Langsung ke konten utama

PE$1M1$ @ ekonomi kita 2016


S&P, MOODY'S, n FITCH can make MISTAKES ... so IT'S NO WORRY WHEN THEY COULDN'T give INDONESIA : the investment grade
AYO INDONESIA TETAP PEDE BANGUN EKONOMI NEGARA KAYA ini 


well, gw ngobrol dengan seorang pegawai dana pensiun yang mengelola investasi dapen tersebut. ilmunya n pengetahuannya ga usah diragukan. TAPI gw merasa kayaknya beliau AMAT PESIMIS dengan PERKEMBANGAN SAHAM KITA 2016.. Deposito maseh jadi andalan dapen tersebut.
... beliau kuatir soal INVESTOR ASIENk n ANALIS SAHAM kita
... beliau kuatir bahwa investor asienK sering kali BERLAWANAN ARAH DENGAN HORIZON investor lokal
... beliau juga kuatir bahwa ANALIS SAHAM KITA ASAL NJEPLAK
... beliau keliatannya KUATIR BAHWA DIVERSIFIKASI ITU TETAP HUKUM UTAMA INVESTASI, karena aturan MAEN DAPEN AMAT MENGUNCI KELELUASAAN STRATEGI INVESTASI DAPEN
... well, gw seh tetap berpandangan bahwa keseimbangan dan keluasan berinvestasi n bertrading lah yang mengangkat imbal hasil dari waktu k waktu
aye tetap "cautiously OPTIMISTIC" pandangan2 analis ekonomi ini lumayan OPTIMISTIK, walo tetap berhati-hati SELALU

TINGKAT KECEMASAN INVESTOR saham SAAT INI

EFEK DEFLASIONER GLOBAL, kayaknya MASEH ADA, bahkan mungkin MAKIN KUAT, lage
perbandingan tren bursa amrik n ihsg "tampak" ada kesetaraan arah: 
@ MEI 2016, time2buy AS ALWAYS



MANILA, KOMPAS.com - Bank Pembangunan Asia (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia untuk tahun 2016.
Pemangkasan ini merefleksikan ekspansi perekonomian di India yang lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Mengutip BBC, Selasa (13/12/2016), ADB kini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia mencapai 5,6 persen pada tahun 2016. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan prediksi sebelumnya yang mencapai 5,7 persen.
Meskipun demikian, ADB tidak merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia untuk tahun 2017 mendatang, yakni 5,7 persen.
Menurut ADB, outlook ekonomi Asia tetap stabil meski diselimuti ketidakpastian global. "Reformasi struktural untuk mendorong produktivitas, perbaikan iklim investasi, dan mendukung permintaan domestik dapat membantu menjaga momentum pertumbuhan di masa depan," ujar deputi kepala ekonom ADB Juzhong Zhuang.
ADB memandang, penurunan prediksi pertumbuhan ekonomi Asia tahun 2016 disebabkan perlambatan ekonomi India. ADB pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi India dari 7,4 persen menjadi 7 persen pada tahun 2016 ini.
Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi India tersebut disebabkan lemahnya investasi dan perlambatan di sektor pertanian.
Selain itu, ketersediaan uang tunai di peredaran karena program demonetisasi pemerintah juga menjadi pemicu perlambatan ekonomi India.
Adapun untuk China, ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi negara tersebut mencapai 6,6 persen pada tahun 2016 ini.
Untuk tahun 2017 mendatang, ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi China turun menjadi 6,4 persen.
👀
Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Faisal Basri‎ memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 hanya mencapai 4,8 persen. Sedangkan untuk tahun 2017 diperkirakan sebesar 5 persen.
Faisal mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini memang relatif lebih baik dari tahun lalu. Namun sayangnya ekonomi Indonesia tidak mampu tumbuh pesat setiap tahunnya.
"Saya bilang tahun ini 4,9 persen, tahun depan 5 persen. (Pertumbuhan tahun ini) Lebih baik daripada tahun lalu yang 4,8 persen, tapi naiknya kan jauh dari target pemerintah. Seperti pada 2015 targetnya 5,5 persen, 2016 6,6 persen dan 2017 target pemerintah 8 persen. Ini 6 persen saja juga sudah bagus‎," ujar dia dalam diskusi di kawasan Tebet, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Faisal mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini setidaknya bergantung pada 4 komponen. Salah satunya yaitu konsumsi masyarakat. Selama ini komponen tersebut memberikan kontribusi paling besar pada pertumbuhan ekonomi.
‎"Kalau pertumbuhan ekonomi ini kita lihatnya beberapa komponen, misalnya konsumsi kontribusinya 56 persen, ini paling besar. Kemudian investasi 34 persen, belanja pemerintah 9,7 persen. Dan ekspor-impor. Ekspor kan memberikan nilai positif, kalau impor negatif untuk PDB, ya katakan lah mereka saling menutupi jadi 0," kata dia.
Faisal menyatakan, jika ingin mendorong pert‎umbuhan ekonomi, maka pemerintah harus menggenjot konsumsi masyarakat melalui peningkatan dana beli. Sebab selama ini konsumsi di dalam negeri cenderung melambat.
"Konsumsi ini kecenderungannya melambat. Kalau lihat pertumbuhan ekonomi, itu lihat saja komponenya, paling besar itu konsumsi rumah tangga," tandas dua.
👃

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, arus modal asing keluar (outflow) dari pasar keuangan di Indonesia sejak awal 2016 sampai hari ini jumlahnya cukup besar hingga menembus angka Rp105 triliun.

Deputi Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengungkapkan, meskipun arus modal yang cabut dari Tanah Air cukup besar, namun sejumlah indikator perekonomian menunjukkan situasinya masih cukup kondusif.‎ 

"Outflow kalau dilihat di SUN (Surat Utang Negara) dan obligasi sudah di atas Rp30 triliun. Total year to date masih Rp105 triliun," kata dia di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Salah satu penyebab banjirnya arus modal yang hengkang dari Tanah Air karena efek terpilihnya Donald Trump‎ sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). "Kalau Saya memang melihat Trump ini masih, bahkan di AS pun mereka belum tahu seberapa besar dampaknya pada perekonomian global. Terhadap dana-dana emerging market tersebut," tuturnya.

Namun, fundamental ekonomi di dalam negeri saat ini dinilai masih jauh lebih baik. Hal tersebut terlihat dari sisi defisit transaksi berjalan yang relatif terjaga, serta perkembangan indeks harga konsumen (inflasi) yang masih berada di bawah batas perkiraan.

Selain itu, aktivitas perdagangan Indonesia juga menjadi perhatian lebih. Apalagi, untuk pertama kalinya, nilai eskpor nonmigas secara volume sudah mencatatkan kinerja positif pada kuartal IV/2016. Menurutnya, hal ini bisa menjadi salah satu signal baik untuk menarik arus uang kembali masuk ke Indonesia.

"Fundamental kita benar-benar dilihat. Faktor domestik yang penting. Fundamental kita jauh lebih baik," ujar Juda. 



(izz

👪
Pengelolaan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) perlu memerhatikan banyak hal. Apalagi, dalam menghadapi krisis perlu adanya ekspansi fiskal dengan kehati-hatian.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pengelolaan APBN ini juga harus memerhatikan ekspansi fiskal yang dilakukan oleh negara lain. Sebab, ekspansi fiskal ini juga mampu memengaruhi keadaan ekonomi Indonesia.

"Saya lihat orang bagaimana body language itu bahwa dibaca sebagai sentimen. Jadi kalau krisis lawan dengan keluar dari comfort zone. Karena krisis memang kita serba salah, ke kiri ada buaya kebablasan, ke kanan ada harimau. Ibaratnya seperti itu," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/11/2016).

Dalam pengelolaan APBN, lanjutnya, juga perlu dilihat berbagai hal dari sisi internal. Di antaranya adalah kepercayaan masyarakat kepada pemerintah hingga peran pihak swasta.

"Kalau kita lihat corruption terjadi di mana saja. Ini juga harus dilihat. Privat sektor kalau kita melihat sebagai tantangan, itu mereka lihat sebagai opportunity," ujarnya.

Dirinya menjelaskan, privat sektor adalah mesin yang menjadi motor penggerak ekonomi. Pemerintah harus menjaga agar tidak terbagi crowding out.

"APBN adalah titik kepentingan bagi negara demokrasi. Itu yang harus dilihat dalam pengelolaan APBN," imbuhnya.

http://economy.okezone.com/read/2016/11/30/20/1555216/hadapi-krisis-sri-mulyani-ke-kiri-buaya-ke-kanan-harimau





Sumber : OKEZONE.COM
💃

Krisis ekonomi selalu menjadi ancaman bagi setiap negara. Berbagai sentimen pun dapat berdampak pada krisis ekonomi.

Hanya saja, setiap negara perlu berhati-hati dengan ancaman krisis ekonomi. Pasalnya, keadaan ini tidak dapat diramal oleh siapapun. Bahkan, menurut mantan Menteri Keuangan 2001-2004 yang juga Wakil Presiden era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Boediono, krisis ekonomi harus diwaspadai seperti gempa karena tidak bisa diramal.

"Krisis itu seperti gempa. Sampai sekarang ilmu meramal gempa belum ada dan ilmu meramal krisis juga belum ada tapi semua orang ikut serta," tuturnya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/11/2016).

Menurutnya, krisis ekonomi masih dapat mengancam ekonomi Indonesia setiap saat. Boediono pun menyarankan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk hati-hati dalam menghadapi krisis.

"Elemen surprise akan tetap ada. Kita bisa per tajam kemampuan kita membaca bola kristal ke depannya dan mengambil langkah-langkah antisipatif, tapi elemen of surprise masih akan ada. Ini inheren dengan krisis itu sendiri," jelasnya.

Boediono pun meminta kepada Sri Mulyani untuk tidak terlena dengan keadaan. Diharapkan, pemerintah dapat mengambil langkah yang tepat, bukan hanya untuk menghadapi krisis, tapi kita untuk mengantisipasinya.

