampak dari kebijakan relaksasi kredit bisa dilihat dari porsi penyaluran kredit masing-masing perbankan. “Ini menandakan bahwa tingkat risiko dan dampak dari kebijakan relaksasi kredit pada BBCA tidak akan sebesar pada BBNI maupun BBRI,” ujarnya pada Kontan, Kamis (16/4).

Baca Juga: Ini delapan saham net buy terbesar asing pada perdagangan Kamis 16 April 2020

Penyebaran Covid-19 yang masih terus berlanjut dan semakin memburuk masih menjadi pemberat bagi saham-saham bank sehingga investor asing juga melepas kepemilikannya.

Berdasarkan data dari RTI, hari ini BBRI menjadi saham yang paling banyak dilepas asing dengan nilai Rp 464,69 miliar. Sementara itu, saham BBCA berada di posisi kedua yang mencatat net sell sebesar Rp 318,21 miliar.

Head of Research Analyst FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo menilai, salah satu faktor yang membuat asing hengkang karena hari ini diperberat dengan rilis data Survei Perbankan Bank Indonesia.

Yang mana, dalam rilis data tersebut mengindikasikan pertumbuhan triwulanan kredit baru melambat pada triwulan I-2020.

Hal itu tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada triwulan I-2020 sebesar 23,7%, lebih rendah dibandingkan 57,8% pada triwulan I-2019.

Baca Juga: Laba Aneka Tambang (ANTM) turun dalam, begini rekomendasi analis

Wisnu tak dapat menghitung sampai kapan tekanan yang akan dialami oleh perbankan, paling tidak, perbankan akan kembali bangkit setelah pandemic Covid-19 ini berakhir.

Di lain sisi, ia berpendapat, Pemerintah sudah meluncurkan kebijakan-kebijakan relaksasi untuk meminimalisir dampak negatif dari Covid-19 terhadap kondisi ekonomi.

“Misalnya dengan menggratiskan pajak UMKM selama 6 bulan ke depan, diharapkan dapat tetap bertahan,” tambahnya.

Baca Juga: Berikut lima saham top leader dan top laggard IHSG sejak awal tahun


Wisnu menjagokan saham-saham seperti BBCA, BBRI, BBNI, dan BMRI. Menurutnya, saham-saham ini masih menarik karena mereka punya struktur modal yang baik, rajin membagi dividen, serta memiliki historical kinerja yang apik. Yang terang, perbankan bakal menjadi sektor pertama yang bangkit Ketika ekonomi membaik.
🍉



Nilai tukar rupiah dibuka stagnan di level Rp 15.645 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Namun, rupiah berpotensi menguat setelah penambahan injeksi likuiditas oleh Bank Indonesia (BI). Adapun mayoritas mata uang Asia menguat pagi ini. Mengutip Bloomberg, yen Jepang naik 0,16%, dolar Singapura 0,03%, dolar Taiwan 0,21%, won Korea Selatan 0,32% dan peso Filipina 0,04%. Kemudian, yuan Tiongkok juga menguat 0,03% diikuti rupee India 0,02%, ringgit Malaysia 0,15%, dan baht Thailand 0,02%. Hanya dolar Hong Kong  yang terpantau melemah tipis 0,02% terhadap dolar AS. 
(Baca: BI Suntik Lagi Likuiditas ke Perbankan Rp 117 T Lewat Penurunan GWM) 
Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan, upaya BI dalam menerapkan beberapa kebijakan baru seperti menambah suntikan likuiditas atau quantitative easing  mampu mendorong masuknya valuta asing dan aliran modal (capital inflow). "Ini berkontribusi positif terhadap pergerakan nilai tukar rupiah dan pasar keuangan domestik," kata Josua kepada katadata.co.id, Rabu (15/4). BI kembali menurunkan giro wajib minimum dan membebaskan kewajiban tambahan giro terkait pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial atau RIM perbankan. Dengan kebijakan baru tersebut, likuiditas perbankan akan bertambah sekitar Rp 117 triliun. Tambahan likuiditas tersebut terdiri atas Rp 102 triliun yang berasal dari penurunan GWM dan Rp 15,8 triliun dari pembebasan ketentuan RIM. (Baca: BI Diprediksi Tahan Bunga Acuan demi Jaga Rupiah ) Selain sentimen dari dalam negeri, Josua mengungkapkan sentimen di pasar saham Amerika Serikat tadi malam juga cukup positif. "Sehingga adanya sentimen tersebut akan membatasi potensi pelemahan rupiah," ujar dia. Sedangkan terkait potensi penurunan surplus neraca perdagangan, dia memperkirakan tak akan berdampak signifikan terhadap pergerakan rupiah. Dengan sejumlah  sentimen tersebut, dia pun memperkirakan kurs rupiah terhadap dolar pagi ini akan bergerak di rentang Rp 15.500 - 15.700 per dolar AS.

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Pasar Respons Positif Tambahan Likuiditas BI, Rupiah Dibuka Stagnan" , https://katadata.co.id/berita/2020/04/15/pasar-respons-positif-tambahan-likuiditas-bi-rupiah-dibuka-stagnan
Penulis: Agatha Olivia Victoria
Editor: Ekarina
🍈


JAKARTA, investor.id -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) bergerak cepat mengimplementasikan kebijakan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran Covid-19. Perseroan menyiapkan empat skema dalam memetakan usaha nasabah untuk dilakukan restrukturisasi pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
 Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, skema pertama yakni bagi nasabah UMKM yang mengalami penurunan omzet hingga 30% dilakukan restrukturisasi biasa, yakni penurunan bunga dan penundaan angsuran. Skema kedua, untuk nasabah UMKM yang mengalami penurunan omzet penjualan antara 30-50% maka akan dilakukan penundaan angsuran pokok, tetapi bunga diturunkan dan tetap dibayarkan. "Bila penurunan omzet mencapai 50-75% skema ketiga yaitu baik bunga maupun pokok ditunda selama 6 bulan dan tidak perlu dibayarkan dahulu. Skema terakhir, bila omzet menurun lebih dari 75% baik bunga maupun pokoknya ditunda pembayarannya selama 1 tahun," jelas Sunarso, Senin (13/4).
 Sunarso mengungkapkan, skema yang diberikan oleh BRI, dalam pelaksanaannya perseroan sudah menyediakan formulir secara online agar diisi oleh nasabah dan bisa diajukan oleh nasabah supaya memudahkan. Nasabah bisa mengisi dan mengajukan penurunan omzetnya pada skema ke berapa, selanjutnya menyerahkan kepada bank untuk melakukan penilaian terhadap kondisi usaha dan menetapkan skema yang cocok.
Hingga saat ini sudah banyak pelaku UMKM yang mengajukan relaksasi. Meski demikian kebijakan merelaksasi kredit akan dijalankan BRI sesuai dengan ketentuan. "Tercatat mulai dari 16 Maret hingga 31 Maret 2020 BRI telah melakukan restrukturisasi terhadap lebih dari 134 ribu pelaku UMKM dengan portofolio Rp 14,9 triliun," ucap dia. Sunarso juga menegaskan bahwa BRI sudah jelas berkomitmen untuk mengimplementasikan kebijakan pemerintah dan implementasinya menjadi domain bank untuk melakukan penilaian terlebih dahulu. "Oleh karena itu mohon kiranya masyarakat juga tahu dan terinformasi bahwa kami sudah melakukan pemetaan dan kriterianya maka kemudian tidak semuanya serta merta dibebaskan (pembayaran). Tergantung, kalau sejatinya masih mampu kenapa minta pembebasan dan tolong yang masih mampu bisa membantu yang lain yang benar-benar tidak mampu, sehingga anggaran yang digunakan benar-benar bisa terpakai untuk yang berhak," tutur Sunarso. Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "BRI Siapkan Empat Skema Restrukturisasi Kredit" Penulis: Nida Sahara Read more at: https://investor.id/finance/bri-siapkan-empat-skema-restrukturisasi-kredit
🍉
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Di tengah pandemi virus corona (Covid-19), ada dua sektor yang menopang bisnis perbankan.
Hal ini diungkapkan oleh Ekonom Senior Indef Aviliani.
Aviliani menjelaskan, dengan kondisi ekonomi saat ini, pertama yang disorot adalah permintaan terhadap barang dan jasa itu menurun.
"Tapi, ada juga yang sektor yang meningkat sebenarnya adalah sektor kesehatan. Kemudian sektor yang berkaitan dengan pangan itu naik karena orang konsumsinya itu double, kemudian membeli vitamin begitu banyak," ujarnya saat teleconference di Jakarta, kemarin petang.
Sementara, ia menyampaikan, ada usaha yang mengalami penurunan, namun tidak signifikan yakni sektor pengangkutan barang.
"Itu mengalami masalah karena harus mengurangi produksi, selain mereka juga susah untuk mendapatkan bahan baku dari impor. Kita tergantung dari Cina cukup besar, nah mereka juga membuat satu kebijakan tidak bisa mengangkut barang ke luar negeri pada saat itu dan itu juga akan kena imbasnya," kata Aviliani.
Adapun kalau masalah penanganan Covid-19 ini tidak selesai dalam tiga bulan maka harus ada kebijakan tambahan dari pemerintah.
"Pengusaha itu bilang kalau 3 bulan kita tidak kuat, itu artinya bahwa setelah Juni ini harus ada kebijakan-kebijakan yang mampu menahan supaya masyarakat kita nggak kelaparan. Masyarakat kita ini agar tetap bisa mendapatkan pendapatan," pungkasnya.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ekonom Sebut Ada 2 Sektor yang Topang Bisnis Perbankan di Tengah Pandemi Covid-19.



Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Ekonom Ungkap Ada Dua Sektor yang Topang Bisnis Perbankan di Tengah Pandemi Covid-19, Apa Saja?, https://manado.tribunnews.com/2020/04/11/ekonom-ungkap-ada-dua-sektor-yang-topang-bisnis-perbankan-di-tengah-pandemi-covid-19-apa-saja.

Editor: Isvara Savitri


🍉

Bisnis.com, JAKARTA – Mirae Asset Sekuritas menaikan rekomomendasi atas saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) atau BBRI dari hold menjadi buy.
Lee Young Jun, Mirae Asset Sekuritas menuturkan pihaknya melihat laju pertumbuhan laba BBRI akan tetap lamban pada tahun-tahun mendatang. Pasalnya perusahaan dibayangi biaya provisi yang lebih tinggi.
Berdasarkan laporan pendapatan perseroan per Februari 2020, bank yang kuat dengan pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah itu baru membukukan pendapatan sebesar Rp2,59 triliun. Menurun 0,5 persen secara tahunan (y-o-y) atau turun 1,6 persen dibanding Januari lalu (m-t-m). Meski begitu, Sepanjang tahun berjalan (y-t-d), bank pelat merah tersebut sudah mencatatkan pendapatan Rp5,23 triliun, naik 2,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan kondisi ini, maka jika dibuatkan estimasi tahunan, BBRi diperkirakan akan tetap tumbuh solid dengan pertumbuhan pendapatan 14,4. Jumlah pendapatan ini diperkirakan disumbang dari kenaikan pendapatan non-bunga sebesar 43,6 persen dan peningkatan pendapatan bunga bersih 5,9 persen.
“Hal ini sudah cukup membuat Mirae Asset Sekuritas merevisi rekomendasi dari hold (tahan) menjadi buy (beli) saham BBRI dengan target harga Rp4.020,” ulas Young dalam riset yang dirilis Jumat, (3/4/2020).
Dengan target ini, maka Mirae memperkirakan P/B BBRI mencapapi 2,1 kali estimasi BPS selama 12 bulan ke depan. Meski merekomendasikan buy, Young memberikan sejumlah catatan atas risiko yayng mungkin muncul seperti intervensi pemerintah yang tidak menguntungkan, wabah virus corona atau Covid-19 yang berkepanjangan dan  pengetatan likuiditas di pasar yang dapat menekan perusahaan.
Mirae mencatat pertumbuhan pinjaman BBRI secara tahunan meningkat 7,1 persen dengan pertumbuhan deposito pun ikut naik 12,1 persen. Meski begitu sejak 2019, BBRI telah memangkas suku bunga deposito berjangka sebesar 50bps, sementara suku bunga simpanan khusus menyusut karena suku bunga yang lebih rendah.
Seiring pemangkasan suku bunga deposito, BBRI juga menurunkan suku bunga pinjaman komersial kecil namun masih mempertahankan suku bunga pinjaman lainnya. Young menilai dibandingkan dua bank pelat merah lainnya yakni Bank  Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Mandiri (BMRI), Mirae menilai BBRI memiliki daya tahan yang lebih tinggi. Manajemen juga tampak cukup percaya diri di segmen mikro karena peminjam mikro BBRI masih mampu bertahan di kondisi sulit seperti wabah saat ini.
Disebutkan, 33,3 persen dari peminjam segmen mikro bekerja di sektor pertanian, dan sisanya bergerak di sektor kebutuhan dasar. Meski tetap terpapar risiko, BBRI berencana untuk menawarkan relaksasi tenggang waktu kepada peminjam segmen mikro yang akan terkena dampak tanpa meningkatkan risiko dengan menyalurkan pinjaman baru. Sedangkan untuk segmen KUR (Kredit Usaha Rakyat), BBRI masih menunggu keputusan pemerintah.
Terakhir, BBRI memiliki eksposur pinjaman valas sebesar 11 persen yang terdiri dari 50 persen ekspor dan 50 persen impor. Young meyakini depresiasi rupiah kemungkinan besar mempengaruhi 50 persen importir. Tetapi karena 70 persen importir adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sekuritas percaya bahwa pinjaman dengan risiko jangka menengah relatif kecil.


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) akan membagikan dividen tunai Rp 4,83505 per saham dari laba tahun buku 2019 lalu. Total dividen yang dibagi mencapai 20% dari laba bersih Bank Maybank sepanjang tahun lalu.
Total dividen yang dibayarkan oleh Bank Maybank akan mencapai Rp 368,50 miliar dari laba bersih tahun lalu yang mencapai Rp 1,84 triliun.
Berdasarkan pengumuman Bank Maybank, Kamis (2/4), berikut adalah jadwal pembagian dividen BNII:
  • Cum dividen di pasar reguler dan pasar negosiasi: 7 April 2020
  • Ex dividen di pasar reguler dan pasar negosiasi: 8 April 2020
  • Cum dividen di pasar tunai: 9 April 2020
  • Ex dividen di pasar tunai: 13 April 2020
  • Recording date (tanggal pencatatan): 9 April 2020
  • Pembagian dividen tunai: 29 April 2020
Pembagian dividen BNII ini telah mengantongi persetujuan pemegang saham pada rapat umum pemegang saham tahunan pada 30 Maret 2020 lalu. Bank Maybank akan menggunakan 5% laba tahun lalu untuk dana cadangan umum. Sedangkan sebesar 75% ditetapkan sebagai laba ditahan.


Dengan besaran dividen per saham tersebut, yield dividen BNII mencapai 3,38%. Kamis (2/4) pukul 11.30 WIB, harga saham BNII berada di Rp 43 per saham, naik 2,88% dari harga penutupan kemarin.
🍒

JAKARTA, investor.id - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menghadapi sentimen negatif perlambatan ekonomi global yang dipicu oleh pandemi Virus Korona (Covid-19). Kondisi ini bakal mengakibatkan perlambatan permintaan kredit. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sejumlah emiten bank diprediksi meningkat Analis Maybank Kim Eng Sekuritas Rahmi Marina mengungkapkan, peluang pelemahan permintaan kredit dipengaruhi oleh perkiraan penurunan konsumsi dan aktivitas bisnis setelah ekonomi global terpengaruh pandemi Covid-19. 
Permintaan kredit ekspansi BRI juga diasumsikan lebih rendah tahun ini dan pemulihan diperkirakan cenderung mendatar hingga tahun depan. 
Berdasarkan perhitungan Maybank Kim Eng Sekuritas bahwa rata-rata pertumbuhan kredit PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) diperkirakan sebesar 7,5% tahun ini dibandingkan realisasi tahun lalu sekitar 8,8%. Kondisi tersebut bisa berimbas pada pemangkasan target pertumbuhan laba emiten perbankan berkisar 1-16% tahun ini. 
“Meski demikian, berdasarkan hasil uji coba dengan skenario perlambatan ekonomi tersebut, BRI kemungkinan menjadi bank yang terdampak paling minim di antara sejumlah bank besar yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI),” tulis Rahmi dalam risetnya, baru-baru ini. Bank BRI. Foto ilustrasi: DAVID Dia menegaskan, meski sektor bank terimbas sentimen negatif akibat pandemi Covid-19, BRI diperkirakan menjadi bank dengan daya tahan paling kuat karena perseroan didukung oleh tingkat margin bunga bersih (net interest margin/NIM) paling besar yang bisa mengabsorpsi kenaikan biaya kredit. Hal ini mendorong Maybank Kim Eng Sekuritas hanya sedikit menurunkan proyeksi pertumbuhan laba bersih BRI tahun ini menjadi Rp 38,55 triliun dari perkiraan semula Rp 39,06 triliun dan pencapaian tahun 2018 yang senilai Rp 34,37 triliun. Pendapatan operasional diharapkan meningkat dari Rp 111,23 triliun menjadi Rp 119,35 triliun tahun ini. Revisi target laba bersih tersebut telah memperhitungkan asumsi revisi turun proyeksi pertumbuhan kredit BRI tahun ini dari 9,6% menjadi 6,7%. Begitu juga dengan rasio NPL kotor direvisi turun dari semula 2,6% menjadi 3% sepanjang 2020. “Meskipun BRI tercatat sebagai bank dengan manajemen risiko paling baik, bank pelat merah diperkirakan tidak bisa terhindar dari peluang kenaikan NPL dari kredit korporasi swasta, kredit komersial, dan usaha kecil. Ketiga segmen tersebut menyumbang sebesar 35,5% dari total kredit perseroan. Oleh karena itu, gross NPL BRI direvisi naik sekitar 40 basis poin menjadi 3% tahun ini,” ungkap Rahmi. Berbagai faktor tersebut mendorong Maybank Kim Eng Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli saham BBRI dengan target harga Rp 3.900. Target harga tersebut direvisi turun dari perkiraan semula Rp 4.000. Penurunan itu didasari oleh revisi turun perkiraan kinerja keuangan perseroan tahun ini. Mesin ATM Bank BRI. Foto: DAVID Sementara itu, analis Trimegah Sekuritas Rifina Rahisa dan Willinoy Sitorus sebelumnya mengungkapkan, pencapaian kinerja keuangan BRI sepanjang 2019 sudah sesuai ekspektasi sejumlah analis. Sedangkan pertumbuhan tahun ini diharapkan lebih pesat ditopang oleh ekspektasi pertumbuhan kredit lebih pesat dan ekspektasi peningkatan margin perseroan. BRI membukukan kenaikan laba bersih sebesar 6,15% menjadi Rp 34,41 triliun pada 2019. Pertumbuhan laba tersebut didorong oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/ NII) yang sebesar Rp 81,71 triliun, tumbuh 5,2% (yoy). Kemudian, pendapatan berbasis komisi (fee based income/ FBI) tumbuh 20,1% (yoy) mencapai Rp 14,29 triliun. Dengan pertumbuhan FBI yang signifikan tersebut membuat rasio fee based terhadap total pendapatan mencapai 10%. Sedangkan faktor pendorong FBI berasal dari inovasi produk dan layanan, yaitu agen BRILink. Sebelumnya, manajemen BRI menyebutkan bahwa perlambatan pertumbuhan laba perseroan tahun lalu dipicu pelemahan hampir di semua indikator, seperti pertumbuhan kredit industri hanya 6,08%, sementara perseroan mampu tumbuh 8,44% jauh di atas industri. Adapun menurut Rifina dan Willinoy, realisasi pertumbuhan laba bersih BRI sudah sesuai dengan ekspektasi. “Perolehan laba bersih tersebut setara dengan 97,5% dari target yang telah kami tetapkan. Sedangkan berdasarkan konsensus analis, perolehan tersebut setara dengan 99,1%,” tulis Rifina dan Willinoy dalam risetnya. Pihaknya juga mengungkapkan kewajaran penurunan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perseroan menjadi 6,7% pada kuartal IV-2019 dibandingkan kuartal III-2019 yang mencapai 7%. Penurunan tersebut dipengaruhi atas ketatnya kompetisi bunga kredit di beberapa segmen. “Kami berharap NIM dalam jangka menengah kembali meningkat didukung kredit ke segmen ultra-mikro dengan imbal hasil yang sangat tinggi,” terangnya. Trimegah Sekuritas juga memberikan apresiasi terhadap BRI atas keberhasilannya mencetak pertumbuhan pendapatan berbasis komisi lebih tinggi, dibandingkan pendapatan bunga. Trimegah Sekuritas menyebutkan bahwa salah satu pendongkrak pertumbuhan fee base income berasal dari BRILink dan pertumbuhannya diharapkan terus berlanjut ke depan. Terkait kinerja keuangan tahun ini, Trimegah Sekuritas menyebutkan bahwa BRI diperkirakan lanjutkan pertumbuhan tahun ini. Ditargetkan laba bersih mencapai Rp 41,98 triliun dan PPOP diharapkan meningkat menjadi Rp 71,99 triliun sepanjang tahun ini. Tercapainya kinerja keuangan BRI sesuai ekspektasi mendorong Trimegah Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli saham BBRI dengan target harga Rp 5.400. Target tersebut juga mempertimbangkan kualitas aset perseoran yang baik dan ekspektasi berlanjutnya penurunan tingkat suku bunga perbankan. Sumber : Investor Daily

