Bisnis.com, JAKARTA — Morgan Stanley menilai ekonomi Indonesia memiliki peluang mengalami akselerasi pada paruh kedua tahun ini sekalipun performa pada semester pertama hanya tumbuh 5,01% atau berada di bawah ekspektasi.
Tiga faktor yang bakal menjadi pendorong adalah sisi ekspor serta penyerapan dan efisiensi belanja pemerintah.
Dalam riset bertajuk 2Q17 Held Steady: Waiting for Mild Recovery in 2H17, tim ekonom Morgan Stanley memandang fundamental perekonomian tetap sehat dengan rasio utang, baik publik maupun korporasi, dalam level terjaga.
Selain itu tidak ada ekses makro yang membuat ekonomi bakal melemah lebih tajam dan dalam.
"Dalam pembicaraan kami dengan investor menunjukkan adanya nuansa frustasi, mengenai kenapa pemulihan permintaan domestik tidak kunjung menguat, padahal sisi perdagangan telah meningkat dan ekspor telah pulih sejak 2016," kata Deyi Tan, Zhixiang Su and Fuxin Liu dalam riset tersebut, Rabu (9/8/2017).
Senada, dalam beberapa waktu terakhir sejumlah pejabat dan tim ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga menunjukkan rasa penasaran terhadap sisi konsumsi masyarakat yang tidak kunjung melaju sekalipun indikator-indikator makro tidak menunjukkan gejala yang bermasalah.
Adapun, Bank investasi yang bermarkas di New York ini menyebutkan, momentum pertumbuhan upah dan tingkat pengangguran juga masih dalam koridor wajar. Selain itu, perekonomian RI juga tidak lagi terpapar risiko stabilitas makro seperti yang nampak pada 2013.
Deyi Tan, Zhixiang Su and Fuxin Liu menyatakan peluang pemulihan momentum pertumbuhan akan ditopang oleh kenaikan belanja pemerintah yang diiringi dengan efisiensi.
Dengan target pemerintah yang akan meningkatkan belanja sebesar 11,4% yoy pada 2017, maka akan ada peningkatan setara 19% yoy pada semester akhir tahun ini.
Lebih lanjut, hingga akhir Juni 2017, belanja modal pemerintah pusat diestimasi telah meningkat 7% atau melaju lebih cepat dibandingkan dengan keseluruhan belanja pemerintah yang hanya 3,2% dalam periode yang sama.
“Belanja pemerintah yang lebih efisien—yang diiringi dengan porsi belanja infrastruktur lebih besar—akan menghasilkan efek berganda lebih baik, perbaikan permintaan domestik bagi swasta dan memancang pemulihan pertumbuhan PDB,” ungkap Morgan Stanley.
Terkait kinerja ekonomi pada enam bulan pertama, Morgan Stanley mengemukakan performa mesin ekonomi yang kurang menggembirakan disebabkan oleh pelemahan permintaan baik dari sisi domestik maupun eksternal pada kuartal kedua sebesar 4,4% berbanding kuartal sebelumnya 5%.
Pelemahan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan denyut fiskal pada paruh pertama tahun ini dibandingkan pada tahun lalu, meski penerimaan negara tumbuh 13,2% sekaligus mempersempit defisit fiskal dalam kurun waktu tersebut, yang menunjukkan pemerintah tidak mampu menyuntikkan kembali uang ke dalam perekonomian dalam bentuk belanja pemerintah.
Komentar
Posting Komentar