"Kita bagian kecil dari arus modal yang gentayangan di dunia. Kita harus siap dan mulai mempertajam melihat ke depan. Sebagai policy maker pasti ada yang terlena. Buatlah ekonomi Anda yang seimbang. Harus prudence, amati terus utang Anda," tutupnya

http://economy.okezone.com/read/2016/11/30/20/1555070/boediono-krisis-ekonomi-seperti-gempa-tidak-bisa-diramal




Sumber : OKEZONE.COM
🙇

JAKARTA — Aliran dana keluar dari investor asing di pasar obligasi diprediksi terus terjadi hingga awal 2017, tetapi tidak demikian di pasar saham.
Sepanjang November ini, dana keluar investor asing dari pasar surat berharga negara (SBN) rupiah mencapai Rp22 triliun. Per 28 November 2016, investor asing menggenggam 36,91% dari total dana di SBN rupiah. Porsi itu menurun 153 bps dari posisi per 1 November 2016 yakni 38,44%.
Berdasarkan data Bloomberg, sejak 1 November hingga 29 November 2016 total capital outflow dari pasar obligasi mencapai Rp20,3 triliun, sedangkan total capital outflow dari pasar saham Rp10,43 triliun.
HSBC memperkirakan aset keuangan dan aliran modal di negara berkembang masih berada di bawah tekanan lantaran imbal hasil US Treasury 10 tahun yang meninggi, menguatnya dolar AS, dan ketidakpastian kebijakan perdagangan AS. Negara berkembang yang dimaksud antara lain Brasil, Mesir, Indonesia, Rusia, dan Afrika Selatan.
Prediksinya, aliran modal masuk ke negara berkembang pada 2017 sebesar US$473 miliar, lebih rendah dari prediksi tahun ini sebesar US$690 miliar.
Global Head of EM Research HSBC Murat Ulgen memprediksi, penguatan dolar AS masih terjadi pada masa mendatang. Kondisi ini akan merontokkan mata uang lokal di negara berkembang.
“Sebagian besar ekuitas di negara berkembang telah berubah ke posisi negatif dan menawarkan penaikan atraktif jangka panjang, terutama di sektor komoditas,” katanya seperti dikutip Bloomberg, Selasa (29/11).
I Made Adi Saputra, analis fixed-income MNC Securities, memperkirakan aliran dana keluar investor asing masih terjadi hingga awal 2017. Sebab, masih ada peluang besar rupiah tertekan karena sentimen negatif global. Kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sangat sensitif bagi investor asing saat berinvestasi di Indonesia.
“Namun, yang cukup menarik, ekonomi makro kita masih bagus. Itu bisa jadi bahan bagi mereka untuk tidak perlu khawatir terhadap Indonesia,” kata Made, Selasa (29/11).
Menurutnya, kondisi pasar obligasi Indonesia pada akhirnya melemah lantaran rupiah yang terdepresiasi. Kondisi tersebut membuat strategi berinvestasi investor berubah. Bila tadinya investor memegang obligasi bertenor panjang, saat ini investor lebih senang menggenggam surat utang jangka menengah dan pendek. Kondisi ini terjadi di investor domestik, utamanya dari manajer investasi dan perbankan.
“Sementara itu, investor asing yang sensitif terhadap perubahan nilai tukar langsung keluar dari pasar obligasi. Belum ada sinyal agresif dari investor asing untuk masuk lagi sampai awal tahun depan,” tutur Made.
Prediksinya, total dana masuk investor asing ke pasar SBN rupiah pada 2016 di bawah realisasi total dana masuk pada tahun lalu yang sebesar Rp97,17 triliun.  
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Divison Anugerah Securindo Indah, menilai aksi investor asing untuk keluar dari pasar obligasi Indonesia lantaran mereka menanti putusan The Federal Reserve soal perubahan suku bunga acuan AS. Saat ini, investor asing cenderung memilih memegang cash ketimbang menaruhnya di instrumen investasi.
“Namun, jika dibandingkan dengan kondisi dua pekan lalu, sejak Jumat pekan lalu kondisi sudah mereda. Imbal hasil SUN kita sudah mulai turun, meski pelan,” kata Ramdhan, Selasa (29/11).
Dia menilai, investor asing yang masih berada di pasar SBN Indonesia cenderung mengalihkan investasinya ke tenor pendek dan tenor acuan 2017. “Mereka mulai mengumpulkan obligasi tenor acuan, terutama untuk trading,” jelasnya.
Kemarin, imbal hasil SUN 10 tahun di posisi 8,13%, turun 5,96 bps dari hari sebelumnya. Ramdhan memprediksi imbal hasil SUN 10 tahun pada akhir tahun ini berada di posisi 7,8%. 
PASAR SAHAM
Sementara itu, tekanan di pasar saham diprediksi segera berlalu. Cholis Baidowi, Direktur Investasi Syailendra Capital, memperkirakan koreksi di pasar saham tidak akan berlangsung lama seperti koreksi pada 2013 dan 2015. Saat 2013, IHSG terkoreksi 24% selama 63 hari dari level tertinggi ke level terendah tersulut kebijakan Taper Tantrum bank sentral AS.        
Adapun pada 2015, IHSG tertekan selama 115 hari selama periode 7 April-28 September dengan akumulasi penurunan indeks sebesar -25%. Anjloknya IHSG dipicu oleh isu devaluasi renminbi China dan lesunya pertumbuhan ekonomi domestik.
"Sekarang domestik kita lebih kuat, inflasi rendah, CAD lebih sehat, jadi relatif cukup menarik. Koreksi sifatnya tidak lebih panjang dari 2013 dan 2015," tuturnya, Selasa (29/11).
Pada 2017, Cholis optimistis arus modal asing yang keluar dari pasar modal Indonesia akan kembali ke emerging market. Pasalnya, Indonesia memiliki cerita konsumsi domestik yang kuat, inflasi yang rendah, dan bergulirnya proyek-proyek infrastruktur.
"Target level indeks 2017 sekitar 5.900-6.100 berdasarkan proyeksi pertumbuhan laba emiten 12%," ujarnya.

Cholis memandang bullish sektor konstruksi. Selain itu, sektor perbankan dinilai memiliki potensi perbaikan kinerja seiring dengan NPL yang menyusut dan penyaluran kredit yang mulai tumbuh.
👻👻
JAKARTA sindonews - PT Schroder Investment Management Indonesia menilai, rencana demonstrasi yang dilakukan pada 2 Desember 2016 bisa membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok. 

Aksi unjuk rasa terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tersebut menjadi sentimen negatif dari dalam negeri yang berpotensi menekan laju IHSG.

Chief Executive Officer Schroders Michael T Tjoajadi mengatakan, berlarut-larutnya aksi demonstrasi juga bisa berimplikasi buruk terhadap ekonomi dalam negeri secara umum.

"Demonstrasi yang berlanjut terus, tentu sangat memengaruhi IHSG dan ekonomi kita. Tanpa violent saja, demonstrasi mempunyai dampak negatif, apalagi jika selanjutnya demonstrasi itu terjadi violent," katanya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (25/11/2016).

Dia mengungkapkan, demo yang dilakukan beberapa waktu lalu di Ibu Kota telah memberikan dampak buruk terhadap beberapa sektor bisnis secara nasional. "Sentimen negatif itu sekarang sudah berpengaruh kemana-mana, contohnya sektor properti," imbuh dia.

Saat ini, lanjut dia, sektor properti banyak yang menunda pengerjaan proyek sambil menunggu kepastian pasar pasca aksi demonstrasi. "Aksi demonstrasi mendatang (2 Desember 2016) juga akan sangat berpengaruh negatif bagi ekonomi," tegasnya.

Sementara, sentimen negatif dari faktor eksternal yang memengaruhi laju IHSG pada pengujung 2016 adalah terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS. "Fluktuasi sejumlah bursa saham, termasuk di Indonesia, terjadi sangat besar sejak pemilihan presiden Amerika. IHSG saja sempat langsung melemah lebih dari 100 poin," tandas Michael. 