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Dampak Pandemi Virus Korona, Daya Tahan BRI Paling Kuat"
Penulis: Parluhutan Situmorang
Read more at: https://investor.id/market-and-corporate/dampak-pandemi-virus-korona-daya-tahan-bri-paling-kuat


🍇

JAKARTA, Investor.id -  PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) melalui rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) menyetujui pembagian dividen tunai senilai Rp 368,5 miliar atau sebesar Rp 4,83 per saham. Dividen ini berasal dari perolehan laba 2019 yang mencapai Rp 1,8 triliun. Presiden Direktur Bank Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan, RUPST tersebut digelar 30 Maret 2020 dan dilakukan dengan mematuhi imbauan pemerintah dalam mencegah penyebaran Covid-19. Pemegang saham, undangan dan semua pihak yang secara fisik menghadiri RUPST diminta untuk mematuhi langkah-langkah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Hal ini dilakukan dengan menyediakan hand-sanitizer, menjaga jarak aman danmewajibkan peserta untuk mengenakan masker selama RUPST. Dalam RUPST tersebut, perseroan menyetujui dan mengesahkan laporan keuangan dan laporan laba dan rugi konsolidasi tahun buku 2019. Adapun, nilai laba bersih yang disetujui adalah sebesar Rp 1,8 triliun. Selain itu, RUPST menyetujui penggunaan 5% dari laba bersih atau Rp 92,12 miliar sebagai cadangan umum. Sementara sebesar 20% dari laba bersih akan dibagikan sebagai dividen tunai dengan total maksimal sebesar Rp 368,5 miliar atau sebesar Rp 4,83 per saham. Sedangkan, sisanya sebesar 75% atau Rp 1,38 triliun ditetapkan sebagai laba ditahan. Lebih lanjut, RUPST juga telah menerima laporan realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum yang dilakukan pada 2019. Hasil penawaran umum tersebut terdiri dari dana hasil Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan II Tahap IV Tahun 2019 sebesar Rp 638,32 miliar dan dana hasil Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan III Tahap I Tahun 2019 sebesar Rp 995,01 miliar. "Seluruh dana hasil penawaran obligasi telah digunakan untuk pengembangan usaha, terutama untuk penyaluran kredit dan mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan," kata Taswin berdasarkan keterangan tertulis pada Selasa, (31/3). RUPST juga menerima pengunduran diri Jenny Wiriyanto dan Eri Budianto selaku direktur perseroan. Kemudian, RUPST menyetujui penunjukkan Steffano Ridwan dan Ricky Antariksa sebagai direktur perseroan serta Mohammad Bagus Teguh Prawira sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah. "Keputusan ini berlaku efektif setelah diperolehnya persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sampai dengan penutupan RUPST 2023," kata Taswin. Sumber : Investor Daily

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Bank Maybank Bagikan Dividen Rp 368,5 Miliar"
Penulis: Gita Rossiana
Read more at: https://investor.id/market-and-corporate/bank-maybank-bagikan-dividen-rp-3685-miliar
🍉

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyebaran virus corona yang mengganggu sejumlah aktivitas ekonomi secara global sudah berdampak terhadap sebagaian besar transaksi perbankan, termasuk dari bisnis pengelolaan kas atau cash management.
Kendati begitu, dampaknya dalam dua bulan pertama belum signifikan dan transaksi pengelolaan kas sejumlah bank masih tetap tumbuh.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) misalnya masih menjalankan transaksi pengelolaan kas sesuai dengan rencana yang telah ditentukan selama dua bulan pertama tahun ini. Total transaksinya mencapai 30 juta dengan Fee based Income sebesar Rp 18,7 Miliar atau tumbuh 30% secara year on year (YoY).
Pemimpin Divisi Jasa Transaksional BNI Agung Kurniawan mengatakan, jumlah transaksi tersebut juga masih terus naik. Menurutnya, perlambatan ekonomi dengan tambahan tekanan adanya virus Corona memang mempengaruhi bisnis pengelolaan kas BNI tetapi belum terlalu besar.
"Kami sudah merencanakan beberapa solusi dan fitur baru yang menyasar segmen digital yang bisa ditransaksikan secara mobile, sehingga harapannya nasabah tetap bisa bertransaksi dengan nyaman dan meminimalisir kekhawatiran penyebaran virus corona," kata Agung pada KONTAN, Jumat (15/3).
Meskipun tantangan perlambatan ekonomi yang ada saat ini, BNI masih optimis bisa mencapai target transaksi cash managemen 135 juta dengan volume sebesar Rp 3,350 triliun serta menorehkan pendapatan fee tumbuh 10%. Strategi BNI capai target tersebut dengan meningkatkan fokus pada peluang-peluang bisnis pengelolaan kas nasabah segmen menengah di wilayah-wilayah dan peluang melakukan digitalisasi layanan publik.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga masih menorehkan pertumbuhan Cash Management System BRI (CMS BRI). Transaksinya meningkat hampir 100% dari 2,5 juta pada Februari 2019 menjadi sekitar 6 juta transaksi pada Februari 2020.
Direktur Hubungan Kelembagaan dan BUMN Agus Noorsanto bilang, tekanan virus Corona memang mulai berdampak pada sebagian besar transaksi di perbankan tetapi pada transaksi CMS BRI awal tahun ini masih belum ada penurunan signifikan.
Untuk mengantipasi perlmabtan ekonomi, BRI akan menfokuskan dan mengoptimalkan cash management dari transaksi dari restrukturisasi rekening pengeluaran kementrian dan lembaga. Tahun ini, BRI menargetkan transaksi cash management 66 juta dengan volume Rp 3.000 triliun serta membukukan pendapatan fee Rp 141,5 miliar.
"Kami masih optimis target yang sudah dipasang bisa dicapai dengan peningkatan utilisasi fitur CMS BRI terutama fitur Liquidity Management. Adapun pendapatan dari bisnis ini dua bulan pertama masih tumbuh namun tidak terlalu besar," kata Agus.
Sedangkan Bank Mandiri mencatatkan jumlah transaksi cash management 66 juta dua bulan pertama atau tumbuh 45% YoY dengan volume Rp 1567 Triliun atau tumbuh 19% YoY. Dari situ, perseroan membukukan fee based income Rp 18,7 miliar atau tumbuh 1% YoY.
SVP Transaction Banking Wholesale Sales Bank Mandiri Tri Nugroho mengatakan, dengan berhasilnya menorehkan pertumbuhan di tengah melambatnya ekonomi, Bank Mandiri masih optimis bisa mencapai target transaksi cash management tumbuh 26,1% dengan fee based income naik 20% tahun ini.

Untuk mencapai itu, Bank Mandiri akan melakukan partnership dengan pihak ketiga untuk mempermudah akuisisi nasabah dan meningkatkan utilisasi layanan cash management, serta melakukan intensifikasi pemasaran product dengan mekanisme bundling.
🍈

Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2020, sebesar USD 130,4 miliar. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2020 sebesar USD 131,7 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko, mengatakan posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tulis Onny dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (6/3).
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Penurunan cadangan devisa pada Februari 2020 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik," kata Onny.
🍉



JAKARTA sindonews - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi bulan Februari 2020 tercatat sebesar 0,28%. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan Februari 2019 terjadi deflasi -0,08% sedangkan dibandingkan periode Januari 2020 lebih rendah yang mencapai 0,32%.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Yunita Rusanti merinci dengan angka inflasi 0,28 maka inflasi tahun kalender adalah 0,66%. Sementara inflasi year on year (yoy) sebesar 2,98%.

"Beberapa harga beberapa komoditas menyumbang inflasi. Sehingga inflasi tahun kalender mencapai 0,66% dan inflasi secara year on year 2,98%," ujar Yunita di Jakarta, Senin (2/3/2020).



Dia mengatakan, pihaknya telah melakukan pemantauan di 90 kota dan hasil pemantauan BPS menyatakan bahwa terjadi perkembangan harga di berbagai komoditas pada Februari 2020. Lebih lanjut terang dia dari 90 kota yang dipantau BPS, 73 kota mengalami inflasi dan17 kota mengalai deflasi. "Dari 90 kota IHK 73 kota mengalami inflasi 17 kota mengalami deflasi ini cukup stabil," katanya

Sambung dia mengungkapkan, inflasi tertinggi Sintang mencapai 1,21% lalu inflasi rendah ada di pare-pare yang mencapai 0,02%. Sementara deflasi tertinggi di Tanjung Pandang dan deflasi terendah di Padang Simpuan. "Deflasi tertinggi itu Tanjung Pandan yang mencapai -1,20%. Lalu deflasi terendah di Padang Simpuan 0,01%," jelasnya.
🍉

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) memperbarui besaran dividen per saham yang akan dibagikan pada para pemegang saham. Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (28/2), BBRI akan membagikan dividen sebesar Rp 168,20 per saham.
Angka dividen ini lebih besar ketimbang patokan awal sebelumnya Rp 168,11 per saham. Emiten bank pelat merah ini akan membagikan dividen total Rp 20,63 triliun kepada para pemegang saham. Total dividen yang dibagi ini setara dengan 60% dari laba tahun buku 2019.
Berikut adalah jadwal pembagian dividen BRI:
  • Cum dividen di pasar reguler dan pasar negosiasi: 26 Februari 2020
  • Ex dividen di pasar reguler dan pasar negosiasi: 27 Februari 2020
  • Cum dividen di pasar tunai: 28 Februari 2020
  • Ex dividen di pasar tunai: 2 Maret 2020
  • Recording date: 28 Februari 2020
  • Pembayaran dividen: 18 Maret 2020
Pembagian dividen ini telah mengantongi restu rapat umum pemegang saham tahunan BBRI pada 18 Februari 2020. BRI akan menggunakan sisa laba yang sebesar 40% atau Rp 13,75 triliun sebagai saldo laba ditahan.
Dengan harga saham BBRI pada tanggal cum dividen di pasar tunai pada 28 Februari sebesar Rp 4.190 per saham, maka yield dividen BBRI sebesar 4,01%.
🍒

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR)terus mengalami penurunan sejak awal tahun sejalan dengan turunnya bunga acuan Bank Indonesia (BI). Ini menunjukkan bahwa kondisi likuiditas perbankan sudah semakin longgar.
Berdasarkan data BI, rata-rata suku bunga JIBOR yang digunakan sebagai benchmark bunga pasar uang antar bank per 25 Februari 2020 untuk satu minggu 4,84% atau turun 0,2% sejak awal tahun, bunga satu bulan turun 0,36% jadi 5,06%, untuk tiga bulan turun 0,37% jadi 5,13%, enam bulan turun 0,31% jadi 5,34% dan untuk 12 bulan turun 0,34% jadi 5,52%.
Sementara suku bunga Indonesia Overnight Index Average (INDONIA) atau suku bunga pasar antar bank (PUAB) ada di level 4,56% atau turun 0,24% sejak awal tahun. Ini merupakan salah satu indikasi likuiditas perbankan.
Menurut Haru Koesmahargyo Direktur Keuangan BRI, penurunan JIBOR ini berdampak positif terhadap perbankan, khususnya pada penurunan biaya dana (cost of fund/COF) instrumen pinjaman antar bank. "Kami juga melihat tren penurunan JIBOR tersebut juga sebagai indikasi mulai membaiknya likuiditas bank," katanya pada Kontan.co.id, Selasa (25/2).
Kondisi likuiditas BRI di awal 2020 juga sedikit membaik. Loan to deposit rasio (LDR) bank ini terjaga di level 90,42% di awal tahun ini, turun dari 91,23% pada Januari 2019. Hal itu tidak terlepas dari kebijakan stimulus BI yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 bps secara keseluruhan di tahun 2019 dan 25 bps tahun 2020
Sementara bagi nasabah, kata Haru, penurunan JIBOR akan berdampak langsung pada debitur dengan suku bunga floating yang saat ini komposisinya sekitar 14% dari total kredit BRI dan mayoritas ada di segmen korporasi.
Sejalan dengan mulai melonggarnya likuiditas tersebut, BRI akan mengkaji peluang penurunan suku bunga tahun ini. Hanya saja, Haru tidak memberi target berapa besar bunga kredit akan dipangkas.
Haryono Tjahrijadi, Presiden Direktur Bank Mayapada memandang, penurunan JIBOR merupakan transmisi dari kebijakan bank sentral di kawasan regional yang telah memangkas suku bunga.
Menyusutnya JIBOR diharapkan diteruskan pada penurunan suku bunga dana dan pada akhirnya bunga kredit juga bisa dipangkas lebih cepat. "Penurunan bunga kredit akan jadi insentif bagi dunia usaha mengingat faktor virus corona yang telah mengganggu pertumbuhan ekonomi," tambahnya.
Likuiditas Bank Mayapada saat ini semakin longgar dengan posisi LDR sekitar 88,89%. Bank ini memprediksi penurunan bunga kredit akan butuh waktu sekitar 1-3 bulan sejak penyesuaian suku bunga dana.
Senada, Rully Nova Perwakilan manajemen sekaligus Tim Analis Bank Woori Saudara mengatakan, penurunan JIBOR merupakan indikasi bahwa transmisi bauran kebijakan dan instrumen moneter BI dalam pendalaman pasar keuangan berjalan baik.
Selain itu, dia menilai penurunan itu juga disebabkan oleh kredit yang masih melambat. Namun menurut Rully, turunnya JIBOR tersebut belum banyak mempengaruhi bunga kredit karena ekpektasi risiko kredit ke depan masih sangat tinggi

Sementara Fauzi Ichsan, Ekonom Senior memprediksi kondisi likuiditas perbankan akan semakin longgar ke depan. Rendahnya suku bunga global dan ditambah dengan kebijakan BI memangkas suku bunga acuan pekan lalu ke level 4,75% berdampak pada suku bunga di pasar sehingga mendorong likuiditas. "Penurunan bunga acuan akan memberikan ruang bagi LPS turunkan bunga penjaminan," ujarnya.

🍈


JAKARTA - Upaya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong kenaikan nilai dividen emiten BUMN akan menarik minat investor untuk kembali mengoleksi saham-saham emiten pelat merah. Selain dapat mendongkrak harga saham BUMN, kebijakan itu bisa mengerek naik indeks harga saham gabungan (IHSG), mengingat sebagian emiten milik negara merupakan emiten berkapitalisasi besar (big cap).  
Valuasi yang rendah juga membuat saham emiten BUMN sangat atraktif. Emiten BUMN yang masuk top 10 market cap, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) memiliki price to earning ratio (PER) masing-masing 16,18 kali, 16,66 kali, 13,41 kali, dan 9,42 kali. 
Pada 21 Februari 2020, market cap BBRI mencapai Rp 550,72 triliun, TLKM Rp 365,53 triliun, BMRI Rp 364,97 triliun, dan BBNI Rp 143,54 triliun. 
Valuasi BUMN karya tak kalah atraktif. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) kini memiliki PER 10 kali dan 11,26 kali. Rendahnya PER emiten-emiten BUMN selaras dengan kinerja harga sahamnya. 
Dalam setahun terakhir (21 Februari 2019 - 21 Februari 2020), harga saham 34 emiten BUMN, anak BUMN, dan emiten terafiliasi hampir seluruhnya turun. 
Hanya empat emiten yang harga sahamnya naik, yaitu BBRI, BMRI, WIKA, dan anak perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Tugu Pratama Tbk (TUGU). 
Emiten Bank BUMN 
Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma mengungkapkan, jika ada potensi kenaikan valuasi, saham emiten bank BUMN adalah yang berpeluang besar mengangkat pasar saham secara keseluruhan. Soalnya, saham BBRI, BMRI, dan BBNI masuk daftar 10 emiten berkapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). “Tiga bank BUMN masuk top 10 market cap, dan dua di antaranya kerap berada di nomor posisi dua dan tiga,” kata Suria Dharma kepada Investor Daily di Jakarta, Sabtu (22/2). 
Data BEI menunjukkan, saham BBRI dan BMRI sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) memberikan bobot leader terhadap IHSG masing-masing sebesar 11,7 poin dan 9,0 poin. 
Bank Mandiri telah memutuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp 16,49 triliun kepada pemegang saham, atau sekitar 60% dari total laba bersih 2019. Rasio itu lebih tinggi dibanding rasio pembagian dividen tahun sebelumnya sebesar 45%. 
Di sisi lain, Bank BRI juga menetapkan pembagian dividen sebesar Rp 20,6 triliun, atau 60% dari laba bersih 2019. Tahun lalu, rasio pembagian dividen perseroan mencapai 50%. 
Sedangkan Bank BNI akan membagikan dividen Rp 3,85 triliun setara 25% dari laba bersih 2019. Rasio dividen BNI tahun ini tak berubah dari tahun silam. 
Selain bank, menurut Suria Dharma, emiten tambang, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), biasanya memiliki imbal hasil dividen (dividend yield) yang tinggi dan mampu menarik minat investor. Tahun lalu, rasio dividen Bukit Asam mencapai 75% dari laba bersih. 
Suria menambahkan, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan TLKM pun kini berada pada level yang menarik lantaran saham-saham tersebut sudah terkoreksi banyak. 
Secara terpisah, Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan menjelaskan, sentimen dari pembagian dividen emiten biasanya hanya bersifat sementara terhadap IHSG. “Tentunya kebijakan Kementerian BUMN dalam meningkatkan dividen emiten BUMN perlu mempertimbangkan kemampuan masing-masing emiten,” ujar dia. Alfred mengemukakan, saham-saham emiten BUMN yang mayoritas mengalami koreksi saat ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah. Apalagi saham-saham emiten BUMN seolah-olah kalah pamor dari saham emiten swasta.  “Ketika BUMN melangsungkan IPO (initial public offering), ada jaminan dari pemerintah yang membuat posisi saham perdana mereka kuat. Tapi, pasar sepertinya tidak melihat itu dalam satu atau dua tahun terakhir,” tutur dia.   
Sumber : Investor Daily

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Saham BUMN Kian Atraktif"
Penulis: Farid Firdaus/Abdul Aziz
Read more at: https://investor.id/market-and-corporate/saham-bumn-kian-atraktif
🍈


JAKARTA sindonews- Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta, agar perbankan segera menyesuaikan bunga kredit setelah Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuannya. Diketahui RDG BI memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%.

"Yang paling penting transmisi dari BI ke perbankan itu dipercepat, karena sekarang BI Rate sudah turun tapi transisi di perbankan nya masih belum turun," ujar Menko Airlangga di Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Lebih lanjut terang dia, kebijakan penurunan suku bunga BI yang diikuti oleh perbankan menurutnya akan berdampak baik pada investasi nasional. Sebab biasanya investor menilai suku bunga acuan yang rendah sebagai daya tarik menanamkan modalnya. "Tentu ini kesempatan untuk investasi karena investasi membutuhkan waktu 2 sampai 3 tahun, capital market tingkat suku bunga yang sedang turun," jelasnya.


Sebelumnya Gubernur BI Perry Warjiyo menerangkan, dengan mempertimbangkan kondisi global memutuskan menurunkan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75%. Perry menjelaskan keputusan bank sentral menurunkan suku bunga dikarenakan sejalan dengan kondisi global, yaitu wabah virus corona dan menjaga pertumbuhan ekonomi domestik.

Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik dalam memanfaatkan ruang bauran kebijakan yang akomodatif untuk menjaga terkendalinya inflasi dan stabilitas eksternal, serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi.

"Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta mempercepat reformasi struktural, termasuk dalam memitigasi dampak virus corona," kata Perry.

🍉


Liputan6.com, Jakarta PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun 2020 di Jakarta, Selasa (18/02). Dalam rapat tersebut, Bank BRI menyetujui pembayaran dividen sebesar 60% dari laba bersih tahun 2019 yang sebesar Rp 34,4 Triliun. Sehingga, dividen yang dibagikan BRI tahun ini sebesar Rp 20,6 Triliun atau sekitar Rp 168,1 per lembar saham.
Angka ini naik 27,2% dibandingkan dengan dividen yang dibagikan BRI pada tahun lalu sebesar Rp.16,2 Triliun atau sekitar Rp 132,2 per lembar saham. Sedangkan Earning Per Share (EPS) perseroan di tahun 2019 sebesar Rp 279, naik 6,1% dibandingkan EPS tahun 2018 sebesar Rp 263.
Selain pembagian dividen, rapat tersebut juga menyetujui Laporan Tahunan Perseroan, termasuk Laporan Tugas Pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 dan mengesahkan Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 yang telah diaudit.
Rapat juga menyetujui Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Tahun Buku 2019, dan mengesahkan Laporan Keuangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 yang telah diaudit serta menerima laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hasil Penawaran Umum Obligasi Berkelanjutan III Bank BRI Tahap I Tahun 2019. 

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun 2020 di Jakarta, Selasa (18/02).
Dalam rapat ini, BRI menyetujui pembayaran dividen sebesar 60 persen dari laba bersih 2019 yang senilai Rp34,4 triliun.
Dengan demikian, dividen yang dibagikan perseroan pada tahun ini senilai Rp20,6 triliun atau sekitar Rp 168,1 per saham. Angka ini naik 27,2 persen dibandingkan dengan dividen yang dibagikan pada tahun lalu senilai Rp16,2 triliun atau sekitar Rp132,2 per saham.
Adapun, earning per share (EPS) perseroan pada tahun lalu sebesar Rp 279, naik 6,1 persen dibandingkan EPS pada 2018 sebesar Rp263.
Direktur Utama BRI Sunarso menyebutkan pembagian telah mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham.
"Dividen yang BRI berikan pada tahun ini adalah 60 persen dari total laba bersih 2019 Rp34,4 triliun," katanya, Selasa (18/2/2020).
Selain pembagian dividen, RUPST juga menyetujui laporan tahunan perseroan, termasuk laporan tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh dewan komisaris untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 dan mengesahkan laporan keuangan konsolidasian perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019, yang telah diaudit.
RUPST juga menyetujui laporan tahunan pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Tahun Buku 2019, dan mengesahkan laporan keuangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 yang telah diaudit serta menerima laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hasil Penawaran Umum Obligasi Berkelanjutan III Bank BRI Tahap I Tahun 2019.
Rapat kali ini juga memberikan wewenang dan kuasa kepada pemegang saham Seri A Dwiwarna untuk menetapkan besaran tantiem dewan komisaris untuk Tahun Buku 2019, dan gaji/honorarium, tunjangan, fasilitas dan insentif lainnya untuk Tahun Buku 2020.
RUPST juga memberikan wewenang dan kuasa kepada dewan komisaris, setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari pemegang saham Seri A Dwiwarna untuk menetapkan tantiem, gaji/honorarium, tunjangan, fasilitas dan insentif lainnya untuk direksi tahun buku 2020.
RUPST juga menunjuk Kantor Akuntan Publik Purwantono, Sungkoro & Surja untuk mengaudit laporan keuangan konsolidasian perseroan dan laporan keuangan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Tahun Buku 2020. Selain itu, juga ditetapkan pengurus baru perseroan.
🍏

RUPS juga memberikan wewenang dan kuasa kepada Pemegang Saham Seri A Dwiwarna untuk menetapkan bagi anggota Dewan Komisaris berupa besarnya tantiem untuk Tahun Buku 2019; dan gaji/honorarium, tunjangan, fasilitas dan insentif lainnya untuk Tahun Buku 2020. Selain itu, RUPS memberikan wewenang dan kuasa kepada Dewan Komisaris dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Pemegang Saham Seri A Dwiwarna untuk menetapkan bagi anggota Direksi berupa besarnya tantiem untuk Tahun Buku 2019; dan gaji/honorarium, tunjangan, fasilitas dan insentif lainnya untuk Tahun Buku 2020.
RUPS juga menunjuk Kantor Akuntan Publik Purwantono, Sungkoro & Surja untuk mengaudit Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan dan Laporan Keuangan Pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Tahun Buku 2020.
Berdasarkan keputusan RUPST 2020, maka susunan Dewan Komisaris dan Jajaran Direksi Bank BRI adalah sebagai berikut:
Dewan Komisaris
  • Komisaris Utama : Kartika Wirjoatmodjo
  • Wakil Komisaris Utama / Komisaris Independen: Ari Kuncoro*
  • Komisaris Independen: Zulnahar Usman*
  • Komisaris Independen: R Widyo Pramono*
  • Komisaris Independen : Rofikoh Rokhim
  • Komisaris Independen : Hendrikus Ivo
  • Komisaris Independen : Dwi Ria Latifa*
  • Komisaris : Nicolaus Teguh Budi Harjanto
  • Komisaris : Hadiyanto
  • Komisaris : Rabin Indrajad Hattari*
Jajaran Direksi 
  • Direktur Utama : Sunarso
  • Wakil Direktur Utama : Catur Budi Harto
  • Direktur Bisnis Mikro : Supari
  • Direktur Bisnis Kecil, Ritel dan Menengah : Priyastomo
  • Direktur Jaringan dan Layanan : A. Solichin Lutfiyanto
  • Direktur Kepatuhan : Wisto Prihadi*
  • Direktur Manajemen Risiko : Agus Sudiarto
  • Direktur Konsumer : Handayani
  • Direktur Human Capital : Herdy Rosadi Harman
  • Direktur Keuangan : Haru Koesmahargyo*
  • Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi : Indra Utoyo
  • Direktur Hubungan Kelembagaan dan BUMN : Agus Noorsanto 
*Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang diangkat tersebut baru dapat melaksanakan tugas dan fungsi dalam jabatannya apabila telah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

🍉
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rabu (5/2) saham BBRI (Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk) ditutup sama dengan harga sebelumnya. Saat bursa menutup hari perdagangan, saham BBRI persis di harga penutupan Rp 4.560 per saham.
Mencatatkan harga tertinggi Rp 4.580 dan harga terendah Rp 4.510, saham BBRI ditutup tak berubah dari sebelumnya.
Pada saat penutupan, harga bid Rp 4.550 per saham. Di lain sisi, harga offer terendah di Rp 4.560 per saham.
Kalau dihitung sejak 7 hari yang lalu (30 Januari 2020), harga saham BBRI hari ini masih minus 0,44 % dibanding harga saat itu (Rp 4.580). Namun, jika kita hitung sejak 30 hari yang lalu (5 Januari 2020), harga saham BBRI sudah naik 4,35%, dari semula (Rp 4.370).
Adapun sejak setahun lalu (06 Februari 2019) harga saham BBRI sudah naik 16,33% dari harga saat itu (Rp 3.920).
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total nilai transaksi saham BBRI mencapai Rp 414,80 miliar, sedangkan volume saham yang ditransaksikan mencapai 912.673 lot.
Kemarin, BEI mencatat, saham BBRI dilepas oleh investor asing. Nilai net sell saham BBRI oleh asing mencapai Rp 167,78 miliar. 

🍉

kumparan: Sepanjang tahun 2019, layanan branchless banking milik Bank BRI yang biasa disebut Agen BRILink mampu mencatatkan jumlah volume transaksi yang mencengangkan, yakni sebesar Rp 673 triliun. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Bank BRI Sunarso di Jakarta (23/01). Disamping jumlah volume transaksi, terdapat pencapaian lain yang dicatatkan oleh Agen BRILink pada tahun lalu:

Setiap hari terdapat 56 orang di seluruh Indonesia menjadi Agen BRILink 
Pada akhir Desember 2019 tercatat 422.160 orang telah menjadi Agen BRILink di seluruh Indonesia, tumbuh dari posisi akhir Desember 2018 sebanyak 401.550. Artinya, per hari, sebanyak 56 orang bergabung menjadi Agen BRILink.
Memproses 59 ribu transaksi finansial per jam
Sepanjang Januari hingga Desember 2019, Agen BRILink berhasil memproses 521 juta transaksi finansial. Apabila dibagi dengan jumlah hari kalender sebanyak 365 hari, maka terdapat lebih dari 1,4 juta transaksi finansial per hari atau 59 ribu transaksi per jam.
Sumbang pendapatan Rp 788,71 miliar bagi Bank BRI
Pertumbuhan kinerja Agen BRILink yang kuat membuat fee-based income yang dihasilkan tumbuh 75,7 persen year on year — dari Rp 448,82 miliar di akhir tahun 2018 menjadi Rp 788,71 miliar di akhir 2019.

Tak hanya berperan dalam meningkatkan inklusi keuangan
Peran Agen BRILink di tengah masyarakat nyatanya tidak hanya menyediakan layanan transaksi perbankan semata. Agen BRILink juga memfasilitasi masyarakat yang ingin mendapatkan akses asuransi mikro milik BRI yang disebut AM-KKM (Asuransi Mikro – Kecelakaan, Kesehatan dan Meninggal Dunia). Selain itu Agen BRILink berperan dalam mendukung pelaksanaan program pemerintah, berlaku sebagai agen penyalur Bantuan Sosial Non Tunai dan sarana pembayaran zakat untuk mendukung program Inklusi Zakat.
Tersebar di 51.661 desa
Keberadaan Agen BRILink nyata terasa manfaatnya terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Saat ini keberadaannya sudah merambah di 51.661 desa di seluruh penjuru negeri.
Transaksi yang paling digemari masyarakat
Transaksi finansial yang sering dilakukan masyarakat diantaranya transfer (39 persen), setoran tunai (25 persen) dan tarik tunai (8 persen) serta pembayaran PLN (8 persen).


🍓

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa hari terakhir, saham-saham bank, utamanya yang masuk ke dalam kategori BUKU IV, babak belur.

Pada perdagangan hari Rabu (6/11/2019), indeks sektor jasa keuangan ditutup ambruk hingga 1,6%. Pada perdagangan hari Kamis (7/11/2019), koreksinya adalah sebesar 0,96%. Pada perdagangan kemarin, Jumat (8/11/2019), barulah indeks sektor jasa keuangan menguat, namun tipis saja sebesar 0,08%.

Jika ditotal dalam periode 6 November hingga akhir sesi dua perdagangan kemarin, indeks sektor jasa keuangan sudah jatuh sebesar 2,47%. Dalam periode yang sama, harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melemah 1,26%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ambruk 7,21%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) anjlok 1,39%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 0,65%.



Ada beberapa pihak yang mengaitkan ambruknya saham-saham perbankan dengan permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para bankir untuk memangkas tingkat suku bunga kredit.

"Ketiga, saya mengajak untuk memikirkan secara serius untuk menurunkan suku bunga kredit," tegas Jokowi di Hotel Fairmont Jakarta dalam gelaran Indonesia Banking Expo 2019, Rabu (6/11/2019).

Menurut Jokowi, negara-negara lain sudah menurunkan tingkat suku bunga kreditnya, sementara Bank Indonesia (BI) telah menurunkan tingkat bunga acuan sebanyak empat kali pada tahun ini, yang jika ditotal mencapai 100 basis poin (bps).

Menurut Tim Riset CNBC Indonesia, mengaitkan ambruknya harga saham bank BUKU IV dengan permintaan dari Jokowi tersebut kurang masuk akal. Pasalnya, mayoritas pelaku pasar sudah tahu betul bahwa penetapan tingkat suku bunga kredit merupakan kebijakan dari masing-masing bank dan tidak bisa diutak-atik secara langsung oleh pemerintah.

Sementara itu, secara tidak langsung pun pemerintah tetap tak bisa mengintervensi suku bunga perbankan. Katakanlah, pemerintah meminta kepada BI untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan supaya tingkat suku bunga kredit turun.

Memang, BI merupakan sebuah lembaga independen yang tak bisa diintervensi oleh pihak manapun, termasuk oleh presiden sendiri, terlepas dari fakta bahwa gubernur bank sentral dinominasikan oleh presiden.

Tapi, katakanlah presiden bisa mengintervensi BI dan menyuruh bank sentral untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan. Apakah tingkat suku bunga kredit akan serta-merta turun? Pastinya tidak.

Seperti sudah disebutkan di atas, penetapan tingkat suku bunga kredit merupakan kebijakan dari masing-masing bank. Tingkat suku bunga kredit yang dipatok oleh perbankan dihitung dengan mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti tingkat suku bunga acuan, biaya dana (cost of fund) yang harus ditanggung, target net interest margin (NIM) yang ingin dicapai, profil risiko dari debitur, serta kondisi perekonomian saat ini berikut dengan prospeknya.

Lebih jauh lagi, kalau pemerintah mencoba mengintervensi Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) supaya tingkat suku bunga penjaminan diturunkan lebih dalam lagi (guna memaksa suku bunga deposito dan kredit turun), hal ini justru malah bisa dibilang tak masuk akal.

Untuk diketahui, sama seperti BI, LPS juga merupakan sebuah lembaga yang independen. Tapi, katakanlah presiden bisa mengintervensi LPS.


Intervensi dengan mendorong LPS memangkas tingkat suku bunga penjaminan lebih dalam lagi menurut Tim Riset CNBC Indonesia tak masuk akal. Pasalnya, kalau dipangkas secara berlebihan, yang ada deposito yang ditawarkan oleh bank-bank di Indonesia akan menjadi tak menarik. Bisa jadi, ada aliran modal keluar yang deras meninggalkan Indonesia.

Jadi, memang mengaitkan ambruknya harga saham bank BUKU IV dengan permintaan dari Jokowi kurang masuk akal.
Perekonomian Lesu
Salah satu faktor utama dibalik aksi jual yang begitu deras menerpa saham-saham perbankan adalah laju perekonomian Indonesia yang begitu lesu.Pada awal pekan ini tepatnya hari Selasa (5/11/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi untuk periode kuartal III-2019. Sepanjang tiga bulan ketiga tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, disusul oleh pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.

Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.

Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Lantas, secara keseluruhan laju perekonomian di sepanjang tahun 2019 terbilang mengecewakan, hampir mustahil untuk mampu tumbuh sesuai dengan target pemerintah yang sebesar 5,3%.

Ketika perekonomian begitu lesu seperti saat ini, saham-saham sektor perbankan memang menjadi salah satu yang memiliki kecenderungan untuk dilego pelaku pasar. Pasalnya, ketika aktivitas ekonomi lesu, penyaluran kredit juga akan tertekan yang pada akhirnya akan membuat pendapatan dari perbankan ikut tertekan.

Lemahnya perekonomian Indonesia kemudian diafirmasi oleh rilis publikasi Survei Penjualan Eceran (SPE) periode September 2019 oleh BI pada hari Rabu (6/11/2019).

Untuk periode September 2019, survei BI menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh tipis sebesar 0,7% secara tahunan (year-on-year/YoY), sangat jauh di bawah capaian periode yang sama tahun lalu (September 2018) yang mencapai 4,8% YoY.

Untuk diketahui,sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.


Dalam sembilan bulan pertama tahun ini, penyaluran kredit bank-bank BUKU IV terbilang sudah terdampak oleh lesunya laju perekonomian. Per akhir kuartal III-2018, penyaluran kredit BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI tercatat meningkat masing-masing sebesar 17,3%, 16,5%, 13,8%, dan 15,6% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Per akhir kuartal III-2019, pertumbuhannya melambat menjadi masing-masing sebesar 10,9%, 11,6%, 7,8%, dan 14,7%.
Sejarah Berbicara
Secara historis, November merupakan bulan yang kurang bersahabat bagi pasar saham tanah air.Tim Riset CNBC Indonesia menghitung imbal hasil IHSG secara bulanan dalam periode sepuluh tahun terakhir (2009-2018). Hasilnya, dalam 10 bulan November terakhir, IHSG membukukan koreksi sebanyak tujuh kali. IHSG hanya menguat tiga kali secara bulanan pada 10 bulan November terakhir.

Koreksi terparah IHSG dalam 10 bulan November terakhir terjadi pada November 2013. Kala itu, IHSG ambruk hingga 5,64% jika dibandingkan dengan posisi per akhir Oktober 2013.




Untuk diketahui, bulan November menjadi satu di antara dua bulan yang secara rata-rata membukukan imbal hasil negatif dalam 10 tahun terakhir. Selain di bulan November, hal serupa bisa didapati di bulan Agustus.

Ketika IHSG memiliki sejarah yang kelam di bulan November, bisa ditebak saham-saham apa saja yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG, yakni saham-saham sektor jasa keuangan, khususnya perbankan.

Pasalnya, sektor jasa keuangan dari tahun ke tahun selalu menjadi sektor dengan bobot terbesar dalam pembentukan IHSG. Per penutupan perdagangan kemarin, indeks sektor jasa keuangan menyumbang sebesar 33,08% dari total kapitalisasi pasar IHSG.

Dalam 10 bulan November terakhir, indeks sektor jasa keuangan membukukan koreksi sebanyak enam kali. Koreksi terparah indeks sektor jasa keuangan dalam 10 bulan November terakhir terjadi pada November 2013. Kala itu, indeks sektor jasa keuangan ambruk hingga 7,84% jika dibandingkan dengan posisi per akhir Oktober 2013.



Jika dirata-rata, dalam 10 bulan November terakhir, indeks sektor jasa keuangan membukukan koreksi sebesar 1,13%. Pada November 2019 (hingga penutupan perdagangan kemarin), indeks sektor jasa keuangan baru membukukan koreksi sebesar 0,66%.

Lantas, bisa disimpulkan bahwa memang biasanya saham-saham perbankan akan mendapatkan tekanan di bulan November. Bahkan kalau berkaca kepada sejarah, tentu masih terbuka ruang bagi saham-saham perbankan untuk kembali membukukan koreksi di sisa bulan ini.

Jadi sekali lagi, tak tepat jika ada yang mengaitkan ambruknya harga saham bank BUKU IV dengan permintaan dari Jokowi kepada para bankir untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit.

Yang benar, saham-saham perbankan dilego seiring dengan lesunya laju perekonomian yang pada akhirnya mempengaruhi performa perbankan dalam menyalurkan kredit. Selain itu, kebiasaan dari pelaku pasar yang sering melego saham-saham perbankan pada bulan November ikut berkontribusi terhadap koreksi yang kita dapati dalam beberapa hari terakhir.

Kalau ternyata ada pelaku pasar yang melego kepemilikannya atas saham-saham perbankan lantaran takut bahwa pemerintah akan mengintevensi penentuan tingkat suku bunga kredit perbankan, ya mereka salah kaprah.


