JAKARTA. Menjelang tahun baru Harian KONTAN tetap terbit. Pada edisi Rabu (31/12) kami memiliki sejumlah berita yang layak Anda simak. Pada rubrik Rekomendasi halaman empat kami memiliki sejumlah berita pilihan. Salah satunya adalah rekomendasi saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Kelompok usaha keluarga Salim memperluas bisnis usaha. Melalui INDF merambah bisnis pengolahan makanan berbasis protein hewani. Merujuk keterbukaan informasi 19 Desember 2014, INDF bekerjasama dengan BRF S.A, sebuah perusahaan publik asal Brasil. Nantinya, keduanya mendirikan perusahaan patungan alias joint venture di bisnis poultry dan pengolahan makanan.
Kedua belah pihak telah menandatangani nota kesepahaman pada 19 Desember 2014. Keduanya akan memegang 50% kepemilikan saham perusahaan patungan. Sementara nilai investasi US$ 200 juta dalam jangka waktu tiga tahun. Analis menilai, diversifikasi bisnis akan berdampak positif bagi kinerja INDF dalam jangka panjang. Nantinya BRF berperan sebagai penyedia teknologi dan pengetahuan seputar makanan protein hewani. Dan INDF distributor.
Kedua ada berita PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL) mendapat keringanan pembayaran utang dari ING Bank NV Singapura. Keringanan itu berupa penghapusan sebagian utang Rp 155,09 miliar Ini terungkap berdasarkan jawaban manajemen APOL atas pertanyaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (30/12). Jumlah utang yang dihapus merupakan dua fasilitas utang yang ditanggung dua anak usaha APOL.
Ketiga, berita soal PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) menunda rencana penerbitan surat utang baru. Awalnya, TELE berencana menerbitkan obligasi sebesar Rp 2 triliun pada Januari 2015. Namun, aksi tersebut terpaksa diundur karena pasar masih belum mendukung rencana tersebut.
Keempat Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi status unusual market activity pada saham PT Inovisi Infracom Tbk (INVS). Kemarin (30/12), harga saham INVS anjlok 24,89% ke Rp 169 per saham. Saham emiten yang bergerak di bidang infrastruktur telekomunikasi, energi, real estat dan jalan tol ini bahkan menduduki jajaran top losser.
Terakhir soal perdagangan saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) diwarnai aksi tutup sendiri alias crossing saham. Nilai perdagangan di pasar negosiasi Rp 2,5 triliun. Transaksi tersebut melibatkan 714 juta saham di harga Rp 3.500.
Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Tahun ini, pasar saham Indonesia berlari kencang. Kemarin (30/12), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh 5.226,95, naik 22,29% sejak awal tahun atau year to date (ytd).
Kinerja IHSG ditopang sejumlah sektor saham. Sektor properti dan konstruksi mencetak kenaikan tertinggi, yakni 55,76%, lalu sektor keuangan dengan imbal hasil (return) 35,41%, dan saham infrastruktur 24,71%.
Adapun saham consumer goods memberi return 22,21%, manufaktur 16,04%, perdagangan, service dan investasi 13,11%, industri dasar 13,09%, serta aneka industri 8,47%. Sedangkan sektor pertambangan menjadi satu-satunya kelompok saham yang mencatatkan return negatif, yakni minus 4,22%.
Tahun ini saham properti banyak diburu investor. Maklum, kebutuhan akan properti masih tinggi. Mengingat properti menjadi kebutuhan dasar sekaligus wahana investasi. Tak heran, emiten properti mencetak pertumbuhan fundamental baik.
Reza Nugraha, analis MNC Securities, memperkirakan, sektor unggulan di tahun 2014 akan melanjutkan pesona mereka pada tahun depan, meski imbal hasil tak sebesar tahun ini.
Rencana pemerintah menggenjot infrastruktur menjadi peluang bagi sektor konstruksi. Namun, hal ini bisa menjadi bumerang. Pasalnya, kenaikan harga saham konstruksi tahun ini terbilang tinggi dibandingkan pertumbuhan fundamental.
Kepala Riset First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto memperkirakan, sektor infrastruktur, konstruksi dan finansial akan mencetak return tertinggi. Selain itu, sektor konsumsi dan industri dasar berpeluang tumbuh. "Pertumbuhan infrastruktur dan konstruksi akan mengangkat sektor industri dasar," papar dia.
Rencana pemerintah menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) bisa menjadi sentimen positif bagi emiten konstruksi. Dengan penghapusan subsidi BBM, pemerintah bisa lebih banyak menghemat anggaran sekaligus mengalihkannya ke sejumlah proyek infrastruktur.
Sedangkan saham finansial banyak diminati investor asing. Harga saham emiten bank, masih terbilang murah. "Untuk sektor unggulan, saya kira kenaikan tahun depan bisa di atas 20%," tutur David. Di sektor perkebunan Reza bilang, potensi pertumbuhannya masih fifty-fifty, mengingat harga CPO berfluktuasi.
Di sisi lain, Reza dan David sepakat memberi tanda merah bagi saham pertambangan. Reza mengatakan, harga minyak dunia terus menurun, bahkan hampir menyentuh US$ 50 per barel. Penurunan harga minyak dunia turut menyeret harga batubara. Ini yang menyebabkan prospek saham batubara masih suram.
Editor: Sandy Baskoro
Komentar
Posting Komentar