(izz
👀

JAKARTA kontan. Euforia yang dirasakan market terkait hasil kebijakan tax amnesty yang dijalankan pemerintah hanya berlangsung sesaat. Kemenangan Donald Trump pada pemilihan umum presiden AS mengubah segalanya.
Saat kemenangan Trump dideklarasikan, pasar keuangan negara berkembang -termasuk Indonesia- langsung terpukul dalam. Nilai tukar rupiah yang tadinya sudah menembus ke level 12.000 per dollar, terdepresiasi ke kisaran 13.000 per US dollar. Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan ikut terjun bebas.
Bahana Securities menilai, kondisi market Indonesia mendapat katalis negatif dari kemenangan Trump dan kegaduhan politik dalam negeri, kendati data fundamental ekonomi terbilang kinclong. Mempertimbangkan hal tersebut, Bahana Securities menghitung ulang outlook nilai tukar rupiah, indeks dan saham-saham yang layak dikoleksi hingga tahun depan.
''Kita belum tahu pasti seperti apa kebijakan yang akan diambil AS karena kabinet presiden terpilih pun belum ketahuan, tapi market udah lari duluan. Sementara itu, aksi demo yang terjadi pada bulan ini menambah risiko politik di dalam negeri yang membuat investor tidak nyaman untuk berinvestasi," ungkap Kepala Riset dan Kebijakan Strategis Bahana Securities Harry Su.
Dalam catatan Bahana, ada dana sekitar Rp 10 triliun yang sudah hengkang dari pasar obligasi (bond market) dan sekitar Rp 8 triliun keluar dari pasar saham (equity market) hanya dalam dua hari saja. Kondisi ini yang mengakibatkan rupiah terdepresiasi cukup tajam, meski bank sentral sudah melakukan stabilisasi pasar.
Padahal, hasil riset Bahana memperlihatkan, setiap rupiah terdepresiasi sebesar 1%, maka pertumbuhan pasar saham akan tergerus 0,9%. Hampir seimbang dampaknya. Tak heran, saat rupiah melemah, indeks saham juga ikut melorot.
Bahana memutuskan untuk merevisi ke bawah perkiraan level nilai tukar sampai akhir tahun ini dari yang tadinya di kisaran level 12.800 karena melihat keberhasilan program tax amnesty, menjadi ke level 13.200 setelah hasil Pilpres AS diumumkan.
Perkiraan 2017, karena Trump sudah akan membentuk kabinetnya dan siap bekerja, rupiah diperkirakan hanya akan berada di kisaran 12.800. Padahal tadinya Bahana meyakini, nilai tukar mata uang Garuda ini akan menguat ke kisaran 12.000 per dollar AS.
''Pemerintah masih harus tetap waspada karena volatility masih akan membayangi pasar keuangan Indonesia. Pasar masih menanti susunan kabinet presiden terpilih dan bagaimana kinerja Trump selama 100 hari pertama. Kalau bisa jangan lagi ditambah dengan persoalan di dalam negeri, Indonesia perlu segera membenahi diri terutama dengan persoalan politik," terang Harry.
Dengan melemahnya nilai tukar, perkiraan indeks pun tidak luput dari koreksi ke bawah. Tadinya Bahana memperkirakan indeks akan berada pada level 5.600 pada akhir tahun ini. Namun karena kegaduhan di pasar global dan situasi politik yang masih menghantui pasar domestik, indeks mungkin hanya akan berada dikisaran 5.200. 
Perkiraan tahun depan, IHSG diramal hanya akan berada di kisaran 5.900 dari prediksi sebelumnya yang dipatok 6.600.
Fundamental Indonesia kuat
Untuk menahan hantaman eksternal ini, menurut Harry, sebenarnya Indonesia sudah memiliki pondasi yang kuat dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil di 5%, saat ekonomi negara-negara lain masih lesu.
"Sehingga meskipun nantinya Trump merealisasikan janji kampanyenya yang akan lebih melindungi produksi dalam negeri AS, Indonesia masih bisa tumbuh dari konsumsi rumah tangga yang masih menjadi motor penggerak utama perekonomian di dalam negeri," paparnya.
Harry menambahkan, jika pemerintah bisa fokus membenahi serapan anggaran khususnya untuk infrastruktur, maka dua hal ini sudah bisa menjadi senjata pamungkas atas kekhawatiran pasar pasca kemenangan Trump.
Di sisi lain, keamanan politik juga tidak bisa diabaikan. Pemerintah harus bisa menciptakan iklim politik yang kondusif untuk membuat investor kembali berinvestasi di Indonesia.
''Bagi investor asing, kestabilan politik menjadi isu penting dalam melakukan investasi. Reformasi pajak masih harus terus dilanjutkan untuk menurunkan corporate tax rate dari, sehingga Indonesia bisa lebih kompetitif dibanding Singapura," paparnya.
Informasi saja, saat ini corporate tax rate Indonesia sekitar 25%. Dengan reformasi pajak, diharapkan level ini bisa turun ke kisaran 17% - 18%, sehingga meskipun nominalnya turun, namun akan tumbuh dari sisi volume, yang pada akhirnya penerimaan pajak tetap akan naik.
👻 


JAKARTA. Pemerintah berharap bisa memperbaiki sektor fiskal, sektor moneter, dan sektor riil dalam jangka menengah dan jangka panjang. Di sektor fiskal, pemerintah akan melakukan reformasi perpajakan.
Sedang di sektor riil, pemerintah yakin sejumlah paket kebijakan ekonomi yang sudah diterbitkan akan memberikan efek positif.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, tiga sektor itulah yang saat ini diperbaiki. "Resep memperbaiki ekonomi nasional dengan perbaikan pada tiga sektor, yaitu sektor fiskal, sektor moneter dan perbaikan sektor riil," ujarnya, akhir pekan lalu.
Perbaikan fiskal dilakukan terutama pada penerimaan dan pengeluaran negara. Pada sisi penerimaan, pemerintah mencanangkan reformasi perpajakan yang dimulai dengan program amnesti pajak.
Menurut Suahasil, program ini memperbaiki wajib pajak, petugas pajak dan sistem perpajakan di Indonesia. Pemerintah juga akan merevisi sejumlah undang-undang perpajakan, seperti Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).
Salah satu poin revisi UU itu adalah membuat lembaga pajak yang independen. "Revisi UU Pajak Penghasilan (PPh) dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun depan akan masuk ke DPR," ujar dia.
Di sisi pengeluaran pemerintah, Suahasil bilang, sejak tahun 2015, pemerintah sudah mencoba overhaul. Untuk itu pemerintah memangkas pengeluaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk belanja produktif.
Jika pada 2014 anggaran subsidi BBM mencapai Rp 350 triliun, maka pada tahun depan hanya tersisa Rp 77 triliun. Penghematan belanja akan difokuskan pada infrastruktur hingga mencapai Rp 370 triliun.
Sementara untuk kebijakan moneter, menurut Suahasil, Bank Indonesia (BI) telah melakukan beberapa pelonggaran moneter dan menjaga stabilitas inflasi. Walau saat ini belum terasa secara penuh, Suahasil yakin, kebijakan BI akan dirasakan pada tahun selanjutnya.
"Mudah-mudahan dampaknya tahun depan mulai terasa, karena dampak kebijakan moneter ke sektor riil butuh waktu," ungkapnya.
Di kesempatan berbeda, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, kebijakan moneter BI ke depan akan lebih fokus menjaga stabilitas. Inilah sebabnya, ruang pelonggaran moneter semakin tipis.
"Jika bulan lalu kami katakan BI bias longgar, sekarang ini lebih kami mengarah pada menjaga stabilitas, waspada perkembangan eksternal. Kami melihat ruang pelonggaran semakin tipis," katanya, akhir pekan lalu.
Walau begitu, Agus bilang, indikator stabilitas makro ekonomi Indonesia saat ini masih cukup baik. Hal itu tercermin dari inflasi yang rendah dan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang membaik.
💋💋
JAKARTA. Pemerintah sepertinya tidak menganggap sepele kondisi pasar keuangan yang tengah bergejolak, yang ditandai dengan pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir.
Menurut Menteri Koordinator bidang perekonomian Darmin Nasution, jika melihat persepsi pasar seperti itu, menunjukkan pasar memang sedang goyang. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah harus fokus pada pembenahan ekonomi dalam negeri.
Darmin menyebut, tidak perlu mengeluarkan kebijakan yang justru bisa direspons negatif oleh pasar. Termasuk kebijakan di bidang moneter.
Untuk itu, ia menilai, kebijakan Bank Indonesia yang tidak menaikkan suku bunga acuan, BI 7-day reverse repo rate, sudah tepat. Sebab, jika dilakukan, artinya BI melakukan kebijakan yang bersifat manuver. "Kalau kita bermanuver sekarang, takutnya berlawanan arah dengan kebijakan kita," ujar Darmin, Jumat (18/11).

Oleh karena itu, pemerintah akan lebih fokus untuk mempertajam perbaikan dunia usaha. Diantaranya dengan menyisir masing-masing industri dan permasalahannya. Termasuk juga melanjutkan deregulasi dan pengembangan infrastruktur. "Ekonomi global sedang tidak normal, kita jangan ikut-ikutan tidak normal," imbuh Darmin.
🙏


Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diprediksi hanya 5%. Indonesia dirasa belum mampu untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,1%.

"Pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia sendiri bank Mandiri 5,0 sekian% enggak sampai 5,1%," kata Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan dalam MNC Manajer Forum di MNC Tower, Jumat (18/11/2016).

Sementara pertumbuhan ekonomi tahun depan diproyeksi 5,1% sampai 5,2%. Anton menyebut, ekonomi tahun ini masih di dorong oleh konsumsi.

"Drivernya masih konsumsi, investasi swasta masih belum terlalu," ucapnya.

Menurutnya, tahun depan pertumbuhan ekonomi 2017 bisa saja menyentuh level 5,2%. Namun pemerintah harus melakukan banyak hal dan memastikan program prioritas pemerintah berjalan dengan baik.

"Secara umum Indonesia (2017) masih tumbuh 5,1% sampai 5,2% kalau program bisa jalan, namun forecast kita masih di 5,1%," tukasnya.

http://economy.okezone.com/read/2016/11/18/20/1545214/pertumbuhan-ekonomi-2016-diprediksi-hanya-5




Sumber : OKEZONE.COM
🙇

Jakarta - Pemerintah berharap supaya isu terkait penarikan dana besar-besaran di bank atau rush money lantaran rencana demo besar 25 November, tidak terjadi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menganggap isu tersebut hanyalah bentuk dari pengalihan isu, dari politik ke ekonomi.

"Janganlah mengada-ada. Itu namanya sudah mengalihkan langkah-langkah yang sifatnya ekonomi, padahal itu persoalan politik. Itu namanya sudah tidak negarawan," tegas Darmin di kantornya, Kemenko Perekonomian, Kamis (17/11/2016).

Darmin mengatakan, tidak mengetahui dampaknya jika isu tersebut benar akan terjadi. Namun dia mengatakan, jika benar hal itu terjadi makan tidak ada manfaatnya sama sekali.

"Saya tidak tahu dampaknya, tapi jangan lupa itu tergantung seberapa masif. Tapi saya melihat hal-hal itu tidak bagus dilakukan karena tidak ada yang untung sama sekali," jelas Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu.

Selain itu, Darmin juga mengatakan, jika isu penarikan dana besar-besaran tersebut tidak memberikan sentimen negatif bagi ekonomi RI, namun justru datang dari pelaku pasar yang masih menunggu kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru, Donald Trump.