TIM RISET CNBC INDONESIA
🍊

JAKARTA okezone– PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menerbitkan instrumen surat utang atau obligasi pada 7 November 2019 sebesar Rp5 triliun yang merupakan Penerbitan Umum Berkelanjutan III tahap I tahun 2019. Dalam penerbitan obligasi rupiah kali ini, Bank BRI berhasil menarik minat investor dengan mencatatkan permintaan sebesar Rp6,9 triliun atau oversubscribe sebanyak 1.38 kali melebihi target yang diharapkan sebesar Rp5 triliun.
SEVP Treasury & Global Services Listiarini Dewajanti menyatakan, investor institusi masih mendominasi pembelian obligasi Bank BRI. “Pada tahap I ini proporsi penjualan kepada investor institusi sebesar 95% dan investor ritel sebesar 5% dari total dana yang dihimpun,” jelasnya.
Penjualan kepada investor ritel dilakukan melalui Wealth Management BRI dalam rangka memberikan kesempatan kepada nasabah Bank BRI untuk berinvestasi di pasar surat utang dan berpartisipasi dalam membiayai sektor UMKM di Indonesia.
Pada Penerbitan Umum Berkelanjutan tahap I ini, Bank BRI menerbitkan obligasi dengan 3 seri yaitu Seri A bertenor 1 tahun, Seri B bertenor 3 tahun dan Seri C bertenor 5 tahun. Obligasi Seri A ditawarkan Rp1,125 triliun dengan tingkat bunga tetap sebesar 6,65% per tahun, Obligasi Seri B sebesar Rp2,934 triliun dengan tingkat bunga tetap sebesar 7,60% per tahun, dan Seri C sebesar Rp2,844 triliun dengan tingkat bunga tetap sebesar 7,85% per tahun.
Adapun surat utang ini resmi dicatatkan di bursa pada 8 November 2019, satu hari setelah tanggal penerbitan. Para pemegang obligasi akan mendapatkan pembayaran kupon pertamanya pada 7 Februari 2020. BBRI akan membayar kupon secara rutin setiap tiga bulan sekali. (adv)

(ris)
🍈

JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) hingga kuartal III 2019 menorehkan laba Rp 24,8 triliun atau tumbuh 5,36 persen year on year. Persentase kenaikan laba menurun dibandingkan tahun lalu yang naik double digit seiring dengan peningkatan biaya pencadangan sebagai amunisi untuk menjaga kenaikan risiko kredit (non performing loan/NPL). "(Laba, red) 2015 kita hanya tumbuh 2 persen, tahun berikutnya 5 persen, tahun berikutnya baru tumbuh double, sekarang single. Ada kenaikan NPL, jadi ada kenaikan biaya cadangan untuk cover risiko yang terjadi. Apabila restrukturisasi berhasil akan memperkuat laba di waktu mendatang. Ini prinsip mengelola balance sheet," ujar Direktur Utama BRI Sunarso dalam paparan kinerja di Jakarta, Kamis (24/10/2019). Hingga akhir September 2019, BRI secara konsolidasi telah menyalurkan kredit senilai Rp 903,14 triliun atau tumbuh 11,65 persen, lebih tinggi dari industri sebesar 8,59 persen (data OJK bulan Agustus 2019) dengan NPL 3,08 persen (bank only) dan 2,94 persen secara konsolidasi. Kenaikan kredit macet ini terutama dialami oleh segmen korporasi, seperti di industri semen dan tekstil. Di mana, untuk semen dan tekstil telah dicanangkan pencadangan hingga 100 persen. Sedangkan, pencadangan ke Krakatau Steel ditetapkan 60 persen. 
"Ada beberapa segmen industri yang manufaktur yang terkendala dalam pertumbuhannya, jadi kita lihat sebagai potential risk. Di industrinya sedang menghadapi tantangan dan kita meresponnya secara prudent," imbuhnya. Apabila dirinci, penyaluran kredit oleh BRI, terbesar disalurkan ke kredit mikro yang tercatat Rp 301,89 triliun atau tumbuh 13,23 persen yoy dengan proporsinya mencapai sepertiga dari keseluruhan kredit bank pelat merah tersebut. Disusul, kredit konsumer Rp 137,29 triliun atau tumbuh 7,85 persen yoy, kredit ritel dan menengah Rp 261,67 triliun atau tumbuh 14,80 persen yoy dan kredit korporasi BRI Rp 202,30 triliun. “Jika ditotal, porsi kredit UMKM mencapai 77,60 persen dari keseluruhan kredit BRI, di mana angka ini berhasil kami tingkatkan secara perlahan dan targetnya proporsi kredit UMKM bisa mencapai 80 persen di tahun di tahun 2022,” ujarnya. Lebih lanjut, kata Sunarso, selama Januari hingga September 2019, BRI berhasil menyalurkan KUR senilai Rp 77,26 triliun kepada 3,6 juta debitur, di mana pencapaian ini setara dengan 88,83 persen dari alokasi penyaluran KUR yang di-breakdown pemerintah di tahun 2019. "KUR sampai akhir tahun targetnya Rp 86,97 triliun, sampai September sudah Rp 77,26 triliun. Kalau ditotal sejak diberlakukan KUR dari tahun 2015 maka BRI sudah menyalurkan KUR Rp 312,72 triliun kepada 16,22 juta nasabah," sebut ia. Bank BRI, sambungnya berkomitmen untuk terus fokus dalam melakukan ekspansi bisnis di segmen mikro dengan melakukan strategi go smaller, go shorter, go faster. 
Beberapa langkah nyata yang telah dilakukan oleh Bank BRI untuk memperkuat bisnis mikro di antaranya yakni digitalisasi bisnis proses dengan menggunakan BRISPOT, penguatan big data segmen mikro, peningkatan kapabilitas SDM serta melakukan rejuvenasi produk pinjaman mikro. Selain itu, Bank BRI juga memiliki strategi untuk terus memperluas customer base segmen mikro. Di antaranya melalui peningkatan kapasitas anggota Rumah Kreatif BUMN (RKB) BRI, program BRIncubator, pembentukan kluster unggulan di setiap kantor cabang BRI di seluruh Indonesia dan pemberdayaan penerima Kartu Tani dan Kartu Kusuka (Kartu Usaha Kelautan dan Perikanan). Sementara untuk Dana Pihak Ketiga (DPK), Bank BRI tercatat menghimpun dana sebesar Rp 959,24 triliun atau tumbuh 9,91 persen yoy lebih tinggi daripada industri sebesar 7,62 persen (data OJK bulan Agustus 2019). Giro BRI tumbuh 21,77 persen yoy menjadi Rp 171,85 triliun, tabungan BRI tumbuh 9,20 persen yoy menjadi Rp 384,02 triliun dan deposito tumbuh 6,16 persen yoy menjadi Rp 403,37 triliun. Di mana, pertumbuhan giro dan tabungan yang lebih tinggi dibandingkan deposito mampu mendongkrak dana murah (CASA) BRI. Pada kuartal III 2019 CASA BRI tercatat 57,95 persen, meningkat dibandingkan kuartal III 2018 sebesar 56,46 persen. 
Selain itu, dari sisi Fee Based Income (FBI) mampu tumbuh double digit sebesar 12,03 persen yoy atau sebesar RP 9,74 triliun. 
Adapun, aset mencapai Rp 1.305,67 triliun atau tumbuh 10,34 persen yoy. 
Untuk rasio perbankan lainnya, LDR BRI tercatat 94,15 persen dan CAR 21,89 persen. “Angka LDR ini kami nilai sangat moderat dan CAR yang cukup kuat untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan Bank BRI di masa mendatang,” katanya. Sumber : Investor Daily

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "BRI Raih Laba Rp 24,8 Triliun"
Penulis: Nida Sahara
Read more at: https://investor.id/finance/bri-raih-laba-rp-248-triliun
🍇

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melakukan konsolidasi dengan 27 Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia. Perluasan aliansi strategis dengan BPD diwujudkan dengan adanya Gathering antara Bank BRI dengan BPD yang dilaksanakan di Denpasar, Bali, pada Jumat (11/10).
Hadir dalam acara tersebut Senior Executive Vice President Treasury and Global Services Bank BRI, Listiarini Dewajanti.
“Kami berharap kegiatan ini dapat lebih mempererat kerjasama Bank BRI dan BPD dengan meningkatkan pendalaman pasar keuangan dan terus bertumbuh di tengah kondisi ekonomi yang cukup menantang,” ungkap Listiarini.
Kolaborasi Bank BRI dengan seluruh BPD bertujuan untuk membangun sinergi yang saling menguntungkan, meningkatkan daya saing, efisiensi dan menjawab berbagai tantangan bisnis ke depan. Kerja sama tersebut telah terwujud pada bidang keuangan dan permodalan, transaction banking, pembiayaan, teknologi informasi dan jaringan serta capacity building.
BRI yang memiliki jaringan terbesar dengan kinerja sangat baik dan tumbuh berkelanjutan mampu memberikan alternatif penempatan dana atau sumber dana kepada BPD untuk pengelolaan likuiditas, sehingga BPD menjadi yang terdepan sebagai motor penggerak pembangunan di tingkat regional. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan volume transaksi pasar uang antar bank (PUAB) antara BRI dan BPD sebesar 33% sampai dengan Agustus 2019.
Selain itu, transaksi GMRA (Global Master Repo Agreement) mengalami kenaikan sebesar 130% dari tahun 2018 ke 2019. Dalam hal pengelolaan aset, BPD dapat berkolaborasi dengan BRI sebagai salah satu Primary Dealer untuk memenuhi kebutuhan transaksi Surat Berharga Negara.
Di bidang bisnis internasional, bagi BPD yang telah menjadi bank devisa dapat berkolaborasi dengan BRI dalam pengelolaan transaksi valas dan bisnis internasional lainnya melalui jaringan bank koresponden yang dimiliki oleh BRI.
"Kami siap bila BPD dapat memanfaatkan jasa bidang investment services kami seperti kustodian, wali amanat dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)," imbuh Listiarini. (*)



Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gebrakan BRI Lakukan Konsolidasi dengan BPD Seluruh Indonesia, https://www.tribunnews.com/bisnis/2019/10/15/gebrakan-bri-lakukan-konsolidasi-dengan-bpd-seluruh-indonesia.

Editor: Content Writer


🍈
Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. optimistis harga saham perseroan bakal terus meningkat, karena manajemen memiliki strategi untuk menggenjot kinerja agar lebih baik ke depan.
Corporate Secretary BRI Hari Purnomo mengatakan, perseroan memiliki target kapitalisasi hingga Rp700 triliun hingga 2022 mendatang. Target tersebut diyakini bisa tercapai karena saat ini nilai kapitalisasi BRI telah mencapai Rp500 triliun.
“Di Tahun 2022, BBRI memiliki target kapitalisasi sebesar Rp700 Triliun. Dengan nilai kapitalisasi saat ini sekitar Rp500 Triliun tentunya kami optimistis harga saham BBRI dapat terus meningkat ke depan," ujar Hari kepada Bisnis.com, Senin (14/10/2019).
Sebagai catatan, sepanjang 5 tahun terakhir harga saham BRI telah tumbuh 93%. Pertumbuhan ini bisa dikatakan yang terbesar dibandingkan dengan kenaikan harga saham bank pelat merah lain.
Sepanjang 2019 harga saham BRI juga telah tumbuh 26,86% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pada pembukaan pasar awal pekan ini, nilai saham BBRI ada di angka Rp3.950 per lembar.
“Saham BBRI masih menjadi pilihan banyak investor internasional dan domestik yang terlihat pertumbuhan tahunannya masih dapat mencapai sekitar 26,86% (yoy),” ujarnya.
Untuk menjaga kepercayaan investor dan nilai saham di pasar, BRI memiliki visi menjadi the most valuable bank di Asia Tenggara pada 2022. Salah satu cara meraih target itu adalah memperbesar pembiayaan ke nasabah mikro.
Hari menyebut, BRI berencana memperbesar share market di mikro hingga 50% dalam 3 tahun ke depan. Bank pelat merah ini juga hendak meningkatkan profitabilitas dan value chain dari segmen korporasi.
“Kemudian menjadi terdepan dalam salary loan dan kredit konsumer lainnya, serta memperbesar konstribusi perusahaan anak kepada BRI,” tuturnya.
Sebagai catatan, hingga akhir semester I/2019 portofolio kredit mikro yang disalurkan BRI tumbuh 13,6% yoy menjadi Rp292,6 triliun. Nilai kredit mikro tersebut setara 34,64% dari seluruh portofolio pembiayaan BBRI pada periode yang sama sebesar Rp844,5 triliun.
🍐

Bisnis.com, JAKARTA - Restrukturisasi masih menjadi opsi utama perbankan dalam mengatasi kredit bermasalah lantaran kondisi perekonomian nasional dianggap belum membaik. Kondisi ini mengakibatkan perlambatan pertumbuhan kredit hingga ancaman likuiditas terhadap penempatan dana korporasi di bank.
Salah satu akibat kondisi perekonomian saat ini terlihat dari banyaknya perusahaan tambang yang berurusan dengan pengadilan karena masalah utang piutang. Tak hanya itu, perkara yang dialami anak usaha Duniatex Group, membuat perusahaan tekstil ini menghadapi gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan meminta restrukturisasi dari kreditur sejak beberapa bulan lalu.
Potensi naiknya permintaan restrukturisasi kredit ditanggapi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Menurut Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo, tak tertutup kemungkinan perseroan akan gencar melakukan restrukturisasi jika kondisi memaksa.
“Kalau memang arahnya seperti yang ada ya kami akan restrukturisasi,” ujar Haru di Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian interim, hingga akhir semester I/2019 nilai kredit yang sudah direstrukturisasi BRI naik 21,03 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp52,93 triliun. Namun, Haru menyebut nilai kredit yang direstrukturisasi relatif stabil per Agustus 2019.
“Sampai Agustus 2019 kredit restrukturisasi BRI sebesar Rp52 triliun atau sekitar 6 persen dari total kredit bank. Angka ini relatif stabil dibandingkan periode sama tahun lalu,” ujarnya.
Tanggapan lain diberikan PT Bank OCBC NISP Tbk. Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, pelaksanaan restrukturisasi masih akan berlanjut melihat kondisi perekonomian yang belum kondusif hingga kuartal III/2019.
Berdasarkan laporan keuangan OCBC NISP, hingga akhir semester I/2019 pembiayaan yang telah direstrukturisasi mencapai Rp2,28 triliun. Nilai ini menurun 31,73 persen secara tahunan dibanding restrukturisasi semester I/2018 senilai Rp3,34 triliun.
“Risiko kredit masih menjadi fokus perbankan saat ini, dimana restructuring menjadi salah satu opsi. Kedepan kelihatannya hal ini masih akan berlanjut karena kondisi makro yang belum kondusif,” ujar Parwati kepada Bisnis, Selasa (1/10/2019).
Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mengaku sudah memiliki langkah guna meminimalisir dampak perlambatan ekonomi global terhadap debitur khususnya di sektor pertambangan. Bank memitigasi risiko sejak dini melalui loan exposure limit atau pembatasan penyaluran kredit.
Menurut SEVP Remedial and Recovery BNI A. A. G. Agung Dharmawan, pada tahap paling dini bank melakukan upaya restrukturisasi kredit agar menjaga status kolektibilitas tetap lancar. Pada tahap selanjutnya, bila proses sebelumnya tidak optimal, bank melakukan program recovery atau jual jaminan dalam upaya mengoptimalkan tingkat pengembalian atas kreditnya (recovery rate).
Sepanjang tahun ini, hingga kuartal ketiga tren tingkat pengembangan dari debitur komoditas berlangsung baik dan optimal. “Hal ini karena debitur kami terbilan kooperatif dan mendukung,” kata Agung kepada Bisnis.
Tanggapan lain disampaikan Bank MUFG. Managing Director, Head of Global Corporate & Institutional Banking MUFG for Indonesia Pancaran Affendi menuturkan, perusahaannya telah menerapkan strategi selektif dalam menyalurkan kredit kepada debitur baru maupun debitur eksisting.
MUFG juga telah mendapat anjuran langsung untuk menjaga kualitas kredit khususnya ke perusahaan di sektor pertambangan. "Kredit kami akan tetap baik. restrukturisasi kami masih akan tetap rendah dan stabil, seperti tahun lalu," katanya kepada Bisnis.

Berdasarkan laporan tahunan, total kredit yang telah direstrukturisasi MUFG tahun lalu Rp 5,18 miliar. Nilai ini bahkan turun dari 2017 yang mencapai Rp5,62 miliar. Padahal, penyaluran kredit tumbuh pada 2018 tumbuh 10,9%.
🍉

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. mulai tahap penawaran awal Obligasi Berkelanjutan III Tahap I senilai Rp5 triliun.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menyampaikan rentang kupon yang diberikan sebesar 6,35%-7,00% untuk investor yang membeli obligasi seri A dengan tenor 370 hari.
Bunga lebih tinggi diberikan kepada pembeli obligasi seri B dengan tenor 3 tahun sebesar 7,19%-7,79%. Kemudian, pembeli obligasi seri C akan ditawarkan kupon di kisaran 7,51%-8,21%.
Tahap penawaran awal Obligasi Berkelanjutan III Tahap I BRI ini dimulai Rabu (2/10/2019). Perseroan menargetkan penghimpunan dana maksimal Rp5 triliun dari penerbitan surat berharga ini.
"Obligasi yang kami terbitkan terdiri dari tiga, yang pertama tenor 370 hari, kedua 3 tahun dan ketiga adalah 5 tahun," ujar Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo pasca Investor Meeting Obligasi Berkelanjutan III Tahap I, Jakarta.
Emiten berkode BBRI ini menargetkan dapat menghimpun dana maksimal Rp20 triliun dari penerbitan Obligasi Berkelanjutan III. Seluruh dana dari penerbitan senior bond ini akan digunakan untuk penyaluran kredit terutama di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

BRI berencana rutin menerbitkan obligasi berkelanjutan tahap III di tiap semester hingga awal 2021. Namun, waktu penerbitan surat berharga ini akan dikaji lebih lanjut pada analisis tiap akhir semester.
🍇
Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. memprediksi masih akan menempatkan 10% hingga 20% dananya ke obligasi hingga akhir tahun.
Strategi ini dilakukan BRI menjawab tren kenaikan penempatan dana bank umum kelompok usaha (BUKU) IV di surat berharga pada semester I/2019. Kenaikan penempatan dana ke surat berharga hanya terjadi di kelompok bank bermodal inti minimal Rp30 triliun ini.
“BRI diperkirakan masih mempertahankan strategi penempatan dana di kredit [sekitar 80 persen-90 persen] dan obligasi [sekitar 10 persen-20 persen),” ujar Corporate Secretary BRI Hari Purnomo kepada Bisnis, pekan lalu.
Hingga semester I/2019, penghimpunan dana pihak ketiga BRI mencapai Rp 945,05 triliun, tumbuh 12,78 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Apabila  sekitar 20% , berarti sekitar Rp189 triliun dananya akan ditaruh di surat berharga.
Menurut Hari, penempatan dana BRI di obligasi tergantung pada kondisi likuiditas dan penyaluran pembiayaan. Penempatan dana di obligasi menjadi cara perseroan untuk mitigasi dan diversifikasi risiko perseroan.
Sebagai catatan, hingga akhir semester I/2019 loan-to-deposit ratio (LDR)  BRI turun 79 basis poin (bps) secara year-on-year (yoy) menjadi 94%. Sementara itu, pembiayaan emiten berkode BBRI ini tumbuh 11,8% yoy menjadi Rp888,32 triliun.
“Penempatan dana di obligasi dengan jumlah dan nilai yield tertentu, merupakan salah satu strategi perbankan untuk dapat mengoptimalkan aset dan liabilitas yang dimiliki. Hingga akhir tahun 2019, penempatan dana BRI di obligasi akan tergantung pada kondisi pertumbuhan likuiditas dan pertumbuhan kredit,” katanya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana BUKU IV yang ditempatkan pada surat berharga naik 10,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp540,8 triliun. Penempatan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan bulan sebelumnya, karena kenaikan pada rentang 3,8% yoy hingga 5,3% yoy. Bahkan, pada Januari dan Februari dana BUKU IV pada surat berharga terkoreksi negatif.
Penempatan dana pada surat berharga itu tumbuh menguat di tengah perlambatan pertumbuhan kredit BUKU IV secara tahunan. Per Juni 2019, fungsi intermediasi bank bermodal paling jumbo ini naik 16,6% yoy, sedangkan dua bulan sebelumnya, masing-masing tumbuh 18,1% yoy.
🍈


Merdeka.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai, kenaikan cadangan devisa menjadi USD 126,4 miliar dinilai masih tidak terlalu besar. Meski begitu, pihaknya akan terus menjaga cadangan devisa di Indonesia di level yang aman.
"Jadi memang kemarin naiknya juga enggak besar banget karena juga memang kita lihat sumbernya. Itu kan sumbernya dari inflow. Dari portfolio di Agustus agak tersendat, kemudian yang kedua devisa naik karena musim pembayaran bunga itu sudah lewat, biasanya dia sekitar bulan Juni-Juli," kata Destry di Museum Bank Indonesia, Jakarta Barat, Jumat (6/9).
Dia menjelaskan, sumber kenaikan cadangan devisa adalah capital inflow dan musim pembayaran bunga. Inflow Agustus disebut sedang tersendat, sementara musim pembayaran bunga sudah lewat.
Saat ini, BI sedang memantau volatilitas yang terjadi di dunia yang masih penuh ketidakpastian. Ke depan, capital inflow diperkirakan akan tetap masuk meski tidak sederas enam bulan pertama.
Selain itu, BI juga mewaspadai pengaruh fenomena flight-to-quality yang mana investor gencar memilih aset yang aman. Investor besar juga semakin terpikat dengan indeks saham China yang kini menjadi pemain global.
Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada 18 September juga turut diperhatikan menyangkut naik atau turunnya suku bunga. "Jadi memang misalnya di ekonomi Amerika adjust, kita enggak tahu minggu depan suku bunga turun atau enggak, biasanya kalau sesuai ekspektasi market kan positif," tandasnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2019 tercatat sebesar USD 126,4 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2019 sebesar USD 125,9 miliar.
Direktur Departemen Komunikasi BI, Junanto Herdiawan, mengatakan posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Reporter: Tommy Kurnia

Sumber: Liputan6.com [azz]
🍆


Jakarta, Beritasatu.com - Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) memutuskan menunjuk Sunarso menjadi BRI-1 menggantikan Suprajarto.
Selain itu, Wakil Direktur Utama BRI dijabat oleh Catur Budiharto yang sebelumnya berasal dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI). Posisi Direktur Kelembagaan ditempati oleh Agus Noorsanto yang semula Dirut PT BRI Agro Tbk menggantikan Sis Apik Wijayanto yang diberhentikan dengan hormat.
Direktur Kepatuhan ditempati oleh Azizah, Direktur Ritel Menengah yakni Priyastomo, Direktur Mikro Supari, dan Direktur Jaringan Layanan adalah M. Solichin
Menyambut pergantian direksi, saham BRI terkoreksi 1,2 persen (Rp 50) ke Rp 4.220 pada penutupan perdagangan hari ini.


Sumber: Investor Daily
🍇

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham mayoritas PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI, anggota indeks Kompas100) melakukan perombakan besar-besar susunan direksi BUMN.
Lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Senin (2/9), Sunarso yang semula menjabat sebagai wakil direktur utama sejak delapan bulan lalu diangkat menjadi direktur utama. 
Dia menggantikan Suprajarto yang dicopot dari jabatannya sebagai dirut BRI pada pekan lalu. Suprajarto diangkat menjadi dirut Bank BTN namun dia menolak dan memilih mengundurkan diri.
Sunarso menjabat sebagai wadirut BRI sejak 2015. Namun, pada Oktober 2017 lalu, dia dicopot dari jabatannya dan kemudian diangkat menjadi dirut PT Pegadaian. Sejak saat itu, jabatan wadirut di BRI dihapus. 
Namun, Sunarso hanya bertahan setahun di Pegadaian karena pada3 Januari 2019 dia dipanggil untuk kembali menduduki jabat wadirut BRI yang sempat dihapus.
Selain itu, pemegang saham juga mengangkat lima direksi baru yakni Catur Budi Harto, Herdy Rosadi Harman, Agus Sudiarto, Agus Noorsanto dan Azizatun Azhimah. 

Pengangkatan itu setelah empat direksi diberhentikan yakni Sis Apik Wijayanto, Osbal Saragi Rumahorbo, R.Sophia Alizsa dan Mohammad Irfan.
Priyastomo yang semula direktur mikro dan kecil di-rolling menjadi direktur bisnis kecil, ritel dan menengah bertukar tempat dengan Supari. Ahmad Solichin Lutfiyanto yang semula direktur kepatuhan bertukar tempat jadi direktur jaringan dan layanan.
Sementara posisi direktur keuangan, direktur konsumer, direktur digital, TI dan operasi yang tidak berubah.
Ketika ditanya alasan perubahan besar-besaran itu, Adrinof A Chaniago, Komisaris Utama BRI mengatakan pergantian susuan pengurus dalam suatu perusahaan merupakan hal yang biasa. 
Perombakan itu ditujukan untuk menjaga penyegaran di tubuh BRI. "Jadi apa yang dilakukan hari ini adalah hal yang biasa," katanya di Jakarta usai RUPS.
Sementara Sunarso mengatakan, dengan tim yang baru perseroan tetap konsisten untuk menjaga pertumbuhan bisnis yang sudah baik selama ini. BRI akan tetap konsisten untuk menjaga bisnis dengan fokus ke segmen UMKM.
"Strategi kami dalam menjalankan bisnis adalah menurunkan biaya proses dan mempercepat proses lewat digitalisasi. Digitalisasi in i akan mengarah pada dua hala yakni memperoleh efisiensi dan menciptakan model bisnis baru yang bisa menciptakan pendapatan," kata Sunarso.
Selain merombak susunan direksi, RUPSLB juga mengangkat Loeke Larasati Agoestina sebagai Komisaris baru BRI.
Berikut susunan pengurus BRI
Komisaris
Komisaris Utama/Komisaris Independen: Andrinof A. Chaniago
Wakil Komisaris Utama: Wahyu Kuncoro
Komisaris Independen: A. Fuad Rahmany
Komisaris Independen: Hendrikus Ivo
Komisaris Independen: A. Sonny Keraf
Komisaris Independen: Rofikoh Rokhim
Komisaris: Hadiyanto
Komisaris: Nicolaus Teguh Budi Harjanto
Komisaris: Loeke Larasati Agoestina

Direksi
Direktur Utama: Sunarso
Wakil Direktur Utama: Catur Budi Harto
Direktur Bisnis Kecil, Ritel dan Menengah: Priyastomo
Direktur Bisnis Mikro: Supari
Direktur Konsumer: Handayani
Direktur Jaringan dan Layanan: Ahmad Solichin Lutfiyanto
Direktur Keuangan: Haru Koesmahargyo
Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi: Indra Utoyo
Direktur Hubungan Kelembagaan dan BUMN: Agus Noorsanto
Direktur Human Capital: Herdy Rosadi Harman
Direktur Manajemen Risiko: Agus Sudiarto
Direktur Kepatuhan: Azizatun Azhimah.

🍧

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. akan mengkaji kemungkinan penurunan kembali suku bunga deposito pasca Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) ke level 5,50 persen.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan, perusahaannya menyambut baik penurunan kembali suku bunga acuan oleh bank sentral. Namun, BRI disebutnya telah lebih dulu menurunkan suku bunga sesuai kebijakan BI 3 minggu lalu.
“Itu yang kami tunggu, tapi BRI sudah lebih dulu menurunkan suku bunga 3 minggu yang lalu,” ujar Suprajarto kepada Bisnis, Kamis (22/8/2019).
Sepanjang 2019 BI sudah dua kali menurunkan suku bunga acuan. Pertama, penurunan sebesar 25 bps dilakukan pada Juli 2019 sehingga suku bunga acuan menjadi 5,75 persen. Kali ini suku bunga acuan kembali diturunkan dengan rasio yang sama.
Awal Agustus 2019 BRI mengklaim sudah menurunkan suku bunga kredit pada segmen kredit mikro, ritel dan konsumer hingga 50 bps. Penurunan suku bunga deposito juga dilakukan emiten perbankan berkode BBRI ini disaat bersamaan.
“Kami akan kaji dulu lebih komprehensif [kemungkinan menurunkan kembali suku bunga deposito],” ujarnya.
Terakhir, Suprajarto optimistis BRI bisa merealisasikan target penyaluran kredit pascapenurunan suku bunga acuan. Bank pelat merah ini memasang target pertumbuhan kredit dua digit hingga akhir tahun, khususnya untuk kredit modal kerja sebesar 12 persen dan kredit investasi 14 persen.
Secara industri, per Juni 2019 kredit perbankan menunjukan perlambatan setelah sebelumnya tumbuh kencang. Pada periode ini fungsi intermediasi bank naik 9,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih lambat dibandingkan dengan capaian Mei yakni 11,1 persen yoy.

Kendati melambat, bank sentral optimistis target kredit tahun ini akan tercapai. Kecukupan likuiditas dan permodalan bank mendukung hal tersebut.
🍅

kontan : PT Bank Mandiri Tbk (BMRI, anggota indeks Kompas100) yang juga menghadapi kondisi yang sama dengan LDR menyentuh 97,94 % per Juni 2019. Bank ini juga akan fokus menggenjot CASA dari sisi penghimpunan dana. "Kami akan selektif mengambil deposito untuk spesial rate. Pasalnya kami juga ingin jaga NIM," kata Panji Irawan, Direktur Keuangan Bank Mandiri.
Bank pelat merah ini menargetkan menjaga margin bunga bersih di level 5,6% sampai penghujung tahun. Panji bilang, saat ini Bank Mandiri sedang galau karena harus menjaga NIM di tengah ketatnya likuiditas sementara suku bunga termasuk bunga kredit dalam tren turun. Oleh karena itu, bank ini juga sedang berpikir-pikir menaikkan bunga kredit.
Nixon Napitulu, Plt Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN, anggota indeks Kompas100) juga mengakui adanya pengetatan likuiditas. Hanya saja, dia mengklaim, kondisi itu sudah sedikit mulai membaik jika dibandingkan posisi Juni 2019.
Guna menjaga likuiditas, bank spesialisasi KPR ini sudah menurunkan target pertumbuhan penyaluran kredit tahun ini menjadi 10%-12%. Sementara dari sisi DPK, Nixon yakin masih akan bisa mengejar pertumbuhan sekitar 10%-11% walaupun BTN sudah mulai menurunkan bunga deposito spesial rate mengikuti penurunan bunga LPS sekitar 25 basis poin.
"Selain dorong CASA, BTN juga akan menurunkan deposito institusi dan mendorong deposito ritel yang memiliki biaya lebih murah. Ritel ditargetkan bisa tumbuh 10%, sedangkan institusi hanya 6%," jelas Nixon.
Nixon yakin likuiditas BTN membaik karena BTN memiliki beberapa peluang untuk wholesale funding sekitar Rp 10 triliun sampai akhir tahun yang terdiri bilateral loan dengan Bank Mandiri dan beberapa bank asing, surat utang subordinasi, dan sekuritisasi.
Sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI, anggota indeks Kompas100) dan PT Bank OCBC Nisp Tbk (NISP) sedikit berbeda. Kedua bank ini mengakui likuiditas tidak lagi jadi tantangan utama mereka karena DPK masih tumbuh bagus. BRI juga terbantu dengan adanya pelonggaran aturan Giro Wajib Minimum (GWM) sehingga BRI mendapat tambahan likuiditas Rp 4 triliun.
Saat ini LDR BRI ada di level 93%. Selain terbantu dengan GWM, Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI bilang, pelonggaran aturan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) juga akan turun membantu pelonggaran likuiditas.
"Dengan pelonggaran RIM, kita juga semakin optimal dalam penggunaan likuiditas,"ujarnya. Terkait suku bunga, BRI sudah melakukan penyesuaian baik untuk kredit dan pinjaman sejalan dengan penurunan bunga acuan dan LPS rate.

Parwati Surjaudaja, President Direktur OCBC NISP mengatakan likuiditas tidak jadi isu karena LDR NISP masih di bawah 90%. DPK bank ini juga tumbuh dengan baik dimana CASA naik double digit hingga Juli. "Tantangan kami saat ini lebih pada bagaimana memacu kredit." ujarnya.
🍑


JAKARTA okezone- Laba bersih PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) pada semester I-2019 mencapai Rp16,16 triliun. Angka ini naik 8,19% dari periode yang sama di 2018 yang sebesar Rp14,9 triliun.
Namun secara persentase, pertumbuhan realisasi itu melambat. Sepanjang semester I-2018 laba bersih BRI mampu tumbuh sebesar 11%.
Direktur Utama BRI Suprajarto menyatakan, pertumbuhan yang melambat itu terbeban oleh beberapa kinerja anak usaha, sehingga membuat kinerja keuangan plat merah itu tergerus.
"Salah satunya ada anak usaha yang baru kami akuisisi dan banyak masalah di sana, dan kita perbaiki. Tapi itu sudah dalam perhitungan valuasi pada saat kita ambil," kata Suprajarto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BRI, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Dia menyatakan, pembenahan di beberapa anak usah terus dilakukan, sehingga diharapkan pada akhir tahun sudah bisa memberikan kontribusi pada kinerja konsolidasi perseroan.
"Akhir tahun ini diperkirakan bisa selesai, sehingga bisa berikan kontribusi pendapatan yang cukup baik buat induk," imbuh dia.

(dni)
Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia akan mengoptimalisasi kinerja anak usaha yang dinilai kurang memberikan kontribusi positif pada pendapatan perseroan.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Haru Koesmahargyo mengatakan, saat ini perseroan tengah dalam proses membenahi kinerja anak usaha, terutama yang baru diakuisisi perseroan.
Berdasarkan paparan kinerja, perseroan membukukan laba konsolidasi Bank BRI sebesar Rp16,16 triliun atau tumbuh 8,19 persen secara tahunan.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, pertumbuhan laba BRI yang sebesar 8,19 persen itu melambat dari sebelumnya yang tercatat sebesar 11 persen. Namun, jika secara bank only, laba Bank BRI tumbuh sebesar 11,3 persen.
Perseroan menyatakan selain disebabkan faktor kenaikan beban khususnya beban dana, perlambatan juga dipengaruhi oleh kinerja anak usaha yang membebani perseroan, salah satunya anak usaha di bidang sekuritas.
“Beberapa memang baru kami akuisisi, masih proses memang, akan kami kembangkan juga,” katanya, Senin (20/8/2019).
Haru mengutarakan, berdasarkan rencana besar bank, bisnis perseroan tidak hanya terpaku pada pendapatan bunga, melainkan terdiversifikasi, yaitu melalui pendapatan fee dan pendapatan lainnya dari anak usaha.
Seperti diketahui, pada akhir tahun lalu, BRI mengakuisisi dua anak usaha baru yakni PT Danareksa Investment Management dan PT Danareksa Sekuritas.
Sebelumnya, Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan telah melakukan upaya pembenahan terhadap anak usaha yang bermasalah. Pihaknya optimistis proses pembenahan dapat rampung pada tahun ini sehingga kontribusi anak usaha terhadap pendapatan konsolidasi dapat meningkat.
Selain Danareksa, perseroan juga tengah membenahi kinerja anak usaha di bidang perbankan terutama BRI Agro dan BRI Syariah. Performa dua anak usaha tersebut juga sempat membebani BRI dan mengerek rasio kredit bermasalah.
Lebih lanjut, Haru mengatakan, salah satu anak usaha, BRI Agro akan melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih untuk ekspansi bisnis sekaligus mendorong BRI Agro naik kelas ke Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III.
“Targetnya kurang lebih sekitar Rp700 miliar, sehingga nanti sebagai BUKU III, banyak aktivitas yang bisa dilakukan BRI Agro, termasuk menjadi bank kustodian,” tuturnya.
Bisnis mencatat, harga saham yang ditawarkan pada saat emisi akan lebih rendah jika dibandingkan dengan harga pasar. Adapun, perseroan ingin memperbesar porsi kepemilikan saham publik yang saat ini baru sekitar 13 persen.
Dalam prospektus yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia, BRI Agro menyebutkan total jumlah saham baru yang akan diterbitkan sebanyak-banyaknya 3 miliar saham dengan nilai nominal Rp100 per saham, atau sekitar 12,32 persen dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan sebelum pelaksanaan PMHMETD IX.
Pelaksanaan HMETD akan meningkatkan modal ditempatkan dan disetor penuh sekitar 12,32 persen dari sebelumnya. Pemegang saham yang tidak mengambil haknya, akan terdilusi maksimum 12,32 persen.
BRI Agro mencatat, total kredit yang disalurkan perseroan pada semester I/2019 sebesar Rp17,58 triliun atau tumbuh 33,56 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Namun, rasio kredit bermasalah perseroan tercatat meningkat menutup paruh pertama tahun 2019 ini. Non-performing loan (NPL) gross BRI Agro tercatat di level 4,43 persen, periode yang sama tahun 2018 tercatat di level 2,20 persen. NPL nett perseroan juga meningkat, tercatat di level 3,52 persen pada kuartal II/2019, sementara tahun lalu NPL nett berada di level 1,37 persen.
🍒

Jakarta detik - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatatkan laba semester I-2019 sebesar Rp 16,16 triliun tumbuh 8,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Direktur Utama BRI Suprajarto menjelaskan penopang pertumbuhan laba ini berasal dari penyaluran kredit sebesar Rp 888,32 triliun tumbuh 11,84% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Suprajarto menjelaskan, penyaluran kredit BRI masih didominasi ke segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Rp 681,50 triliun atau sebesar 76,72%. Pertumbuhan kredit UMKM BRI kuartal II 2019 13%. 

Dia juga menyampaikan faktor lain yang mendorong laba adalah perolehan fee base income di BRI terus tumbuh. Namun pertumbuhan laba ini melambat jika dibandingkan periode sebelumnya. 

"Laba melambat ini memang benar, tapi kalau laba bank only sudah on track. Ini tumbuh 8% karena kita kebebanan anak perusahaan yang baru, kan baru diakuisisi kemarin kebetulan ada masalah, tapi sudah kita hitung sesuai valuasi saat kita ambil," kata Suprajarto dalam konferensi pers di Kantor BRI, Jakarta, Rabu (14/8/2019).


Dia mengungkapkan, bank berupaya untuk menyelesaikan masalah yang ada di anak usaha untuk mengembalikan kinerja perusahaan ke jalur yang telah ditetapkan. 

"Kita sedang benahi, bersihkan dan selesaikan semua ini yang menimbulkan laba kita sedikit melambat karena anak usaha, kita sudah mensimulasikan itu sejak awal," imbuh dia.

Hingga akhir Juni 2019, tercatat BRI telah menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 50,29 Triliun kepada lebih dari 1,2 juta debitur. Dia menyebut ini setara dengan 57,8% dari target breakdown yang diberikan kepada BRI oleh Pemerintah di tahun 2019 sebesar Rp 86,97 Triliun.

Tidak hanya pembiayaan, BRI juga turut berperan dalam memberikan pendampingan dan pelatihan kepada para pelaku UMKM. Sampai pertengahan tahun 2019, pembiayaan Bank BRI mendukung 1,1 juta pelaku UMKM sukses naik kelas. Sekitar 65% dari jumlah tersebut didominasi oleh pelaku UMKM yang mengajukan pembiayaan mikro.

Total aset mencapai Rp 1.288,20 Triliun atau tumbuh 11,70%. Perseroan juga mampu menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 945,05 Triliun atau tumbuh 12,78%. Proporsi DPK BRI masih didominasi oleh dana murah (CASA) berupa tabungan dan giro dengan komposisi mencapai 57,35%.



🍐

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika Anda bertanya kepada Lo Kheng Hong mengenai sektor saham apa yang potensial di tahun ini, investor kawakan itu akan menjawab sektor perbankan dan sektor barang konsumen.

Pendapat Lo Kheng Hong, yang kerap dijuluki Warren Buffett Indonesia, tentu bukan tanpa alasan.

Maklum, tren penurunan suku bunga yang dipicu langkah bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve menurunkan suku bunga akan menjadi sentimen positif bagi sektor perbankan dan barang konsumen.


Namun, apakah Lo Kheng Hong membeli saham-saham di sektor perbankan dan barang konsumen? Ternyata tidak.

Lo Kheng Hong mengatakan, hingga saat ini belum membeli saham sektor perbankan maupun di sektor barang konsumen. 

Baca: Cara Memilih Perusahaan Dana Pensiun yang Benar

"Karena saya belum menemukan saham yang salah harga di kedua sektor tersebut," kata Lo Kheng Hong memberikan alasan.

Yang dimaksud saham salah harga adalah saham yang harganya kemurahan alias harga pasarnya jauh di bawah nilai wajarnya.

Baca: Gaikindo Senang, DKI Bebaskan Mobil Listrik dari Aturan Ganjil Genap

Lo Kheng Hong bilang, sektor perbankan dan barang konsumen saat ini sedang bagus. Makanya, dia tidak bisa menemukan saham yang salah harga di kedua sektor tersebut.

Bila kita cermati, harga sebagian besar saham baik di sektor perbankan maupun sektor barang konsumen memang tidak bisa dikatakan kemurahan.

Baca: Mari Berhitung, Berapa Dana Pensiun yang Kita Perlukan Saat Tua Nanti?

Ini terlihat dari valuasi saham-saham tersebut. Cara paling mudah menentukan valuasi saham mahal atau tidak adalah dengan melihat perbandingan antara harga saham dengan laba bersih emiten atawa price to earning ratio (PER).
Saham Unilever Indonesia (UNVR), misalnya, memiliki rasio harga saham alias price to earning ratio (PER) 46,26 kali dengan asumsi harga penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Saham Indofood Sukses Makmur (INDF) dan anak usahanya, Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) memiki PER masing-masing 12,89 kali dan 25,57 kali.

Di industri rokok, saham Gudang Garam (GGRM) memiliki PER 16,54 kali. Sementara PER saham HM Sampoerna (HMSP) sebesar 25 kali.


Rasio harga saham terhadap laba bersih per saham emiten perbankan juga lumayan tinggi.

Saham Bank Central Asia (BBCA) tergolong saham perbankan yang cukup mahal dengan PER sebesar 29,07 kali.