"Tidak juga (sentimen negatif), karena ekonomi dunia sedang menunggu Trump mau bikin apa lagi. Sebenarnya orang menganggap Trump pasti realistis, tapi ada juga yang mau dia tegakkan sesuai janji kampanyenya. Orang harus kompromi dengan realistis," tutupnya.

Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap isu penarikan dana besar-besaran itu tidak terjadi.

"Saya harap itu tidak terjadi," tutur Sri Mulyani. (hns/hns)
👀

Tuntutan agar Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diproses hukum atas kasus dugaan penistaan agama belum pudar. Setelah demo 411, dikabarkan ribuan orang akan kembali demo pada 25 November 2016. Analis Bank Central Asia David Sumual sejatinya demo atau menyampaikan pendapat sah-sah saja. Namun yang dikhawatirkan adalah jika demo susulan pada 25 November mendatang kembali ricuh

Menurutnya, saat demo chaos, sektor yang paling dirugikan adalah ritel. Karena dipastikan toko maupun mall akan kembali sepi bahkan tutup saat demo terjadi.

Yang jelas bisa ganggung sektor ritel banyak toko yang tutup, kata dia kepada Okezone.

Dia melanjutkan, selain sektot ritel, nilai tukar Rupiah mungkin tertekan. Terlebih belakangan ini rupiah tertekan semenjak Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS.

Dan dampak financial yang kita khawatirkan karena rupiah sedang tertekan jadi sangat sensitif, tukasnya.

Kendati demikian, umumnya demo di Indonesia tidak dilakukan berhari-hari seperti yang terjadi di beberapa negara. Diharapkan hal ini juga meminimalisir kemungkinan sentimen negatif pada Rupiah dan saham.

Kalau di Indonesia kan demo biasanya cuma sehari enggak kaya di Thailand kan demo kudeta berhari-hari, juga di Hong Kong lama, di Amerika sudah 4 hari mereka enggak setuju Trump, tambah dia.

Selama berjalan damai enggak masalah penyampaian pendapatnya, tapi khawatirnya massanya banyak dan enggak bisa dikontrol pemerintah harus antisipasi,” tukasnya.

http://economy.okezone.com/read/2016/11/15/320/1542130/jika-demo-25-november-ricuh-sektor-ritel-bisa-terpukul




Sumber : OKEZONE.COM
💤

Jakarta - Peringkat daya saing Indonesia melorot dari peringkat 37 ke peringkat 41. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut, hal itu disebabkan negara-negara lainnya terus berusaha untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri mereka.

"Kalau kita dari 30 berapa ke 40 berapa, ya itu berarti ada beberapa negara yang lebih baik dari kita. Jadi bisa saja banyak negara lain yang berusaha lebih baik lagi karena banyak negara yang mengalami kesulitan sehingga mempermudah lah usaha itu," ujar JK di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (30/9/2016).

JK mengatakan, saat ini, Indonesia telah berusaha untuk memberikan kemudahan-kemudahan dalam aturan dan program pemerintah, termasuk di dalamnya program tax amnesty.

"Itu kan mempermudah orang bayar pajak agar mengampuni dulu agar kemudian lancar ekonomi kita. Namun yang namanya peringkat itu tergantung banyak hal. Mungkin saja kita berusaha keras tapi negara lain lebih banyak lagi usahanya sehingga dia lebih turun kan," terangnya.

"Banyak negara, contohnya di Vietnam pokoknya diberikan lahan yang cukup, semua bebas. Ya kita kan belum sampai ke situ. Jadi kita berusaha tapi negara lain lebih hebat lagi usahanya," sambungnya.

Pemerintah akan melakukan evaluasi untuk menaikkan posisi daya saing Indonesia. Namun, JK mengakui ada ukuran-ukuran internasional yang masih sulit dicapai oleh Indonesia.

"Itu kita pelajari lagi sehingga kita mereformasi, me-reform lah yang sulit," kata JK. (fiq/drk)


Bank Pembangunan Asia (Asian Development Outlook/ADB) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 ke level 5 persen. Sebelumnya, ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini mencapai 5,2 persen.

Kepala Perwakilan ADB Indonesia Steven Tabor merincikan, dalam outlook terbarunya, ADB memprakirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2016 sebesar 5 persen, turun dari perkiraan ADB pada buIan Maret sebesar 5,2 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 di proyeksi sebesar 5,1 persen turun dari prediksi sebelumnya sebesar 5,5 persen.

Di sisi lain, Steve juga merincikan, inflasi tahun 2016 diperkirakan 3,5 persen dan pada 2017 diprediksi 4,0 persen. Selain itu, defisit transaksi berjalan atau CAD diproyeksi mencapai 2,3 persen pada 2016 dan 2,4 persen pada 2017.

Wakil Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Sona Shrestha mengatakan, di tengah situasi yang sulit, ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh sehat tahun ini.

"Seiring makin terwujudnya reformasi kebijakan di Indonesia dan membaiknya momentum pertumbuhan perekonomian negara-negara industri utama, besar kemungkinannya kita akan melihat peningkatan ekonomi lebih lanjut di tahun mendatang," kata dia, di kantor ADB, Selasa (27/9/2016).

Upah minimum lebih tinggi, kenaikan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak, dan melambatnya inflasi mendorong pertumbuhan pengeluaran rumah tangga, Alokasi APBN yang lebih tinggi untuk Dana Desa dan prospek yang lebih baik di sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan di pedesaan.

Belanja pemerintah untuk infrastruktur akan mengalami percepatan pada paruh kedua 2016, sejalan dengan pola tahunan kenaikan pengeluaran menjelang akhir tahun, namun secara keseluruhan investasi dan konsumsi pemerintah akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya dikarenakan rendahnya realisasi pendapatan.

Tidak hanya itu, investasi swasta akan memperoleh manfaat dari diterapkannya serangkaian paket reformasi kebijakan yang telah diumumkan Pemerintah. Beberapa perbaikan penting antara lain dibukanya peluang penanaman modal asing bagi 35 industri tambahan, dan proses izin usaha yang telah disederhanakan secara signifikan.

Laporan terbaru ADB ini menyebut, para pengambil kebijakan di Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai langkah untuk menghadapi risiko terhadap prospek pertumbuhan jika terjadi pemotongan anggaran dan timbulnya keterlambatan berbagai proyek infrastruktur. Laporan outlook ADB juga mencatat adanya kelemahan di pasar tenaga kerja yang dapat melemahkan kepercayaan konsumen.

Laporan terbaru ini mencatat bahwa telah terjadi penurunan jumlah pekerjaan pada periode 12 bulan sampai dengan Februari 2016, dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun jumlah pekerjaan di pedesaan meningkat.

http://economy.okezone.com/read/2016/09/27/20/1499530/adb-pangkas-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-di-5




Sumber : OKEZONE.COM


JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan hanya akan bergerak ke batas bawah proyeksi pemerintah sebesar 5%-5,1%. Pertumbuhan investasi yang berada di bawah proyeksi dan lemahnya permintaan domestik menjadi salah satu penyebab.
Proyeksi ke batas bawah pertumbuhan ekonomi tahun ini dari sebelumnya di kisaran atas atau 5,1% menjadi 5%, juga dipicu revisi ke bawah pertumbuhan beberapa komponen penyumbang pertumbuhan ekonomi yang lain.
Kepala Badan kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi hingga akhir tahun 2016 diperkirakan belum akan sesuai harapan.
Pemerintah memperkirakan, pertumbuhan investasi tahun ini sebesar 5,5%, turun dari dari perkiraan sebelumnya 5,5%-5,6%. "Hal ini karena masih lemahnya permintaan domestik," kata Suahasil dalam rapat Panitia Kerja (Panja) asumsi makro pemerintah dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Selasa (13/9).
Lebih lanjut, menurut Suahasil, pertumbuhan ekspor impor juga masih di teritori negatif dan berada pada batas bawah kisaran proyeksi sebelumnya. Kinerja ekspor diperkirakan tumbuh negatif 1,9% dari perkiraan sebelumnya sebesar -1,9% hingga -1,4%.
Sementara kinerja impor diperkirakan tumbuh negatif 2,7% dari perkiraan sebelumnya yang -2,7% hingga -2,5%. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi swasta sampai akhir tahun diperkirakan hanya sebesar 5,1%. Sedangkan pertumbuhan konsumsi pemerintah akhir tahun diperkirakan hanya sebesar 3%.
Proyeksi pertumbuhan sampai akhir tahun ini tidak sesuai optimisme yang selama ini dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menkeu memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini akan mencapai sebesar 5,1%. Angka itu merupakan batas atas kisaran proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 yang sebesar 5%-5,1%.
Namun angka itu juga merupakan revisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) yang sebesar 5,2%.

Target pertumbuhan ekonomi diturunkan seiring dengan pemangkasan anggaran belanja pemerintah. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 4,9%-5,3%. Menurutnya, kemungkinan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di level 5,04%.


JAKARTA - Suasana rapat kerja pemerintah dengan Komisi XI DPR tentang pemangkasan anggaran di APBNP 2016 dan pengampunan pajak semalam, sempat diwarnai ketegangan. Terjadi perdebatan sengit antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Anggota Komisi XI Edison Betaubun.

Ketegangan bermula dari Komisi XI yang menyampaikan usulan proposal rencana pembangunan dari Pemda kepada Kemenkeu. Komisi XI meminta Menteri Keuangan untuk mengkomunikasikan kepada anggota dari dapil (daerah pemilihan) bersangkutan sebagaimana peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang-undang (UU) MD3, DPR harus memperjuangkan program pembangunan dapil kepada Pemerintah, dalam hal ini Menkeu.

Anggota Komisi XI DPR RI Edison Betaubun memantik dengan menyatakan Kemenkeu harus bisa membantu Komisi XI mengkomunikasikan dengan komisi lain jika ada suatu pembangunan di daerah pemilihannya. Sebab, Komisi XI tidak bisa langsung membicarakannya dengan komisi lain.