Lalu, saham dua bank terbesar di Indonesia, Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki PER masing-masing 12,84 kali dan 16,34 kali.

Tentu, bagi seorang investor fundamental seperti Lo Kheng Hong, menilai harga wajar perusahaan tidak hanya ditentukan berdasarkan PER.

Sebab, jika hanya mengandalkan valuasi berdasarkan PER, Lo Kheng Hong tak akan masuk ke saham-saham yang perusahaannya membukukan kerugian alias PER-nya minus.

Seperti kita ketahui, Lo Kheng Hong mengakumulasi saham BUMI dan saham Grup Indika seperti INDY, PTRO, dan MBSS, justru di saat perusahaan tersebut tengah merugi.

Menurut Lo Kheng Hong, saham yang salah harga hanya ditemukan di perusahaan yang sektornya saat ini kurang baik.

Namun, bukan berarti setiap saham salah harga di sektor yang sedang kurang bagus memiliki prospek menarik. Sebab, ada sektor saham yang saat ini kurang bagus namun susah berubah menjadi bagus di kemudian hari.

Lo Kheng Hong mencontohkan, sektor tekstil dan baja termasuk sektor yang sulit berubah menjadi lebih bagus.


Lalu, bagaimana cara Lo Kheng Hong memilih perusahaan yang sektornya kurang bagus saat ini tapi punya prospek bagus?

"Pilihlah sektor komoditas," jawab Lo Kheng Hong.

Sektor komoditas, menurut Lo Kheng Hong, suatu hari pasti menjadi bagus meski sekarang kurang bagus. "Seperti sektor batubara di awal 2016, beli dan simpan menunggu dengan sabar, suatu hari pasti akan menjadi baik," ujar Lo Kheng Hong.

Lo Kheng Hong telah membuktikannya. Di akhir 2015 hingga awal 2016 lalu, misalnya, harga saham Indika (INDY) anjlok hingga ke kisaran Rp 110 per saham.

Penyebabnya, harga batubara saat itu terpuruk sehingga Indika menderita kerugian sebesar US$ 44 juta. Saat itulah Lo Kheng Hong mulai membeli saham INDY.

Hanya butuh waktu enam bulan, harga saham INDY naik enam kali lipat.

Di luar komoditas, menurut Lo Kheng Hong, sektor saham yang saat ini kurang baik sulit berubah menjadi baik.

Tak heran, mayoritas saham yang ada di portofolio Lo Kheng Hong adalah saham komoditas. Sayang, Lo Kheng Hong masih menutup rapat-rapat saham apa saja yang ada di dalam portofolionya. 

"Kalau saya sebut, nanti harga sahamnya melonjak lagi," ujar Lo Kheng Hong memberikan alasan.



Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Strategi Lo Kheng Hong: Beli Saham di Sektor Bisnis yang Sedang Terpuruk, https://www.tribunnews.com/bisnis/2019/08/12/strategi-lo-kheng-hong-beli-saham-di-sektor-bisnis-yang-sedang-terpuruk?page=3.


Editor: Choirul Arifin


🍇



JAKARTA - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) secara resmi meluncurkan penerapan mekanisme penyelesaian dana atas transaksi efek di pasar modal melalui bank sentral atau Bank Indonesia (BI) secara menyeluruh atau yang dikenal dengan Full Central Bank Money (CeBM). 

Peresmian penerapan fasilitas ini dilakukan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen dan Deputi Gubernur Bl Sugeng bersama dengan Direktur Utama BEI Inarno Djajadi, Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo, dan Direktur Utama Kliring Penjaminan Efek Indonesia(KPEI) Sunandar. 

"Penerapan penyelesaian dana atas transaksi pasar modal melalui Bank Sentral merupakan lompatan besar dan tonggak sejarah baru di industri pasar modal Indonesia, karena berhasil menyelesaikan salah satu kunci dari prinsip Intemational Organization of Securities Commissions (IOSCO) yang memungkinkan pasar modal kita mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi sehingga dapat bersaing dengan pasar modal global. Kita juga patut bangga karena Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang telah menerapkan mekanisme full CeBM," ujar Uriep di Jakarta, Jumat(9/8/2019). 

Penerapan penyelesaian transaksi dana melalui bank sentral secara menyeluruh untuk penyelesaian transaksi Efek di Pasar Modal Indonesia sesuai dengan salah satu Principles for Financial Market Infrastructures (PFMI) yang dikeluarkan oleh Committee on Payments of Market Infrastructure (CPMI) dan IOSCO. PFMI ini merupakan standar internasional bagi infrastruktur pasar keuangan untuk memperkuat dan menjaga stabilitas keuangan. 

PFMI nomor 9 tentang penyelesaian dana, menyebutkan bahwa penyelesaian dana untuk infrastruktur pasar keuangan akan lebih baik menggunakan bank sentral. Tujuannya, untuk meminimalkan dan mengendalikan risiko kredit dan risiko likuiditas atas penyelesaian dana tersebut. 

"Untuk itu, KSEI selaku Financial Market Infrastructure (FMI) direkomendasikan untuk melakukan penyelesaian transaksi dana melalui Bank Sentral," lanjut Uriep. 

Sebelum diterapkannya mekanisme penyelasaian dana melalui bank sentral ini, penyelesaian dana terkait keperluan penyelesaian transaksi di pasar modal dilakukan oleh Pemegang Rekening KSEI (Perusahaan Efek dan Bank Kustodian) harus dilakukan melalui bank komersial yang ditunjuk oleh KSEl sebagai bank pembayaran. Fungsi utama Bank Pembayaran KSEI adalah untuk menempatkan posisi dana yang tercatat dalam Rekening Efek di KSEI, mengacu pada ketentuan dalam peraturan Bapepam-LK No.lll.C.6 mengenai penempatan dana pada rekening khusus di bank. 

"Dengan penerapan Full CeBM, rekening khusus di bank yang digunakan untuk penempatan dana yang tersimpan di Rekening Efek akan dilakukan di rekening giro KSEI di Bank lndonesia, tidak lagi ditempatkan dalam rekening KSEI di Bank Pembayaran," ungkapnya. 

Implementasi Full CeBM di Pasar Modal Indonesia dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama implementasi, seluruh Bank Kustodian wajib melakukan penyelesaian dana menggunakan sistem Bl-RTGS untuk semua transaksi dalam mata uang rupiah sejak Juni 2015. Selanjutnya, sistem Bl-RTGS juga digunakan untuk transaksi Surat Berharga Negara (SBN) dalam mata uang rupiah oleh perusahaan efek sejak Maret 2016. Pada tahapan berikutnya di tahun 2018, Bl-RTGS mulai digunakan oleh sebagian perusahaan efek untuk penyelesaian transaksi dana. 

Adapun penerapan Full CeBM mulai efektif sejak 22 Juli 2019, dimana seluruh pemegang rekening KSEI, baik Bank Kustodian dan Perusahaan Efek telah melakukan penyelesaian dana menggunakan sistem BI-RTGS untuk semua transaksi dalam mata uang Rupiah. Penerapan Full CeBM juga didukung oleh penerbitan surat persetujuan OJK Nomor S-675/PM.21/2019 pada tanggal 31 Mei 2019.
Sejak implementasi pada 22 Juli 2019 hingga 2 Agustus 2019, rata-rata per hari nilai perputaran dana di Bank Indonesia terkait penyelesaian di pasar modal sebesar Rp11,4 triliun, dengan rata-rata per harinya untuk frekuensi dana masuk 233 instruksi dan dana keluar 589 intruksi. 

"Ke depan, KSEI juga berencana untuk mengkaji penerapan Sistem Kliring Nasional (SKN) Bank Indonesia. Hal ini untuk memberikan alternatif penyelesaian dana yang lebih murah dan efisien bagi pemakai jasa KSEI," tandas Uriep. 

Penerapan Full CeBM ini membuat penyelesaian dana lebih mudah dan cepat serta meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko operasional. Dengan penerapan Full CeBM, batas waktu penyelesaian transaksi tidak lagi bergantung pada jam operasional bank pembayaran. Maka, sejak 22 Juli 2019 KSEI telah memperpanjang waktu penyelesaian transaksi yang sebelumnya hingga pukul 15.00 menjadi pukul 16.00.

Sejak diimplementasikannya mekanisme Full CeBM, bank pembayaran yang bekerjasama dengan KSEI pada periode 2019-2022 akan mengalami perubahan fungsi dari sebelumnya sebagai bank penyelesaian dana transaksi di pasar modal, menjadi bank penyedia fasilitas intraday kepada Perusahaan Efek.
(fjo)
🍆

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli 2019 adalah sebesar 0,31% secara bulanan (month to month) dan sebesar 3,32% secara tahunan. Sementara inflasi tahun kalender (Januari-Juli) sebesar 2,36%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, setidaknya ada  tujuh kelompok pengeluaran yang memberi andil inflasi dan deflasi.

Yakni kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi sebesar 0,80% dan mengambil andil terhadap inflasi sebesar 0,17%.
Lalu kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang mengalami inflasi sebesar 0,24% dan memberi andil kepada inflasi sebesar 0,04%.
Selanjutnya, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang mengalami inflasi sebesar 0,14% dan memberi andil terhadap inflasi sebesar 0,04%.
Kemudian, kelompok sandang yang mengalami inflasi sebesar 0,70% dan menyumbang andil inflasi sebesar 0,04%.
Lalu kesehatan yang mengalami inflasi sebesar 0,18% dan memberi kontribusi ke inflasi sebesar 0,04%.
Sementara itu, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami inflasi sebesar 0,92% atau memberi kontribusi inflasi sebesar 0,01%.
Sedangkan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 0,36% dan mengambil andil sumbangan deflasi sebesar 0,06%.
Menurut Suhariyanto, penyebab utama inflasi adalah kenaikan harga cabai merah, cabai rawit, harga emas, dan uang masuk Sekolah Menengah Atas (SMA).

🍑
Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. terus mencatatkan rekor baru dan mendorong nilai kapitalisasi pasar perseroan semakin tinggi.
Pada perdagangan Kamis (11/7/2019) pagi hingga pukul 10.30 WIB, saham emiten dengan ticker BBRI ini sudah melesat lagi 1,34% ke level Rp4.530 per saham. Ini merupakan level tertingginya sepanjang tahun ini, setelah posisi tertinggi yang dicapai pada pertengahan April 2019 lalu di level Rp4.460 per saham.
Dengan level harga yang baru ini, nilai total kapitalisasi pasar atau market cap BBRI sudah mencapai 558,76 triliun. Capaian itu menempatkan emiten bank berkode BBRI sebagai bank dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di Asia Tenggara.
“Beberapa sentimen positif yang mendorong investor terus memburu saham BBRI di antaranya potensi pertumbuhan bisnis BRI yang ditopang di segmen mikro, perkembangan inovasi digital banking BRI serta dampak relaksasi giro wajib minimum (GWM) sehingga menambah likuiditas perseroan,” ujar Corporate Secretary Bank BRI Bambang Tribaroto dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Rabu (10/7/2019).
Adapun perseroan melakukan 
  • penawaran saham perdana atau initial public offering(IPO) pada 2003 dengan harga Rp875 per lembar saham. 
  • Pada 8 tahun setelahnya, atau 2011 BBRI melakukan stock split dengan rasio 1:2, dan selanjutnya 
  • 2017 perseroan kembali melakukan stock split dengan rasio 1:5.

Sementara itu, hingga akhir triwulan I 2019, perseroan mencatat kinerja positif dari sisi profitabilitas, intermediasi, dan aset. Laba perusahaan tercatat Rp8,2 triliun atau tumbuh 10,42 secara tahunan (year-on-year/yoy).
Aset perusahaan pada periode yang sama naik 14,35% yoy menjadi Rp1.279,86 triliun. Hal itu disokong oleh penyaluran kredit Rp855,46 triliun atau tumbuh 2,41% yoy.

Sementara itu, untuk dana pihak ketiga, tercatat Rp936,03 triliun tumbuh 13,18% yoy. Porsi dana murah atau current account savings account (CASA) BBRI tercatat 56,28%, naik dari sebelumnya 55,87%.
🍓
Jakarta detik - Proses akuisisi Bank BRI terhadap PT Bringin Sejahtera Artha Makmur (BRINS) sudah mencapai Conditional Sales and Purchase Agreement (CSPA) alias Perjanjian Pengikatan Jual Beli Bersyarat (PPJB). 

Dengan begitu rencana PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. untuk memiliki anak usaha yang bergerak di bidang asuransi umum akan segera terwujud.

Direktur Utama Bank BRI, Suprajarto mengatakan bahwa akuisisi ini akan semakin melengkapi layanan keuangan yang dimiliki BRI Group.
"Akuisisi ini merupakan langkah strategis perseroan untuk menjadi integrated financial solution. Dengan hadirnya BRINS yang bergerak di bidang asuransi umum tentu akan semakin melengkapi layanan keuangan yang dimiliki oleh BRI Group," ujar Suprajarto dalam keterangan tertulis, Minggu (23/6/2019).

Saat ini, Bank BRI telah memiliki 7 perusahaan anak yang tergabung dalam BRI Group diantaranya BRI Syariah, BRI Agro, BRI Life, BRI Finance, BRI Ventures, BRI Remittance dan Danareksa Sekuritas.

Suprajarto juga menerangkan, dalam proses akuisisi ini, Bank BRI akan mengambil alih kepemilikan 90% saham BRINS dengan nilai Rp 1,04 triliun atau setara dengan 1,6 kali book value dan diperkirakan seluruh proses akan rampung pada September 2019.

"Peluang pertumbuhan asuransi umum di Indonesia masih terbuka. Rasio Premi Bruto per PDB Indonesia berada di kisaran 0.5% dibandingkan dengan negara ASEAN lain yang diatas 1%. Melalui perpaduan antara peluang pertumbuhan yang besar serta potensi integrasi atau sinergi dengan BRI baik dari sisi revenue maupun cost, transaksi ini diharapkan dapat meningkatkan value BRI," ungkapnya.
🍉


Sebagai informasi, BRINS merupakan anak usaha Dana Pensiun BRI yang bergerak di bidang asuransi umum. Hingga akhir Desember 2018, BRINS membukukan laba Rp 141 miliar, aset Rp 2,39 triliun dan pertumbuhan premi bruto tahunan pada kisaran 15%. (ega/zlf)


Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan mengambil sikap tegas dengan menyeleksi pejabat di sejumlah kementerian dan BUMN pada masa mendatang jangan sampai diisi Islam garis keras, demikian laporan eksklusif Reuters.
Menurut kantor berita yang bermarkas di London, Inggris, itu, beberapa kementerian yang akan menerapkan proses penyaringan ketat agar para pejabatnya tidak diisi muslim garis keras adalah Kementerian Keuangan, Pertahanan, Kesehatan, Pendidikan, Agama, dan Pekerjaan Umum.
Sementara, beberapa BUMN yang disebut-sebut kantor berita itu bakal menerapkan seleksi ketat untuk menghindari muslim garis keras menduduki jabatan strategis ialah PT Pertamina, Garuda Indonesia, Bank BRI, PT Antam, dan PT Timah.
Menurut Reuters, kebijakan itu diambil setelah ada peningkatan jumlah politisi yang menuntut peran yang lebih besar bagi Islam di negara mayoritas muslim terbesar di dunia, dengan beberapa kelompok dikatakan menyerukan negara Islam.
Menurut dokumen yang diperoleh Reuters, pemerintah ingin menerapkan pemeriksaan latar belakang yang lebih ketat dan tes psikologis baru untuk mengukur kecenderungan politik kandidat terutama bagi mereka yang mencari promosi ke dua anak tangga teratas birokrasi.
Pejabat senior pemerintah, yang merupakan bagian dari tim yang merumuskan kebijakan skrining baru, mengatakan Presiden Joko Widodo bermaksud memastikan Indonesia tetap menjadi model bagi Islam moderat sebagai bagian dari warisannya ketika selesai memimpin pada 5 tahun mendatang.
Selanjutnya pejabat itu mengatakan Presiden Jokowi sangat percaya bahwa Islam radikal mengancam aparat negara dan juga masa depan demokrasi. Rencana pemeriksaan adalah prioritas besar baginya, kata pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya.
"Dia ingin sebelum pemilihan presiden berikutnya pada 2024, elemen garis keras dan radikal disingkirkan untuk mencapai demokrasi yang lebih sehat," kata pejabat itu.
🍇


JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laba bersih industri perbankan mencapai Rp 49,91 triliun pada Januari-April 2019, meningkat 8,22% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 46,12 triliun.
Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode April 2019 yang dipublikasi OJK menunjukkan, perolehan laba bersih tersebut ditopang oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang mencapai Rp 125,29 triliun, tumbuh 4,12% dibandingkan April 2018 sebesar Rp 120,33 triliun. Kemudian, pendapatan nonoperasional sebesar Rp 7,29 triliun atau lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar Rp 8,57 triliun, sedangkan beban operasional sebesar Rp 235,45 triliun.
Jika dirinci, berdasarkan kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV mencetak laba bersih sebesar Rp 32,95 triliun per April 2019, meningkat 15,17% dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp 28,61 triliun.
Peningkatan laba bersih tersebut didorong dari NII yang meningkat 9,93% dari Rp 67,50 triliun menjadi Rp 73,53 triliun. Sedangkan beban operasional juga meningkat 51,37% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 101,48 triliun per April 2019.
Untuk kelompok BUKU III membukukan laba bersih sebesar Rp 13,08 triliun atau tumbuh tipis 1,08% dibandingkan dengan April 2018 yang sebesar Rp 12,94 triliun. Pertumbuhan laba yang tipis tersebut disebabkan oleh adanya lonjakan beban operasional yang naik 67,94% (yoy) menjadi Rp 108,24 triliun, sedangkan NII melambat 5,90% menjadi Rp 32,04 triliun dari Rp 34,05 triliun.
Sedangkan kelompok BUKU II dan I mengalami perlambatan pertumbuhan laba bersih sampai dengan April 2019. Untuk BUKU II, laba bersih yang diperoleh sebesar Rp 2,56 triliun, lebih lambat 24,48% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3,39 triliun.
Perlambatan tersebut karena adanya peningkatan beban operasional BUKU II sebesar 7,96% (yoy) menjadi Rp 17,35 triliun. Kemudian, kelompok BUKU II hanya memperoleh NII yang tumbuh 4% (yoy) menjadi Rp 12,75 triliun.
OJK juga mencatat, BUKU I mengalami perlambatan pertumbuhan laba bersih paling dalam mencapai 62,5% dari April 2018 yang sebesar Rp 312 miliar menjadi Rp 117 miliar per April 2019.
Perlambatan tersebut terjadi karena BUKU I juga mencatat perlambatan pada NII sebesar 4,20% (yoy) menjadi Rp 1,14 triliun dari Rp 1,19 triliun. Untuk beban operasional tercatat meningkat 16,81% (yoy) menjadi Rp 1,32 triliun per April 2019.
"Laba dan kredit perbankan memang disumbang hanya dari kelompok BUKU III dan BUKU IV. Itu memang wajar, karena kompetisi, BUKU I dan II tidak cukup mampu untuk berkompetisi apalagi terkait teknologi, karena mahal bagi BUKU kecil," jelas Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso kepada Investor Daily, di Jakarta, Kamis (20/6) malam.
Menurut Wimboh, perbankan harus memanfaatkan teknologi. Untuk itu pihaknya mengimbau bank kecil untuk berkolaborasi dengan perusahaan teknologi atau bank yang lebih besar terkait sinergi teknologi. Hal tersebut dinilai lebih murah dibandingkan melakukan investasi sendiri untuk teknologi. "Bank yang kecil ini kami harapkan bisa bersinergi dengan yang besar, dari sisi teknologi misalnya. Karena bank kecil BUKU I dan II ini tidak mampu investasi besar, teknologi itu mahal," lanjut Wimboh.
Sementara itu, dari data SPI OJK per April, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) tercatat sebesar 4,87% atau lebih rendah dari tahun lalu di posisi 5,07%. Sedangkan return on asset(RoA) berada di level 2,42%, naik 2 basis poin (bps) dari tahun lalu yang sebesar 2,40%.
"Perbankan Indonesia, walaupun NIM turun, tapi profitnya tetap tumbuh, karena sekarang bank bukan mencari margin yang besar, melainkan dari pendapatan lain, seperti fee based income. Ke depan akan mencari fee based, tentunya dengan memanfaatkan teknologi," terang dia.
Kredit Tumbuh 11,05%
Di sisi lain, OJK mencatat sampai dengan April 2019, perbankan Indonesia telah menyalurkan kredit mencapai Rp 5.305,97 triliun, tumbuh 11,05% dibandingkan dengan April 2018 yang sebesar Rp 4.778,16 triliun.
Seperti yang disebut Wimboh, pendorong pertumbuhan kredit perbankan masih berasal dari kelompok BUKU III dan IV. Untuk BUKU IV sampai dengan April 2019 telah menyalurkan kredit Rp 2.827,0 triliun, tumbuh tinggi 18,11% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 2.393,45 triliun.
Kemudian BUKU III menyalurkan kredit Rp 1.702,38 triliun, meningkat tipis 1,93% (yoy). BUKU II telah mengucurkan kredit Rp 524,85 triliun, tumbuh 6,16% (yoy). Untuk BUKU I sampai dengan empat bulan pertama tahun ini mencatat pertumbuhan melambat 1,55% dari Rp 45,20 triliun menjadi Rp 44,50 triliun. "Kredit investasi itu tumbuh 14%, kredit modal kerja 11%, kredit konsumsi tumbuh 9%. Kredit konsumsi ini karena permintaan kendaraan bermotor belum banyak, real estate di properti juga belum banyak. Tapi ke depan dengan berbagai proyek akan meningkat," ungkap Wimboh.

Sumber: Investor Daily
🍅


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor keuangan khususnya sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang tumbuh signifikan memasuki semester II-2019. Kembalinya kepercayaan diri investor atas ekonomi dalam negeri turut mendongkrak saham sektor perbankan.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 14 Juni 2019 menunjukkan secara sektoral, sektor keuangan menjadi sektor tersubur nomor dua dengan pertumbuhan secarayear to date (ytd) sebesar 7,86%. Pertumbuhan tersebut didukung dengan melesatnya saham bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Data BEI lainnya menunjukkan, tiga saham perbankan tersebut masuk dalam 10 saham pengerek IHSG secara ytd. Tercatat saham BBCA sudah naik 11,5% ytd ke level Rp 29.000 per saham. Bahkan BBCA sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa dia sebesar Rp 30.950 pada perdagangan pekan ini.
Saham BBRI tumbuh yakin 15,6% ke level Rp 4.230. Saham bank plat merah ini juga sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di tahun ini pada level Rp 4.730. BMRI pun tidak kalah subur dengan tumbuh 6,1% ytd ke level Rp 7.825 per saham.
Jika melihat dari sisi valuasi atau rasio price to earnings (PE), saat ini IHSG memiliki rata-rata PE sebesar 16,4 kali. BMRI dan BBRI tercatat masih di bawah rata-rata valuasi IHSG dengan PE masing-masing sebesar 12,62 kali dan 15,96 kali. PE BBCA termasuk tinggi di atas IHSG yakni sebesar 29,50 kali.
Melihat pergerakan saham yang signifikan ini, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji menilai, beberapa faktor membuat sektor perbankan melaju, yakni dari kinerja pertumbuhan kredit dan kualitas kredit yang baik.
Benar saja, mengutip Analisis Uang Beredar Bank Indonesia (BI) menunjukkan kredit perbankan pada bulan April 2019 tercatat mencapai Rp 5.339,2 triliun atau tumbuh 11% secara year on year (yoy). 
Angka tersebut tercatat masih sejalan dengan target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019 uang sebesar 12%-14%.
OJK mencatat, rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan per April 2019 sebesar 2,56% dan rasio pembiayaan bermasalah (NPF) sebesar 2,76%.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, faktor lain yang ikut mendorong adalah penetapan lembaga rating S&P dalam menaikkan rating outlook ekonomi Indonesia dari BBB- menjadi BBB, yakni di atas level layak investasi. 
Menurutnya, di kondisi tersebut sektor keuangan menjadi sektor yang paling cepat merespon karena secara umum sektor keuangan menjadi penopang perekonomian.
"Adanya ekspektasi penurunan suku bunga acuan global karena risiko resesi ekonomi membuat sektor perbankan akan menjadi semakin berpotensi. Selain itu. sektor perbankan diisi oleh saham-saham kapitalisasi besar yang lebih diincar asing," ujar Hans.
Apabila suku bunga turun menurut Hans, ekonomi akan lebih tumbuh, kredit perbankan akan lebih baik yang diikuti dengan kualitas kredit yang semakin membaik. Pihaknya sendiri masih merekomendasikan BBRI dan BBNI karena dari sisi valuasi masih cukup terjangkau.
"Berakhirnya era rezim suku bunga tinggi global.Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cenderung stabil. Fundamental makroekonomi domestik masih cenderung stabil," ujar Nafan.
Nafan merekomendasikan saham BMRI untuk dikoleksi di rentang Rp 7.300-Rp 7.400 dengan target harga jangka pendek sebesar Rp 7.725.
🍉

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sejauh ini mampu menunjukkan performa keuangan yang mengesankan. Ini mengingat emiten berkode BBRI tersebut meraih pertumbuhan laba bersih sebesar 10,4% (yoy) menjadi Rp 8,19 triliun di kuartal I-2019. Hasil ini menjadikan BBRI sebagai pemilik laba bersih terbesar di sektor perbankan.
Di periode yang sama, pendapatan bunga bersih BBRI hanya tumbuh 4,2% (yoy) menjadi Rp 19,41 triliun akibat beban bunga yang tumbuh lebih tinggi ketimbang pendapatan bunga.


Analis Mirae Asset Sekuritas Lee Young Jun mengungkapkan, lonjakan laba bersih BBRI , anggota indeks Kompas100 ini, didorong oleh biaya kredit dan biaya operasional yang mampu dikelola dengan baik. Meski BBRI sempat meningkatkan suku bunga kredit di awal tahun ini, perusahaan juga turut mengurangi suku bunga kredit konsumen di daerah-daerah tertentu di tengah persaingan yang ketat.
Ke depan, BBRI diharapkan kembali mencatatkan peningkatan kinerja, terutama pada bagian top line mulai kuartal III-2019. “Potensi ini didukung oleh berlanjutnya biaya kredit yang lebih rendah pada tahun 2019 secara keseluruhan,” terangnya dalam riset 25 April lalu.
Analis MNC Sekuritas Rr. Nurulita Harwaningrum menambahkan, kenaikan laba bersih BBRI juga dipengaruhi oleh getolnya emiten anggota Kompas100 tersebut dalam menyalurkan kredit. Dalam catatannya, BBRI mampu mencatat pertumbuhan kredit sebesar 12,4% (yoy) menjadi Rp 814,6 triliun di kuartal pertama lalu.
“Selain itu beban pencadangan juga turun sehingga mampu mendorong kenaikan laba bersih perusahaan,” sambungnya, Senin (27/5) lalu.
Masih terkait kredit, kontribusi penyaluran kredit terbesar berasal dari segmen mikro yakni sebanyak Rp 284,1 triliun di kuartal I-2019. Jumlah ini setara dengan 34,9% dari total kredit yang disalurkan BBRI di periode tersebut.
Analis Valbury Sekuritas Indonesia Budi Rustanto menilai, pertumbuhan kredit BBRI masih tergolong solid di tengah likuiditas industri perbankan yang ketat. Ia mempertahankan asumsi pertumbuhan kredit BBRI sebesar 14% (yoy) pada tahun ini.
Dia percaya, segmen mikro akan menjadi penopang utama kredit BBRI. Apalagi, pihak bank berupaya meningkatkan kontribusi segmen mikro hingga mencapai 40% dari total kredit pada tahun 2020 mendatang. Di waktu yang sama, perusahaan juga berencana mengurangi kontribusi kredit segmen korporasi menjadi 20%.
“Untuk mengakomodasi ekspansi kredit mikro, bank akan memanfaatkan CASA sebagai sumber pendanaan utama,” papar Budi dalam riset 29 April.
Nurulita optimistis, di tengah tingginya angka pertumbuhan kredit, BBRI diperkirakan masih bisa menjaga kualitas kreditnya.
BBRI sebenarnya sudah membuktikan hal tersebut. Ini tercermin dari non performing loan (NPL) gross BBRI yang turun dari 2,39% di kuartal I-2018 menjadi 2,31% di kuartal I-2019.
Maka dari itu, ia masih menyarankan beli saham BBRI dengan target Rp 4.400 per saham. Begitu pula dengan Budi yang merekomendasikan beli saham BBRI dengan target Rp 4.800 per saham. 

Adapun Lee Young Jun merekomendasikan trading buy dengan target Rp 4.900 per saham.
🍐


Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak tiga bank BUMN telah mengumumkan pembagian dividen tahun buku 2018. Hanya satu bank pelat merah yang belum menetapkan dividen yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. 
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar secara terpisah, tiga bank BUMN mengumumkan rasio pembagian dividen yang bervariasi. 
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. memutuskan menaikkan rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio tahun buku 2018 menjadi 50% dari total laba yang diperoleh pada 2018. Nilai dividen dari Bank Wong Cilik itu setara dengan Rp16,17 triliun atau Rp131 per lembar saham dan maksimal Rp132 per saham. 
Secara historis dalam lima tahun terakhir BBRI terus menaikkan dividend payout ratiodan tahun ini merupakan yang tertinggi. Rinciannya berturut-turut sejak tahun buku 2014 hingga 2018 BRI mencatat pembagian dividen dengan rasio 30,00%, 30,27%, 40,36%, 45,41%, dan 50% dari total laba perseroan. 
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menetapkan pembagian dividen sebesar 45% dari total laba bersih 2018. Nilai dividen yang ditebar kepada pemegang saham Rp11,257 triliun atau sebesar Rp241 per saham.  
Sebagai informasi, dividend payout ratio emiten perbankan berkode saham BMRI itu tidak berubah dibandingkan dengan tahun sebelumnya kendati laba bersih perseroan naik signifikan pada 2018 menjadi Rp25,0 triliun atau tumbuh 21,2% secara year on year (yoy).  
Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. memutuskan menurunkan dividend payout ratio. Total dividen yang dibagikan perseroan sebesar Rp3,75 triliun, setara 25% dari laba bersih tahun buku 2018 yang berjumlah Rp15,01 triliun, dengan nilai per saham yakni Rp805. 
Pada tahun lalu, emiten bersandi BBNI membagikan dividen untuk tahun buku 2017 sebesar Rp4,77 triliun atau 35% dari laba bersih perseroan.  
Penurunan pembagian dividen BNI dinilai sesuai dengan usulan manajemen pada pemegang saham demi memperkuat  rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Dengan meningkatkan saldo laba ditahan, rasio CAR diharapkan terjaga di level 18,5% hingga akhir tahun sehingga bisa mendukung ekspansi pertumbuhan bisnis sebesar 13%-15% pada 2019. 
Lalu, berapa perkiraan dividen payout ratio bank pelat merah lainnya yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.?
Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko menyatakan manajemen akan mengusulkan agar dividend payout ratio tidak berubah dari tahun lalu yakni 20% terhadap total laba. Keputusan resmi mengenai pembagian dividen BTN akan diambil dalam RUPST yang digelar pada hari ini, Jumat (17/5/2019). 
“Iya usulannya masih sama dengan tahun lalu, 20%," katanya kepada Bisnis, Kamis (16/5/2019).
Sebagai gambaran, emiten bersandi BBTN itu menutup 2018 dengan jumlah laba bersih Rp2,8 triliun turun 7,85% (YoY). Dengan perkiraan payout ratio 20%, dividen BBTN kali ini berkisar Rp560 miliar. 
Seperti tahun-tahun sebelumnya, rasio dividen bank spesialis kredit perumahan tersebut memang yang paling rendah dibandingkan peernya sesama bank pelat merah. Berturut-turut sejak tahun buku 2014 -2018 payout ratio BTN sebesar 19,48%, 19,19%, 20%, 20%, dan 20%. 

Dalam kesempatan sebelumnya, Iman sempat menjelaskan alasan payout ratio yang lebih rendah tersebut karena CAR BTN masih lebih kecil dibandingkan tiga bank BUMN lainnya. Di sisi lain, perseroan cukup agresif membidik pertumbuhan bisnis. 
🍇

Jakarta, Beritasatu.com - Kinerja PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (kode saham: BBRI) terus menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, dan sepanjang 2018 lalu memposisikan perseroan sebagai bank paling menguntungkan di Indonesia.
Di Bursa Efek Indonesia, BRI tampil sebagai raksasa dengan memuncaki daftar emiten dengan nilai aset, laba bersih, dan ekuitas terbesar di antara 629 emiten yang terdaftar di BEI per April 2019.
Hal tersebut terungkap dalam data yang dihimpun majalah Investor dan dirilis pada acara penganugerahan Best Listed Companies di Jakarta, Kamis (16/5/2019) malam.
Dalam ajang tersebut, BRI terpilih sebagai emiten terbaik untuk kategori perbankan.
Dalam dua tahun terakhir, aset BRI sudah mengalahkan sesama BUMN, Bank Mandiri. Per Desember 2018, BRI mencatatkan aset konsolidasi Rp 1.296,9 triliun, tumbuh 15,2% dibandingkan Desember 2017 senilai Rp 1.126,2 triliun.
Pada periode yang sama, Bank Mandiri mencatat aset Rp 1.202,25 triliun, naik 6,9% dari 2017 yang sebesar Rp 1.124,70 triliun.
BRI juga unggul jauh dari Bank Central Asia, Bank Negara Indonesia, Astra International, dan Bank Tabungan Negara.
Aset BRI
Laba bersih BRI pada 2018 tercatat Rp 32,42 triliun atau naik 11,6% dari tahun sebelumnya untuk menggusur PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) dari puncak 10 besar emiten dalam segi laba.
Posisi kedua ditempati Astra dengan Rp 27,37 triliun, sementara Telkom melorot ke posisi tiga dengan Rp 26,98 triliun.
Laba BRI
Keperkasaan BRI berlanjut dengan memuncaki daftar 10 besar emiten dari sisi ekuitas dengan nilai Rp 185,28 triliun pada 2018 lalu.
Posisi tersebut diraih dengan menggusur Bank Mandiri ke posisi dua, dengan ekuitas Rp 184,96 triliun.
ekuitas BRI
Para analis berpendapat bahwa 2019 ini saham perbankan masih sangat layak dikoleksi dan rekomendasi untuk pada investor adalah BRI, BNI, dan Mandiri.
Tim riset Mirae Asset Sekuritas, misalnya. memberikan pangdangan positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan BRI tahun ini. Pihaknya bahkan memperkirakan kenaikan laba bersih BRI sebesar 12% tahun ini menjadi Rp 36,15 triliun.
“Kami memperkirakan pertumbuhan pendapatan bunga bersih perseroan akan lebih baik tahun ini didukung atas NIM yang relative stabil, sehingga laba bersih perseroan diperkirakan tetap bertumbuh,” ungkap analis Mirae Asset Sekuritas Lee Young Jun dalam risetnya di Jakarta, belum lama ini.


Sumber: BeritaSatu.com
🍎

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. membagikan 50% laba yang didapat pada 2018 atau senilai Rp16,17 triliun. Nilai dividen tersebut setara dengan minimal Rp131 dan maksimal Rp132 per saham. 
Berdasarkan payout ratio, pembagian dividen tahun ini merupakan yang paling tinggi sejak 2014. Secara berurutan pada tahun buku 2014 hingga 2017, BRI mencatat pembagian dividen dengan rasio 30,00%, 30,27%, 40,36%, dan 45,41% terhadap laba perseroan. 
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan rasio kecukupan modal (capital adequaty ratio/CAR) perseroan terbilang longgar. “Pencadangan juga masih cukup, sehingga 50% dari laba cukup untuk tetap ekspansi bisnis ke depan,” katanya di Gedung BRI I, Jakarta, Rabu (15/5/2019). 
Dia melanjutkan bahwa dividen akan dibayarkan dengan ketentuan bahwa khusus bagian pemerintah atas kepemilikan 56,75% saham sebesar Rp9,18 triliun. Selanjutnya direksi dengan hak subtitusi memiliki kewenangan untuk menetapkan jadwal dan tata cara pembagian dividen tahun buku 2018 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 
Sementara itu sepanjang 2018 BRI meraup laba bersih secara konsolidasi sebesar Rp32,35 triliun atau naik 11,6% secara tahunan (year-on-year/yoy). Satu pendorong profitabilitas adalah penyaluran kredit ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 
Suprajarto mengatakan bahwa komposisi kredit UMKM terhadap total portofolio pembiayaan pada 2018 lebih besar dibandingkan dengan 2017. Perseroan mencatat kredit yang disalurkan ke sektor tersebut sebanyak Rp645,7 triliun atau menyumbang 76,5%. 
Efisiensi juga menjadi kontributor utama menjaga pertumbuhan laba tahun buku 2018. Beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) turun menjadi 70% dari sebelumnya 70,7%. 

Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan hal tersebut diikuti oleh pendapatan nonbunga yang tumbuh 22,7% yoy menjadi Rp23,4 triliun. Layanan internet banking dan kanal pembayaran digital menjadi satu penyumbang tulang punggung pendapatan komisi atau fee based income (FBI).

🍓

Liputan6.com, Jakarta PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) (Persero) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun 2019 di Jakarta pada Rabu (15/5). Dalam rapat tersebut, Bank BRI menyetujui pembayaran dividen sebesar 50% dari laba bersih tahun 2018 yang sebesar Rp.32,35 Triliun. Sehingga, dividen yang dibagikan BRI tahun ini sebesar Rp.16,17 Triliun. Angka ini naik dibandingkan dengan dividen yang dibagikan BRI pada tahun lalu sebesar Rp.13,04 Triliun.
"Ringkasan hasil putusan RUPS Tahunan di antaranya adalah menyetujui penggunaan laba bersih konsolidasian untuk tahun buku 2018 sebesar Rp 32.352.133.341.945. Dengan dividen sebesar 50 persen atau RP 16.175.566.670.973 ditetapkan sebagai dividen tunai dan dibagikan kepada para pemegang saham," kata Direktur Utama, Suprajarto saat Press Conference RUPS Tahunan Bank BRI Tahun 2019 bertempat di Gedung BRI Tower 1 Lantai 21, Jalan Sudirman, Jakarta.
Suprajarto menjelaskan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham akan dibayarkan dengan ketentuan sebagai berikut;
"Khusus dividen bagian pemerintah atas kepemilikan 56,75% saham sebesar Rp 9.179.798.381.218. Kemudian, memberikan wewenang dan kuasa kepada Direksi Perseroan dengan hak subsitusi untuk menetapkan jadwal dan tata cara pembagian dividen tahun buku 2018 sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelasnya.
RUPS Tahunan Bank BRI juga memutuskan sebesar 50 persen atau Rp 16.175.566.670.973 akan digunakan sebagai saldo laba ditahan. Suprajarto menjelaskan bahwa jumlah saldo laba yang ditahan itu sudah cukup untuk mendukung ekspansi bisnis BRI ke depan.
Selain itu, RUPS Tahunan Bank BRI Tahun 2019 juga menyetujui perubahan anggota dewan komisaris. Wahyu Kuncoro ditunjuk sebagai Wakil Komisaris Utama menggantikan posisi yang sebelumnya diduduki oleh Gatot Trihargo, dan Hendrikus Ivo sebagai Komisaris Independen menggantikan Mahmud. Sedangkan untuk jajaran Direksi Bank BRI tidak mengalami perubahan.









































































Jajaran Komisaris
Komisaris Utama: Andrinof A Chaniago
Wakil Komisaris Utama: Wahyu Kuncoro*
Komisaris: Nicolaus Teguh Budi Harjanto
Komisaris: Hadiyanto
Komisaris Independen: A. Fuad Rahmany
Komisaris Independen: Hendrikus Ivo*
Komisaris Independen: A. Sonny Keraf
Komisaris Independen: Rofikoh Rokhim
(*Pengangkatan akan berlaku efektif setelah uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Jajaran Direksi
Direktur Utama: Suprajarto
Wakil Direktur Utama: Sunarso
Direktur Ritel dan Menengah: Supari
Direktur Mikro dan Kecil: Priyastomo
Direktur Konsumer: Handayani
Direktur Jaringan dan Layanan:  Osbal Saragi R.
Direktur Keuangan: Haru Koesmahargyo
Direktur Teknologi Informasi dan Operasi: Indra Utoyo
Direktur Hubungan Kelembagaan: Sis Apik Wijayanto
Direktur Human Capital: R. Sophia Alizsa
Direktur Manajemen Risiko: Mohammad Irfan
Direktur Kepatuhan: Ahmad Solichin Lutfiyanto