"Apakah tidak mungkin Kemenkeu membantu Komisi XI di daerah pemilihannya kalau ada pembangunan. Sebab tidak mungkin Komisi XI bicara di Komisi IV atau V. Semua pengambilan keputusan melibatkan Kemenkeu," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (31/8/2016) malam.

Tak hanya itu, Edison terus memberondong mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini dengan berbagai macam pertanyaan. Bahkan, dia juga mengancam akan menolak usulan anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L) yang diajukan Kemenkeu.

"Karena kami juga di Banggar DPR dan mengamati permain-permainan yang ada di sini. Apakah Kemenkeu tidak terlibat dalam penetapan anggaran belanja K/L terkait pembangunan daerah? Saya minta Menkeu untuk melakukan pengawasan ekstra ketat terhadap aparat pemerintah, termasuk dalam pembahasan anggaran," cecarnya.

Mendapat serangan bertubi-tubi, Sri Mulyani pun tidak tinggal diam. Mantan Menkeu era Presiden SBY ini menyatakan, jika Komisi XI terikat dengan UU MD3 maka Kemenkeu pun juga terikat dengan UU Keuangan Negara. Menurutnya, ada legalitas dan etika yang harus dipegang oleh semuanya.

"Jangan sampai menjaga kepentingan Komisi XI kemudian kepentingan besarnya terpengaruh. ‎Karena bapak ibu sekalian membutuhkan Menkeu yang kredibel juga, kalau Menkeu sudah mulai bawa-bawa proyek repot pak. Saya tidak tahu harus menjelaskan seperti apa," tegasnya.

Dia juga menjelaskan bahwa dalam rapat penetapan anggaran belanja K/L dengan komisi lain, pihaknya hanya menetapkan pagu anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Kemenkeu tidak terlibat langsung dalam penetapan anggaran belanja K/L yang dibahas di setiap komisi.

"Kami kan dari sisi pagu anggaran, berdasarkan RKP dan mereka menyampaikan detail. Kami ada list-nya, tapi kami tidak membahas dengan mereka, mereka membahas dengan komisinya. Kami hanya menetapkan pagu besarnya," terangnya.

Menurut Sri Mulyani, Kemenkeu tidak berhak terlibat langsung dalam pembahasan anggaran di Parlemen. Jika ada anak buahnya yang ikut dalam pembahasan anggaran, dia tidak segan-segan untuk langsung memecatnya.

"Kalau ada anak buah yang melakukan pembahasan malah kami curiga. Pak Edison kalau punya nama staf saya siapa yang melakukan, kasih tahu saya. Hari ini akan saya copot," tandasnya.


(ven)


Jakarta -Pengusaha menilai, ekonomi saat ini sedang melambat, namun belum sampai menyentuh fase krisis. Salah satu faktor yang dianggap memicu pelambatan ekonomi ini adalah tax amnesty atau pengampunan pajak. 

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Suryadi Sasmita mengatakan,sejumlah pengusaha membatasi pengeluarannya untuk sementara waktu. Hal tersebut dilakukan untuk ancang-ancang membayar uang tebusan saat deklarasi harta dalam tax amnesty.

"Sekarang itu terlihat sekali restoran mewah pada sepi, ritel anjlok, dan lainnya pada sepi. Itu karena apa? Salah satunya karena para pengusaha ini lagi tahan uangnya dulu untuk membayar uang tebusan. Saya kira mereka akan mulai membayar tebusan September akhir," kata Suryadi kepada detikFinance, Jumat (26/8/2016).

"Bayar tebusan tax amnesty ini kan besar, dan itu harus cash tak bisa dicicil. Makanya orang-orang tahan uangnya dulu, diutamakan siap-siap buat bayar tebusan. Perputaran uang akhirnya jadi melambat, konsumsi akhirnya juga kecil," imbuhnya.

Diungkapkan, perputaran uang dari sektor swasta ini akan mulai normal kembali pada Oktober nanti setelah para pengusaha merampungkan pembayaran uang tebusan.

Selain berdampak pada konsumsi, sambung Suryadi, perputaran uang yang masih minim ini juga berdampak pada sektor properti yang juga lesu lantaran pengusaha masih menunggu penyelesaian proses keikutsertaannya di tax amnesty. Di sisi lain, properti jadi penggerak utama dari sektor-sektor lainnya.

"Orang-orang lebih memilih menunggu, properti ikut sepi karena tax amnesty karena uang banyak yang berhenti mengalir. Masalahnya properti ini kan sektor pendukungnya banyak sekali. Contoh saja, bangun satu rumah itu menggerakkan minimal 167 perusahaan, dari penyedia semen, keramik, genteng, dan lainnya," ujar Suryadi.

Pengusaha garmen ini menuturkan, di luar efek tax amnesty, sebenarnya faktor pelemahan ekonomi global dan masih lesunya sektor komoditas andalan Indonesia jadi sebab melambatnya ekonomi sejak awal tahun 2016.

"Kemudian kalau ekonomi melambat ini kan sebenarnya juga sudah diprediksi dari lama karena memang komoditas masih lesu, kemudian secara global juga memang ekonomi sedang kurang bagus," pungkas Suryadi.
(hns/hns) 

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa pegawai pajak mulai kewalahan dengan dua tugas khusus untuk mengawal penerimaan negara di APBN-P 2016. Pertama, program pengampunan pajak (tax amnesty) dengan target penerimaan Rp 165 triliun dan kedua, pengumpulan setoran pajak yang dipatok Rp 1.271,7 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Keuangan saat ini bukan hanya fokus mengejar target penerimaan pajak dari tax amnesty, tapi juga amanat lain untuk mencapai target penerimaan negara Rp 1.737,6 triliun. Salah satu sumbernya dari penerimaan pajak (nonmigas) Rp 1.271,7 triliun.
"Saya akui seluruh tim pajak setiap kali bertemu cukup kewalahan dengan dua tugas ini, tax amnesty dan penerimaan pajak," katanya di Jakarta, seperti ditulis Jumat (26/8/2016).
Menurut Sri Mulyani, Undang-Undang (UU) Tax Amnesty bagi pegawai pajak yang berjumlah 40 ribu orang masih baru, sehingga mereka belum memahami seluruhnya. Tantangan berat lainnya mempelajari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) turunan UU Tax Amnesty yang keluar dalam waktu dekat.
"Ditambah pegawai pajak harus menjelaskan (sosialisasi) ke orang lain, jadi ini satu waktu yang luar biasa dan sangat kritis. Karena tax amnestybukan hanya untuk 100 orang terkaya di Indonesia, tapi ini UU untuk seluruh rakyat," ujarnya.
Terkait kesiapan Ditjen Pajak menghadapi serbuan pemohon tax amnesty dan perkiraan banjir dana repatriasi di September, Sri Mulyani telah berdiskusi dengan seluruh tim pajak. Idenya, untuk beberapa wajib pajak (WP) besar yang ingin melaporkan harta, Ditjen Pajak akan membentuk task force guna melayani mereka.
"Jadi pegawai pajak dituntut me-manage WP besar yang jumlahnya satu persen, tapi memiliki harta hampir 50 persen dari total aset di Republik ini, ditambah jutaan orang Indonesia yang dirasa perlu ikut tax amnesty supaya lega," ujar Sri Mulyani.
Di sisi lain, katanya, pegawai pajak harus mampu mengumpulkan Rp 1.271,7 triliun. Berdasarkan data Kemenkeu, posisi penerimaan negara sampai hari ini realisasinya masih 43,2 persen. Sri Mulyani menambahkan, ia telah bertemu dengan Kepala Kanwil untuk meminta kepastian komitmen kesanggupan mencapai target.
"Saya sangat menyetujui dan mencegah teman-teman Kanwil melakukan tindakan yang semakin menghancurkan kepercayaan, bullying, intimidasi karena ada pressure ini. Jadi ini adalah tugas yang sangat menantang. Kita melakukannya dengan sungguh-sungguh. Walaupun kondisinya kompleks, bukan berarti gampang atau tidak mungkin dicapai," ujarnya.
Sri Mulyani berjanji akan melakukan percepatan reformasi di bidang perpajakan seiring pelaksanaan tax amnesty. "Idealnya reformasi bidang perpajakan didahulukan, baru tax amnesty. Tapi ini sudah terjadi, sehingga yang bisa saya lakukan adalah akselerasi reformasi ini," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Bagaimana jika target penerimaan pajak dari tax amnesty tidak tercapai?
Sri Mulyani menegaskan terus berupaya keras sampai dengan hari ini. Antisipasi pun dipikirkan, namun masih harus dipantau hingga pelaksanaannya di pertengahan September 2016 sebelum periode pertama tax amnesty berakhir.
"Saya akan sampaikan ke Presiden lagi di minggu ketiga atau akhir September mengenai situasinya. Kita akan kelola softlanding APBN-P 2016, dan bekerja sama dengan DPR untuk menyusun RAPBN 2017," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan bahwa belum ada satu pun wajib pajak dari data yang dimiliki institusinya akan ikut tax amnesty.
Padahal, sebelumnya ia mengaku memiliki data dari berbagai sumber, seperti G20 dan lainnya. Data ini bahkan diklaim lebih akurat ketimbang data Panama Papers yang sempat menghebohkan.

"Belum ada yang ikut tax amnesty. Tapi yang berjanji banyak, makanya data itu yang akan saya pakai mau pilih 2 persen (tax amnesty) atau 200 persen (sanksi) sesuai Pasal 18 di UU Tax Amnesty," ujar Ken.


Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun 5 persen, termasuk untuk tahun ini yang ditargetkan mencapai 5,2 persen. Kondisi perekonomian tersebut dinilai masih stabil dibanding negara lain yang mengalami kontraksi pertumbuhan.
"Ekonomi Indonesia tidak mengalami krisis. Ekonomi kita masih tumbuh 5 persen dibanding negara lain. Jadi 5 persen is not crisis at all," kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti ditulis Jumat (26/8/2016).
Pemerintah, katanya, menyadari bahwa ada beberapa poin di makro, mikro, dan sektoral yang tidak saling berhubungan (match) satu dengan yang lain. Sehingga pemerintah perlu melakukan penyesuaian belanja atau pemotongan anggaran sebagai langkah penyelamatan fiskal.
"Kita perlu melakukan adjustment, supaya tidak menjadi gangguan kronis dan justru menjatuhkan bahkan menciptakan krisis kepercayaan," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Sri Mulyani menambahkan, pemangkasan anggaran di Indonesia, khususnya di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, berbeda atau tidak sebesar yang dialami Brasil maupun Rusia karena dua negara tersebut mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi 7 persen.
Kondisi perekonomian dan stabilitas politik di Indonesia, ujarnya, memiliki kepastian tinggi. Berbeda dengan Afrika Selatan maupun Turki. Hubungan pemerintah dan DPR RI atau parlemen pun berlangsung harmonis untuk memutuskan kebijakan yang tepat, termasuk soal defisit anggaran. Dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, defisit fiskal tidak boleh melebihi 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Sri Mulyani, pemerintah Indonesia maupun parlemen akan menaati UU sebagai produk hukum, termasuk UU Keuangan Negara. Tidak tiba-tiba memutuskan defisit dilebarkan 10 persen atau 15 persen, bahkan bisa menyebabkan pembahasan suatu kebijakan terhenti alias deadlock hingga berdampak pada penolakan DPR atas kebijakan pemerintah.
"Kita masih punya ruang fiskal walaupun tidak selebar yang dibayangkan sebelumnya. Kita akan lihat realisasi penerimaan APBN-P 2016 setiap saat, dan berpatokan keras bahwa maksimum defisit anggaran 3 persen dari PDB tanpa mengurangi alokasi belanja untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur," katanya.
Pemerintah, katanya, sangat berhati-hati dalam melakukan penyisiran belanja kementerian/lembaga yang mencapai Rp 137,6 triliun. Ada proses panjang yang harus dilakukan Sri Mulyani untuk memangkas anggaran.
Alurnya, Kemenkeu akan menjelaskan alasan pemangkasan kepada Presiden. Jika Presiden setuju menginstruksikan pemotongan anggaran, tahap selanjutnya membahas dengan Menko Bidang Perekonomian dan Kepala Bappenas.

"Dengan Menko dan Bappenas, kita akan buat kriteria pemotongan anggaran tanpa menghilangkan momentum pertumbuhan, konsisten dengan program mengurangi kemiskinan, serta mengawal Nawa Cita Presiden," ujar Sri Mulyani.


JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku kecewa dengan adanya persoalan laporan keuangan pemerintah pusat yang sempat dipersoalkan oleh Badan Anggaran. Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar dengan pengecualian untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Menurut Sri Mulyani, 10 tahun yang lalu ketika ia menjadi Menteri Keuangan berbagai persoalan terkait aset dan inventaris pemerintah telah dirumuskan dalam sebuah roadmap aturan. Hanya saja, hal tersebut tidak dikembangkan hingga saat ini.
"Kita akan meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan pemerintah, terus menerus untuk penertiban aset inventarisasi, pemanfaatan dan legalisasi aset Kementerian atau Lembaga," kata Sri Mulyani dalam rapat pembahasan RUU Pertanggungjawaban APBN 2015 di ruang rapat Badan Anggaran, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
"Saya baca ini tidak gembira, 10 tahun lalu ketika saya jadi Menteri Keuangan sudah jadi bagian dari proses. Jadi ada PR yang harus dilakukan dari sisi inventarisasi, pemanfaatan dan legalisasi aset," imbuhnya.
Saat ini, kata Sri Mulyani, utang pemerintah selalu naik. Namun pada sisi lain tak terdapat pertumbuhan nilai aset. Untuk itu, butuh laporan keuangan yang benar-benar riil agar dapat melihat perbandingan antara pertumbuhan nilai aset dan pertumbuhan utang negara.
"Memang ada yang khawatir dengan nilai utang yang baik tapi aset tidak tumbuh. Tapi hingga saat ini inventarisasi memang belum mencerminkan keseluruhan aset negara," kata Sri Mulyani.
"Kita akan lakukan peningkatan kuantitas dan kualitas akuntansi. Banyak yang senang meminta anggaran tapi kemampuan masih belum (untuk menyusun anggaran," imbuhnya.
Sri Mulyani pun berencana akan mengembangkan sistem berbasis teknologi dalam hal pengelolaan anggaran. Diharapkan, masalah laporan keuangan tak lagi menjadi sorotan BPK kepada pemerintah pusat.
"Kalau dulu saya lihat tidak memungkinkan untuk laporan keuangan berbasis aktual. Sekarang kita lihat baik dan saatnya untuk melihat apakah akuntansi berbasis aktual layak atau tidak," tutupnya.
(rai)



INILAHCOM, Pekanbaru - Ekonom Universitas Andalas, Benny Dwika Leonanda menyatakan, upaya menumbuhkan ekonomi haruslah mandiri. Dalam artian, pemerintah tak perlu tergantung terhadap asing.
"Kondisi ekonomi dan finansial RI yang di ambang krisis ini diprediksi akan timbul antara lain disebabkan ketidakkepercayaan pasar terhadap ketidakmampuan pemerintah atas pengelolaan keuangan negara," kata Benny di Pekanbaru, Minggu (21/8/2016).
Pandangan Beeny ini mengomentari pidato Presiden Joko Widodo tentang RAPBN 2017 dalam Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus 2016. Dalam pidato itu tersirat bahwa secara keseluruhan pendapatan negara dari RAPBN 2017 berkurang sebesar Rp48,6 triliun, atau sekitar 2,79% dari ABPN-P 2016.
Sedangkan belanja pemerintah, kata Benny, justru tidak berubah banyak, hanya berkurang Rp12,4 triliun, atau sekitar 0,6% APBN-P 2016.
Benny menilai, RAPBN 2017 yang disusun tim ekonomi Jokowi terlalu ambisius dan terlalu meyakini akan adanya pertumbuhan ekonomi tinggi. "Di tengah-tengah penurunan angka ekspor dan impor serta pendapatan pemerintah dari pajak yang juga turun, pemerintah terkesan tidak menyadari bahwa kondisi negara di ambang krisis ekonomi dan finansial yang akan timbul disebabkan ketidakkepercayaan pasar terhadap ketidakmampuan pemerintah atas pengelolaan keuangan negara," katanya lagi.
RAPBN itu, menurut Benny lagi, tentu akan menyulitkan pemerintah dalam menyusun anggaran belanja, dan mencapai target-target yang telah dicanangkan oleh pemerintah sebelumnya.
Faktanya, katanya lagi, tahun ini pemerintah telah memangkas anggaran belanja sebesar Rp184,4 triliun, atau 8,79% dari APBN 2016, bisa dipastikan angka pertumbuhan 5,2% dari APBN-P 2016 yang ditargetkan, rasanya sulit tercapai.
"Pemangkasan itu justru akan menurunkan konsumsi pemerintah, dan konsumsi masyarakat pada tahun 2016, sementara untuk investasi, pemerintah sendiri hampir tidak punya uang sama sekali. Satu-satunya jalan mungkin mengharapkan investor dari luar negeri," kata Benny.
Ironisnya, justru setiap negara saat ini juga sama-sama mencari investor untuk meningkatkan pertumbuhan dan GDP mereka sama halnya dengan Indonesia. Akan tetapi pada kondisi kini diyakini investor lebih cenderung menghindari konsumsi dan melakukan investasi, katanya lagi.
Karena itu, dalam pandangan Benny, pemerintah seharusnya mulai berpikir untuk mengubah prioritas pembangunan nasional, yaitu melakukan efisiensi dan penghematan besar-besaran, serta merampingkan kabinet dengan menyatukan dan mengubah bentuk kementerian dan lembaga, sehingga target-target pemerintah lebih fokus untuk penyelamatan ekonomi nasional.
"Target baru dibutuhkan namun harus bisa meningkatkan penghasilan negara dan pendapatan masyarakat, sehingga mampu menunjang APBN tahun selanjutnya. Ini merupakan tantangan baru, tantangan nyata dari kondisi saat ini bahwa perekonomian negara perlu diselamatkan segera," katanya lagi.
Benny merujuk contoh pemerintah harus bangkit secara mandiri guna menyelamatkan ekonomi Indonesia, yakni sudah harus menunda proyek-proyek besar yang menyedot anggaran sangat besar dan mengalihkan kepada sektor-sektor produktif yang memperbaiki iklim investasi dalam negeri.
Selain itu, menurutnya, pemerintah juga perlu menciptakan pasar-pasar baru yang mampu menampung komoditas ekspor untuk diproduksi di dalam negeri, mengembangkan teknologi domestik dan melepaskan ketergantungan terhadap pasar dan produk-produk asing.
"Ini bisa dilakukan, jika benar-benar Pemerintah Indonesia tidak tergantung pada pasar dan produk-produk luar negeri sebab Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan berbagai suku bangsa, mempunyai musim yang berbeda antara daerah bagian utara dan selatan, antara bagian barat dengan bagian timur wilayah Indonesia," katanya pula.
Semua potensi tersebut, kata Benny, optimitis menjadi modal dasar dalam membentuk pasar domestik dan mengembangkan sistem perekonomian sendiri. [tar]
- See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2318744/ekonom-kampus-ini-nilai-rapbn2017-terlalu-ambisius#sthash.9OVU7MXb.dpuf


Menkeu mengungkapkan, target penerimaan pajak tahun depan diupayakan mencerminkan kondisi perekonomian nasional 2017.

“Pajak ini merupakan kombinasi dari dua fungsi yang sebenarnya sulit dilakukan, yaitu penerimaan negara yang diperkuat, tapi juga mendorong iklim investasi agar kompetitif. Kami cari titik tengah dari sisi pendapatan,” tutur dia.