Dalam rapat tersebut juga disahkan persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan konsolidasian perseroan tahun 2018, persetujuan laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris tahun 2018 serta pengesahan laporan keuangan pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan tahun 2018 sekaligus pemberian pelunasan dan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya (volledig acquit et decharge) kepada Direksi atas tindakan pengurusan Perseroan dan Dewan Komisaris Perseroan atas tindakan pengawasan perseroan selama tahun buku 2018.
Dalam RUPS juga diputuskan penetapan remunerasi / penghasilan Direksi dan Dewan Komisaris Tahun 2019, tantiem untuk Tahun Buku 2018 bagi Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan serta penetapan Kantor Akuntan Publik untuk mengaudit Laporan Keuangan Perseroan Tahun Buku 2019 dan Laporan Keuangan Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Tahun Buku 2019.
🍒

Liputan6.com, Jakarta Bank Rakyat Indonesia (BRI) berkomitmen untuk hadir dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan Layanan Perbankan pada momen lebaran 2019. Masyarakat tetap dapat menikmati layanan perbankan Bank BRI selama masa Libur dan Cuti Bersama Lebaran Tahun 2019 yang berlangsung dari tanggal 1 – 9 Juni 2019.
Direktur Jaringan dan Layanan Bank BRI, Osbal Saragi, mengatakan bahwa Bank BRI telah menyiapkan uang tunai senilai Rp 48,2 triliun guna mengantisipasi meningkatnya kebutuhan akan uang tunai pada momen Ramadan dan Lebaran tahun ini. Dari total uang tunai Rp 48,2 trilyun, 60 persen diantaranya dialokasikan untuk mesin ATM, CDM, dan CRM. Sisanya sebesar 40 persen disebar di unit kerja BRI.
Selain menyediakan uang tunai, Bank BRI juga tetap melaksanakan operasional layanan perbankan pada 3 – 7 Juni di 229 unit kerja serta menggelar weekend banking pada 1-2 dan 8-9 Juni di 155 unit kerja.
“Kami juga memastikan bahwa layanan kepada nasabah inti kerja sama, seperti setoran penerimaan BBM dan Non BBM Pertamina, Penebusan SPP Bulog, pembayaran PNBP POLRI, pembayaran tagihan rumah sakit, penerimaan Imigrasi Visa on Arrival, serta layanan lainnya tetap berjalan pada periode lebaran tahun ini,” ujar Osbal, di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Ia menambahkan, pihaknya memastikan perangkat e-channel BRI, seperti mesin ATM, EDC, dan CRM dalam kondisi baik untuk digunakan oleh nasabah dengan menggandeng vendor pihak ketiga. Selain itu, pihaknya juga mengimbau nasabah untuk bertransaksi secara cashless menggunakan layanan perbankan 24 jam Bank BRI. Nasabah dapat memanfaatkan layanan BRI Mobile, internet banking BRI, dan SMS Banking BRI untuk bertransaksi, seperti informasi saldo, membeli tiket pulang dan pergi mudik, beli pulsa, memberi uang saku lebaran, belanja online, dan membayar tagihan kartu kredit.
“Untuk mendorong cashless society, kami juga telah menyiapkan lebih dari 408 ribu Agen BRILink dan hampir 200 ribu EDC yang tersebar d seluruh Indonesia guna memfasilitasi transaksi keuangan selama Libur dan Cuti Bersama Lebaran 2019. Khusus menyambut periode ini, kami juga menyiapkan tambahan uang elektronik BRIZZI sebanyak 889 ribu kartu yang dapat digunakan untuk pembayaran tol saat mudik, pembelian barang, dan pembayaran lainnya melalui berbagai merchant,” ucap Osbal.
Tak hanya itu, untuk memudahkan masyarakat yang sedang melakukan perjalanan mudik Lebaran, Bank BRI mengadakan Posko Mudik Lebaran di 32 titik lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Posko ini akan dibuka dari H-7 lebaran. Di posko tersebut, masyarakat bisa mendapatkan makanan dan minuman ringan, memanfaatkan layanan E-Channel BRI, layanan kesehatan ringan--cek tensi darah dan P3K, informasi produk BRI, serta hiburan.
“Melalui upaya-upaya tersebut diatas, Bank BRI ingin hadir untuk memenuhi kebutuhan perbankan masyarakat selama momen lebaran, sehingga masyarakat merasa dimudahkan dengan kehadiran Bank BRI,” kata Osbal.

 🍏


Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Maybank Indonesia Tbk. mencatatkan penurunan laba bersih 10,4 persen menjadi Rp414,9 miliar pada kuartal I/2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp463,1 miliar.
Presiden Direktur Maybank Indonesia (BNII) Taswin Zakaria mengatakan penurunan laba itu dikarenakan adanya peningkatan pada provisi kerugian kredit. Hal itu sebagai konsekuensi perseroan mengambil langkah yang konservatif dalam menyisihkan provisi untuk kredit-kredit usaha yang terkena dampak ekonomi dalam situasi yang penuh tantangan.
Meski demikian, perseroan masih mencatat pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 7,7 persen menjadi Rp2 triliun pada Maret 2019 dibandingkan Rp1,9 triliun pada Maret 2018. 
"Implementasi pricing yang disiplin disertai dengan efisiensi operasional yang meningkat memungkinkan bank menahan tekanan pada marjin bunga, sehingga marjin bunga bersih pada kuartal pertama tetap pada 4,8 persen," paparnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Senin (29/4/2019).
Taswin mengemukakan sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, kredit perseroan juga meningkat 10,9 persen menjadi Rp135,8 triliun dari periode yang sama tahun lalu sekitar Rp122,5 triliun. 
Sementara itu, kredit perbankan global juga membukukan pertumbuhan yang kuat sebesar 29,8 persen menjadi Rp35,9 triliun dari Rp27,6 triliun, terutama didukung kredit oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan korporasi papan atas (tier 1 corporates). 
Kredit Community Financial Services (CFS) Non-Ritel, yang terdiri dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) dan Business Banking, tumbuh 8,5 persen menjadi Rp56,5 triliun dari Rp52,1 triliun sebelumnya, sedangkan kredit CFS Ritel meningkat 1,6 persen menjadi Rp43,5 triliun per Maret 2019.
Tak hanya itu, perseroan juga menjaga posisi likuiditas yang kuat dengan simpanan nasabah yang meningkat 6,2 persen menjadi Rp128,4 triliun pada Maret 2019. Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Maybank berada di level yang sehat, yakni sebesar 90,1%.
Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 145,8 persen per Maret 2019, jauh melampaui level minimum yang diwajibkan yaitu sebesar 100 persen. 
"Ini merupakan hasil dari langkah proaktif yang ditempuh Maybank untuk memastikan likuiditas lebih dari optimal guna memitigasi potensial risiko kemungkinan terdapatnya ketidakpastian selama periode yang penuh dengan ketidakpastian menjelang Pemilu.  Pada Maret 2019, Maybank juga menyelesaikan penerbitan Obligasi Berkelanjutan II Tahap IV sebesar Rp640,5 miliar untuk mendiversifikasi dan memperkuat profil likuiditas," jelasnya.
Taswin menambahkan kualitas aset perseroan pun terus meningkat seperti tercermin dari tingkat Non Performing Loan (NPL) yang rendah sebesar 2,9 persen (gross) dan 1,7 persen (net) per Maret 2019 dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 3,0 persen (gross) dan 1,8 persen (net).  Perseroan pun terus fokus pada upaya meningkatkan kualitas aset dan akan menjaga langkah konservatif dalam postur risikonya.
Selaras dengan pendekatan konservatif pada kualitas kredit, perseroan meningkatkan provisi kerugian kredit sebesar 52,2 persen menjadi Rp400,5 miliar per Maret 2019. Hal ini terutama untuk bisnis yang terus merasakan dampak iklim ekonomi saat ini.
Adapun posisi modal Maybank tetap kuat dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 18,7 persen dan total modal sebesar Rp25,9 triliun pada Maret 2019.
Sisi lain, Unit Usaha Syariah (UUS) Maybank juga mencatat pertumbuhan pembiayaan sebesar 22,1 persen mencapai Rp24,6 triliun pada Maret 2019 dari Rp20,2 triliun tahun lalu.  Pertumbuhan pembiayaan disertai kualitas aset yang lebih baik dengan tingkat Non Performing Financing (NPF) sebesar 2,9 persen (gross) dan 2,1 persen (net) per 31 Maret 2019 dibandingkan 3,2 persen (gross) dan 2,1 persen (net) pada tahun lalu. 
Bisnis syariah juga berhasil meningkatkan total simpanan yang melonjak 52,2 persen menjadi Rp26,6 triliun pada Maret 2019 dibandingkan Rp17,5 triliun pada tahun lalu.  Perseroan menyatakan hal ini didukung upaya yang terfokus pada peningkatan basis nasabah dan peluncuran produk inovatif seperti tabungan haji MyArafah.  
 Di sisi aset syariah, nilai meningkat 21,7 persen menjadi Rp32,9 triliun, menyumbang 17,5 persen total aset konsolidasian.
"Meskipun awal 2019 penuh tantangan, kami telah kembali pada momentum pertumbuhan seperti tercermin dari perkembangan top line kami. Dalam meraih kembali pertumbuhan, kami terus menjalankan  strategi portofolio yang prudent dan kebijakan manajemen risiko yang kuat untuk mempertahankan kualitas aset. Kami akan terus meraih peluang pertumbuhan lebih lanjut dan tetap optimis untuk kuartal-kuartal selanjutnya karena kami telah fokus pada pengkinian platform digital banking tahun ini untuk meningkatkan customer origination," tambah Taswin.
🍑

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kapitalisasi pasar (market cap) perbankan di Tanah Air makin unjuk gigi seiring dengan perbaikan kinerja perusahaan. Merujuk Bloomberg, per akhir kuartal IV 2018 lalu ada tiga bank lokal yang berhasil menduduki posisi 10 besar bank terbesar di Asia Tenggara. 
Kapitalisasi tertinggi bank domestik masih dipegang oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA, anggota indeks Kompas100) dengan nilai mencapai US$ 49,01 miliar. Berkait pencapaian itu, BCA kini bertengger sebagai bank dengan kapitalisasi pasar kedua terbesar di Asia Tenggara

Posisi BCA hanya sedikit lebih rendah dibandingkan DBS Bank asal Singapura dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai US$ 51,38 miliar per akhir Desember 2018 lalu yang menduduki urutan pertama. 
Dua bank lokal lain yang juga menduduki urutan 10 besar Asia Tenggara dari segi kapitalisasi pasar yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI, anggota indeks Kompas100) di urutan ketiga dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI, anggota indeks Kompas100) di posisi keenam dengan nilai masing-masing US$ 38,32 miliar dan US$ 25,29 miliar.
Pencapaian ketiga bank tersebut juga masih diikuti dengan pertumbuhan yang konsisten di awal tahun ini. BCA misalnya, per kuartal I 2019 lalu membukukan laba bersih sebesar Rp 6,06 triliun atau tumbuh 10,1% secara year on year (yoy).
Kenaikan laba bersih ini juga sejalan dengan peningkatan aset dan kredit yang tumbuh masing-masing 9,3% dan 13,2% secara yoy menjadi Rp 830,55 triliun dan Rp 532,25 triliun di kuartal pertama tahun ini.
Merujuk presentasi perusahaan, nilai earning per share (EPS) BCA juga naik di kuartal I 2019 menjadi Rp 1.049 per saham atau tumbuh 10,3%. Sejalan dengan itu, nilai buku BCA naik signifikan dalam kurun waktu satu tahun menjadi Rp 6.439 per saham atau tumbuh 16,4%.
Pun dari sisi rasio profitabilitas, dimana BCA juga mencetak perbaikan. Return on asset (ROA) naik 10 basis poin (bps) menjadi 3,5% di kuartal I 2019 dan net interest margin (NIM) naik tipis ke 6,2% kendati secara industri NIM perbankan di Tanah Air terkoreksi.
Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, tahun ini pihaknya hanya memasang target konservatif. Antara lain kredit dipatok tumbuh 8%-10% sedangkan dana pihak ketiga (DPK) ditarget naik minimal 6%-7%.
Di sisi lain, BRI juga terus mencetak pertumbuhan positif hingga kuartal I 2019. Tercermin dari realisasi aset secara konsolidasi yang kini menembus Rp 1.279,86 triliun atau naik 14,4% secara yoy. Pencapaian tersebut sekaligus mempertahankan BRI sebagai bank dengan aset terbesar di Tanah Air.
Peningkatan aset BRI utamanya didorong dari pertumbuhan kredit yang meningkat 12,9% yoy menjadi Rp 866,46 triliun di kuartal pertama 2019. Sementara DPK meningkat 13,2% yoy menjadi Rp 936,02 triliun.
Seperti halnya BCA, beberapa rasio keuangan dari BRI juga mengalami perbaikan. Terutama dari sisi non performing loan (NPL) yang membaik dari 3,31% di kuartal I 2018 menjadi 3,27% pada kuartal I tahun ini. Sementara ROA mampu dijaga stabil 3,35%.
Meski begitu, NIM terpantau menyusut cukup tinggi di kuartal I 2019 menjadi 6,89% dari periode tahun sebelumnya 7,49%.
Untuk lebih menggenjot pertumbuhan, Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan pihaknya sudah menyiapkan dana Rp 6 triliun untuk ekspansi anorganik. Dana tersebut salah satunya akan dipakai untuk mengakuisisi asuransi umum senilai Rp 1,5 triliun.

“Nilai akuisisinya di atas Rp 1 triliun, kami akan menjadi pemegang saham mayoritas di sana nanti, paling tidak di atas 70%,” katanya.

🍒
JAKARTA okezone- Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah usai Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-Days Repo Rate) di level 6%. Rupiah pun mendekati level Rp14.200 per USD.
Dilansir dari Bloomberg Dollar Index, Kamis (25/4/2019) pukul 17.23 WIB, Rupiah pada perdagangan spot exchange ditutup melemah 81 poin atau 0,58% ke level Rp14.186 per USD. Rupiah hari ini bergerak di kisaran Rp14.111 per USD – Rp14.186 per USD.
Sementara itu, YahooFinance mencatat Rupiah melemah 93 poin atau 0,66% ke Rp14.183 per USD. Dalam pantauan YahooFinance, Rupiah bergerak di kisaran Rp14.108 per USD – Rp14.185 per USD.
Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 24-25 April 2019 memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-Days Repo Rate) di level 6%. Dengan demikian, ini menjadi bulan ke empat Bank Sentral menahan suku bunga acuannya di tahun 2019. Adapun suku bunga Deposit Facility (DF) tetap di level 5,25% dan Lending Facility (LF) pada level 6,75%.
"Dengan mempertimbangkan ekonomi global, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 24-25 April 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 6%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Sebelumnya, langkah Bank Sentral menahan suku bunga acuan sudah diperkirakan. Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai langkah BI untuk menahan suku bunga acuan karena menjaga daya tarik pasar keuangan domestik, sebab beragamnya faktor risiko global yang masih mempengaruhi pasar keuangan negara berkembang.

(fbn)
🍑

JAKARTA PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)melakukan paparan kinerja triwulan I-2019. Bank BRI meraih laba bersih konsolidasian sebesar Rp8,20 triliun hingga akhir kuartal I-2019 atau tumbuh 10,42% year on year (yoy).
"Untuk aset kita mencapai Rp1.279,86 triliun atau tumbuh 14,35% yoy," ujar Direktur Utama Bank BRI Suprajarto, di Kantor Pusat Bank BRI, Jakarta, Selasa (24/4/2019).
Suprajarto menjelaskan, pencapaian ini disokong oleh penyaluran kredit dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh double digit di atas rata rata industri perbankan nasional, serta perbaikan kualitas kredit bermasalah (NPL).
Hingga akhir Maret 2019, penyaluran kredit BRI tercatat sebesar Rp855,47 triliun atau tumbuh 12,91% dibanding penyaluran kredit pada akhir Maret 2018 yakni sebesar Rp 757,68 triliun.
"Apabila dirinci lebih lanjut, kredit mikro tumbuh 13,17% yoy, kredit konsumer tumbuh 9,63% yoy, kredit ritel dan menengah tumbuh 13,47% yoy serta kredit korporasi tumbuh 14,15% yoy," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Bank BRI Sunarso menyatakan bahwa kredit mikro masih menjadi porsi terbesar penyaluran kredit BRI dengan sharing mencapai 33,21% dari seluruh portofolio pinjaman, angka ini naik dibandingkan dengan posisi Maret tahun lalu sebesar 33,13%.
"Khusus untuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), di tahun 2019 Bank BRI mendapatkan alokasi breakdown dari Pemerintah sebesar Rp 86,97 triliun. Hingga akhir Maret 2019, BRI berhasil menyalurkan Rp 25,32 triliun kepada lebih dari 1,2 juta debitur atau setara 29,11% dari total target yang telah ditetapkan," kata dia.
Dia menambahkan, kinerja segmen mikro BRI didorong oleh keberhasilan perseroan melakukan digitalisasi pada proses bisnis, salah satunya melalui aplikasi BRISPOT. Aplikasi ini merupakan sebuah terobosan digital Bank BRI untuk membuat proses kredit mikro lebih cepat, efisien, paperless dan digital base.
"Saat ini seluruh tenaga pemasar mikro BRI telah menggunakan BRISPOT dalam melakukan proses kredit, dan hal tersebut terbukti efektif karena proses kredit mikro di BRI menjadi lebih sangat cepat," ungkapnya.
(fbn)

🍐

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ihsg per tgl 2-17 OKTOBER 2017 (pra BULLISH November-Desember 2017)_01/10/2019

  RIBUAN PERSEN PLUS @ warteg ot B gw (2015-2017) ada yang + BELASAN RIBU PERSEN (Januari 2017-Oktober 2017) kalo bneran, bulan OKTOBER terjadi CRA$H @ IHSG, well, gw malah bakal hepi banget jadi BURUNG PEMAKAN BANGKAI lah ... pasca diOCEHIN BANYAK ANALIS bahwa VALUASI SAHAM ihsg UDA TERLALU MAHAL, mungkin satu-satunya cara memBIKIN VALUASI jadi MURAH adalah LWAT CRA$H, yang tidak tau disebabkan oleh apa (aka secara misterius)... well, aye siap lah :)  analisis RUDYANTO @ krisis ekonomi ULANGAN 1998 @ 2018... TLKM, telekomunikasi Indonesia, maseh ANJLOK neh, gw buru trus! analisis ringan INVESTASI SAHAM PROPERTI 2017-2018 Bisnis.com,  JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), akan mendapat sentimen positif dari hijaunya indeks saham Eropa dan Amerika Serikat pada perdagangan terakhir bulan September. Berdasarkan data  Reuters , indeks S&P 500 ditutup menguat 0,50 persen di level 2.976,73, indeks Nasdaq Comp

ihsg per tgl 15 Desember 2014

JAKARTA – Investor asing dipastikan masih bertahan di Indonesia. Kendati bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga hingga 100 bps tahun depan, imbal hasil (yield) portofolio di Indonesia tetap lebih atraktif, sehingga kenaikan Fed funds rate tidak akan memicu gelombang pembalikan arus modal asing (sudden reversal). Imbal hasil surat utang negara (SUN) dan obligasi korporasi Indonesia bertenor lima tahun saat ini berkisar 7-8%, jauh lebih baik dibanding di Eropa dan AS yang hanya 2-2,5%. Begitu pula dibanding negara-negara lain di Asia, seperti Korea dan Thailand sebesar 2,5-3,5%. Di sisi lain, dengan pertumbuhan laba bersih emiten tahun ini sebesar 10-15% dan price to earning ratio (PER) 14 kali, valuasi saham di bursa domestik tergolong murah. Masih bertahannya investor asing tercermin pada arus modal masuk (capital inflow). Secara year to date, asing membukukan pembelian bersih (net buy) di pasar saham senilai Rp 47,54 triliun. Tren

Waspada: ekonomi 2024

  INFLASI: +0.04% (Januari 2024) INFLASI: +0.34% (Februari 2024) INFLASi: inflasi pangan Maret 2024 PDB: +5.05% (2023, yoy) Cadangan Devisa : $144 M, aza Cadangan Devisa: $140,4 M, aza Cadangan Devisa : $136,2 M (April 2024) SBY v. Jokowi: ekonomi yang lebe bagus 🍒