Menurut Sri Mulyani, fokus penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2017 yang dipatok Rp 1.495,9 triliun (Rp 1.271,7 triliun di antaranya penerimaan pajak) bakal diarahkan pada pendapatan dari sektor nonmigas, terutama PPh dan PPN. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan menempuh berbagai langkah, seperti mengingkatkan tax base dan kepatuhan wajib pajak (WP).

“Kedua langkah ini meliputi penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) dan ekstensifikasi melalui penguatan basis data perpajakan. Jadi, optimalisasi penerimaan perpajakan ini termasuk melanjutkan kebijakan tax amnesty sampai Maret 2017,” ujar dia.

Pemerintah, kata Menkeu, juga mendorong upaya intensifikasi melalui penggunaan teknologi informasi serta menjalankan implementasi atas konfirmasi status WP bagi pelayanan publik. Kecuali itu, pemerintah memberikan insentif perpajakan untuk meningkatkan iklim investasi dan daya saing industri serta mendorong hilirisasi industri dalam negeri.

Upaya lainnya yaitu memperbaiki regulasi perpajakan dan mengenakan cukai atau pajak lainnya untuk pengendalian konsumsi barang tertentu.

“Pemerintah juga akan mengarahkan perpajakan internasional untuk mendukung transparansi dan pertukaran informasi, pertumbuhan investasi, serta meningkatkan perdagangan dan perlindungan industri dalam negeri,” papar dia.

Menkeu memastikan target penerimaan perpajakan 2017 lebih realistis karena pemerintah telah melakukan penyesuaian yang rasional terhadap proyeksi penerimaan perpajakan tahun ini, meski ada potensi kekurangan (shortfall) sebesar Rp 219 triliun. (bersambung)






JAKARTA ID – Membaiknya perekonomian Indonesia diperkirakan akan berlanjut pada kuartal III dan IV dengan pertumbuhan diproyeksikan masih bisa di atas 5% sepanjang tahun ini. Kendati dibayangi rencana pemangkasan anggaran, membaiknya daya beli dan adanya event besar akhir tahun, yakni perayaan Natal dan Tahun Baru 2017, diyakini masih bisa menggenjot belanja konsumsi rumah tangga (RT) yang notabene menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Demikian pula pola penyerapan anggaran pemerintah yang biasanya kencang di pengujung tahun diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, khususnya pada kuartal IV.

Membaiknya ekonomi Indonesia tahun ini mulai terlihat pada kuartal II-2106 yang di luar ekspektasi mampu tumbuh sebesar 5,18% dibanding kuartal II-2015 (year on year/yoy). Angka itu lebih tinggi dari kuartal I-2016 sebesar 4,91% dan kuartal II- 2015 yang mencapai 4,66%.

Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi pada semester I-2016 sebesar 5,04%. Pertumbuhan ekonomi kuartal II ditopang oleh hampir semua lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi dicapai sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar 13,51%, disusul informasi dan komunikasi 8,47%, jasa perusahaan 7,57%, sektor transportasi dan pergudangan 6,81%, konstruksi 6,21%, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial 6,59%.

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya tumbuh 3,23%, real estat 4,46%, industri pengolahan 4,74%, serta sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor 4,03%. Sementara itu, hanya sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi sebesar 0,72%.

Perbaikan ekonomi nasional juga terlihat pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatatkan surplus US$ 2,2 miliar pada kuartal II-2016, setelah pada kuartal sebelumnya mengalami defisit US$ 0,3 miliar. Perbaikan NPI ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. (bersambung)




JAKARTA- Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi antara 4,9 - 5,3% pada 2016 dari proyeksi sebelumnya di 5 - 5,4%, menyusul diturunkannya belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah sebesar Rp133,8 triliun.

Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat, mengatakan pemangkasan anggaran dari APBN akan mempengaruhi laju perekonomian di kuartal III dan kuartal IV yang diperkirakan bank sentral masing-masing sebesar 5% dan menyusut di bawah 5% di kuartal terakhir.

"Kami perkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang di semester I cukup terbantu oleh pengeluaran pemerintah di investasi dan konsumsi, kalau di semester II berkurang itu akan berdampak ke perekonomian semester II," ujar Agus menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur triwulanan periode Agustus.

Agus –seperti dilansir Antara-- mengatakan, meskipun diperkirakan terjadi penurunan pertumbuhan, fundamental dan stabilitas ekonomi hingga saat ini masih terjaga baik.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan selain dipotongnya anggaran, bank sentral juga melihat pertumbuhan ekonomi global yang masih lesu akan terus mempengaruhi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

BI melihat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tidak akan sesuai ekspektasi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Eropa, ujar dia, akan menyusut karena dampak dari keluarnya British dari Uni Eropa (Brexit).

"Kami lihat ada proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 3,1% tahun dan di 2017 sebesar 3,2%. Padahal sebelumnya diperkirakan 2017 adalah 3,3 - 3,4%," ujarnya.

Faktor lainnya, kata Perry, adalah melesetnya perkiraan pertumbuhan investasi swasta di Tanah Air. Perry mengatakan di sisa tahun, kinerja dunia usaha masih menjalani pemulihan. Dengan begitu, kontribusi swasta diperkirakan belum maksimal terhadap pertumbuhan.

"Tapi Bank Indonesia yakin tren pemulihan akan tetap, dan bahwa Indonesia sudah melewati titik terendah pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun yang lalu," ujarnya.

Dalam RDG tersebut, BI juga menyatakan ruang pelonggaran moneter di sisa tahun masih terbuka, dan mempertimbangkan kondisi dan data ekonomi terbaru. "Sikap kita netral tapi mengarah ke pelonggaran," kata Agus. (gor)


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui, target penerimaan perpajakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 yang sebesar Rp 1.539,2 truliun memang sangat tidak realistis.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, walaupun target penerimaan tax amnesty tercapai 100 persen, atau diperoleh Rp 165 triliun, penerimaan perpajakan tetap diperkirakan meleset Rp 219 triliun, atau hanya mencapai Rp 1.320,2 triliun.
Sri mengatakan, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017, penerimaan negara ditargetkan sebesar Rp 1.495,9 triliun.
Ia menambahkan, target ini jika dibandingkan APBNP 2016 tentu lebih rendah. Tetapi bila dibandingkan proyeksi penerimaan 2016, jelas target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2017 itu lebih tinggi.
"Sehingga kalau dilihat dari situ (Rp 1.320,2 triliun), target RAPBN 2017 ini masih ada kenaikan," ucap Sri dalam konferensi pers RAPBN 2017, Selasa malam (16/8/2016).
"Pemerintah tidak menjadikan APBNP 2016 sebagai dasar penyusunan RAPBN 2017, karena APBNP 2016 memang sangat tidak realistis dari sisi ekspektasi penerimaan, bahkan kalau sudah dimasukkan penerimaan tax amnesty Rp 165 triliun," ujarnya lagi.
Dalam konferensi pers tersebut, hadir sejumlah menteri, diantaranya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro, yang dulu menjabat sebagai Menteri Keuangan.

Selain Bambang, hadir pula Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimujono, serta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengaku khawatir dengan langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) serta dana transfer ke daerah pada APBN-P 2016. Anggaran yang dipotong dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2016 sekitar Rp133,8 triliun.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, pihaknya khawatir jika anggaran yang dipangkas adalah yang berkaitan dengan belanja infrastruktur dan pembangunan. Jika demikian, maka akan berdampak kepada perekonomian secara keseluruhan.

"‎Kalau pemotongan adalah dipotong anggaran yang cukup struktural artinya tidak berdampak ke perekonomian Indonesia secara umum, kami rasa itu baik. Kami khawatir kalau dipotong di anggaran, misal pembangunan atau infrastruktur. Ini nanti kami sampaikan di RDG 19 Agustus 2016," katanya di Gedung BI, Jakarta, Senin (8/8/2016).

Apalagi, sambung mantan menteri keuangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum mulai menunjukkan perbaikan meski kondisi dunia masih lamban. Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mencapai 5,18%, inflasi terjaga rendah, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) menurun, dan neraca perdagangan pun surplus.

"‎Ini kondisi yang membuat Indonesia dalam keadaan ekonomi membaik fundamental membaik," imbuh dia. (Baca: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II di Luar Ekspektasi BI)

Menurutnya, langkah Sri Mulyani untuk memangkas anggaran ditambah program pengampunan pajak (tax amnesty) di tengah perkiraan penerimaan negara yang rendah akan membuat pasar lebih percaya diri. Asalkan, anggaran yang dipangkas betul-betul tidak akan mengganggu pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

"‎Keputusan pemerintah Indonesia ketika tahu penerimaan lebih rendah langsung putuskan menyesuaikan pengeluaran anggaran ini menunjukkan Indonesia mengupayakan secara fiskal sehat, reformasi struktural terus upayakan, dan moneter kita sehat," tandasnya.


(ven)


Jakarta -Hari ini sejumlah menteri Kabinet Kerja melakukan rapat dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas finalisasi Nota Keuangan 2017, yang akan dibacakan Jokowi di DPR pada 16 Agustus 2016.

Nota Keuangan ini akan menjadi dasar untuk membuat Rancangan APBN 2017. Usai rapat, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan soal beratnya kondisi ekonomi yang tercermin dari tekanan pada penerimaan pajak.

Sri Mulyani mengatakan, untuk merancang Nota Keuangan 2017, demi menjadi APBN yang kredibel, maka pemerintah akan melihat kemungkinan kondisi yang akan dihadapi di tahun ini dan dua tahun terakhir.

"Untuk tahun 2016, sesudah melihat realisasi dari tahun 2014-2015, jadi dua tahun terakhir, penerimaan perpajakan memang mengalami tekanan yang sangat berat," kata Sri Mulyani usai rapat di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/8/2016). 

Tekanan pada penerimaan pajak ini terjadi karena turunnya harga komoditas, seperti minyak dan gas (migas), batu bara, kelapa sawit, serta pertambangan lainnya. 

"Kami juga melihat di sektor-sektor seperti perdagangan, konstruksi juga mengalami situasi tekanan yang cukup terlihat dari segi volume. Sampai hari ini kita melihat bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya hanya separuh dari tahun-tahun sebelumnya," imbuh Sri Mulyani.

Lalu, Sri Mulyani bercerita soal pelemahan perdagangan dunia yang mengakibatkan turunnya laju ekspor dan impor di Indonesia sejak kuartal I-2015 hingga semester I-2016 lalu. Ini bakal menjadi perhitungan pemerintah dalam merancang Nota Keuangan 2017.

"Maka Kemenkeu hari ini melaporkan kepada Bapak Presiden, Wapres dan Sidang Kabinet bahwa penurunan dari potensi penerimaan pajak 2016 akan cukup signifikan. Ini dikarenakan basis penghitungan target penerimaan pajak di 2016 yang disetujui oleh DPR APBN-P itu basisnya masih menggunakan angka ekonomi yang cukup tinggi, yaitu target penerimaan 2 tahun sebelumnya tahun 2014, 2015, kemudian ke 2016," papar Sri Mulyani.

Mantan Direktur Bank Dunia ini memaparkan realisasi pajak di 2014 yang berada Rp 100 triliun di bawah target. Kemudian di 2015 lalu, saat harga komoditas mulai menurun penerimaan pajak juga meleset Rp 248,9 triliun dari target.

"Oleh karena itu, kami hari ini melaporkan kepada Presiden, Wapres dan sidang kabinet bahwa kami perlu untuk melakukan penyesuaian sehingga APBN kita menjadi kredibel karena tema dari Bapak Presiden adalah terus memperkuat kredibilitas, confidence, serta trust itu harus ditegakkan mulai dari angka-angka APBN yang bisa mencerminkan realita ekonomi yang kita hadapi," papar Sri Mulyani.

Namun, lanjut Sri Mulyani, bukan berarti pemerintah akan mengendurkan penerimaan pajak. Sri Mulyani mengatakan, Presiden Jokowi meminta dirinya untuk optimal meningkatkan pajak. Karena penerimaan pajak dibutuhkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pengurangan kesenjangan.
(wdl/hns) 



JAKARTA sindonews - Target penerimaan pajak dari kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang ditetapkan sebesar Rp165 triliun menurut Ekonom Faisal Basri tidak akan tercapai, bahkan meski ada Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) baru. Pemerintah lebih disarankan agar memangkas anggaran yang tidak perlu, guna menutupi kekurangan penerimaan negara dari pajak.

"Saya berpandangan tidak tercapai walaupun (meski ada Sri Mulyani), hampir kemustahilan, mimpi terlalu tinggi. Sebelum penyakit kemana-mana, amputasi belanja dan dikurangi," ujarnya di Jakarta, Senin (1/8/2016).

Menurutnya, tax amnesty jadi tugas paling berat dari mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut. Namun menurutnya bukan tanpa peluang, sehingga kalau perlu anggaran pemerintahan yang dipangkas bisa mencapai Rp100 triliun.

"Tugas berat Sri Mulyani di sana, yang dilakukan pertama kali mulai Agustus potong anggaran sebesar Rp75 triliun-Rp100 triliun karena tax amnesty bicara konservatif," sambung dia.


Kendati demikian lanjut dia, Sri Mulyani akan berani berseberangan dengan Jokowi jika ada kebijakan ekonomi yang dirasa kurang tepat. Ini berbeda dengan menteri Kabinet Kerja lain yang selalu mengiyakan keinginan Jokowi.

"Bu Sri Mulyani tipenya bukan seperti itu, bisa katakan tidak. Apakah Pak Jokowi siap ditentang menterinya? Mudah-mudahan Pak Jokowi bisa dengar Sri Mulyani dan bisa rasionaliasi," pungkasnya.


(akr)


@ KONTAN: Martin Panggabean menyatakan bahwa IHSG AKHIR 2016 @ 4900-5K, aza ... corporate earnings MASEH RENDAH, itu alasannya ... TAX AMNESTY terlalu IMUT hasilnya (setidaknya s/d saat ini), beliau menunggu AKHIR OKTOBER 2016 saat ADA EKSPEKTASI LONJAKAN REPATRIASI terjadi ... tapi secara valuasi wajar, ihsg TIDAK AKAN TERBANG K 6K, apalagi, k 5300 aza tidak ... well, itu PESIMISME yang REALISTIS seorang EKONOM BANK MANDIRI (mantan)... liat aza :)

SEOUL, July 22 (Yonhap) -- Members of the Financial Stability Board (FSB) shared the view that vulnerabilities from non-performing loans remain in the global market, as they met in Chengdu, China, this week, South Korean participants said Friday.
South Korea joined the session, hosted by the People's Bank of China a day earlier, ahead of this weekend's meeting of G20 finance chiefs and central bankers in the Chinese city.
The members of the FSB, an international consultation body on regulatory and other related policy issues, noted the overall financial system "functioned effectively" amid market turmoil following the British vote to lead the European Union, according to South Korea's Financial Services Commission.
The global financial system, they agreed, is more resilient as a result of the regulatory reforms introduced following the 2008 financial crisis.
But it has yet to address concerns about non-performing loans and incomplete bank balance sheet repair, they pointed out.
They also vowed to continue close monitoring of the market situation to take swift actions if a crisis arises.
The FSB, based in Basel, Switzerland, has 24 member states and 10 international institutions such as the OECD, IMF and World Bank. It works to coordinate their regulatory, supervisory and other financial sector policies in the interest of financial stability.
South Korea became a member of the FSB in 2009.
(END)



Jakarta (ANTARA News) - Analis pasar modal Guntur Tri Hariyanto menilai bahwa secara historis rata-rata volume transaksi perdagangan saham di Indonesia pada bulan puasa memiliki kecenderungan lebih rendah dibandingkan bulan lainnya.

"Data historis memang menunjukkan penurunan rata-rata volume transaksi apabila dibandingkan dengan bulan lainnya," ujar Guntur Tri Hariyanto yang juga analis di Danareksa Capital di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, rendahnya volume perdagangan pada bulan puasa bisa dikaitkan dengan kebutuhan dana investor untuk persiapan Hari Raya Lebaran, karena memang kebutuhan dana pada perayaan tersebut akan melonjak.

Meski demikian, lanjut dia, sepanjang pekan ini atau periode 6-10 Juni 2016 rata-rata volume, nilai, dan frekuensi transaksi harian masih mengalami peningkatan. Situasi itu didorong oleh kondisi pasar global yang cukup mendukung likuiditas pasar saham di negara berkembang menyusul harga minyak dan harga komoditas dunia yang naik.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), rata-rata nilai transaksi harian di sepanjang pekan ini atau 6-10 Juni 2016 mengalami kenaikan 5 persen menjadi Rp5.740,18 triliun dari Rp5.460,67 triliun di akhir pekan sebelumnya.

"Senada dengan kenaikan tersebut, rata-rata volume transaksi harian juga tercatat tumbuh 35 persen dan rata-rata frekuensi harian naik 18 persen," kata Kepala Komunikasi Perusahaan BEI Dwi Shara Soekarno.

Ia menambahkan bahwa investor asing di sepanjang perdagangan periode itu mencatatkan beli bersih di pasar modal Indonesia senilai Rp1,63 triliun dan secara tahunan, aliran dana investor asing di pasar saham masih tercatat beli bersih dengan nilai Rp6,49 triliun.

Meski demikian, ia mengemukakan bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di sepanjang periode 6-10 Juni 2016 mengalami penurunan 0,12 persen ke posisi 4848.056 poin jika dibandingkan penutupan di pekan sebelumnya yang berada di level 4853.922 poin. Kapitalisasi pasar BEI di sepanjang pekan ini juga menurun menjadi Rp5.15,29 triliun dari Rp5.159,81 triliun di akhir pekan sebelumnya.
Editor: B Kunto Wibisono

JAKARTA okezone- Bank Indonesia (BI) mengaku sepakat dengan rencana pemerintah memangkas anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 sebesar Rp70 triliun. Besaran pemangkasan ini naik.
"Secara umum pemerintah sudah usul potong anggaran ke Rp70 triliun, sebelumnya Rp50 triliun itu juga baik, karena penerimaan negara terpengaruh oleh kondisi ekonomi dunia yang lebih lemah sehingga berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Jumat (10/6/2016).
Namun, pihaknya belum bisa menyampaikan dampak pemotongan anggaran ke pertumbuhan ekonomi. Dia menilai, ada baiknya jika menunggu postur APBN-P 2016 selesai.
"Saya lebih cenderung untuk postur biar diselesaikan dulu. Nanti kita akan sampaikan pandangan kita.‎ Kalau kemarin BI sampaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi 5 sampai 5,4 persen, kita nanti lihat bagaimana pembahasan terakhir, karena terakhir di sepakati 5,1 persen, kami melihat itu keputusan yang bijaksana," tukas dia.
Sebelumnya, Pemerintah telah memutuskan untuk memangkas anggaran sebesar Rp50,6 triliun. Keputusan ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016 yang memutuskan untuk memangkas anggaran nonprioritas.
Beberapa kementerian pun terkena imbas dari pemangkasan anggaran ini, termasuk di antaranya Sekretariat Kabinet (Setkab) yang dipangkas sebesar Rp30 miliar. Namun, pemangkasan anggaran ini dipastikan tidak akan mempengaruhi kinerja pemerintah. Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menjamin pemangkasan anggaran ini tidak akan mempengaruhi kualitas pelayanan dari masing-masing instansi pemerintah, termasuk Setkab.
(dni)


JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mendukung rencana pemerintah untuk memangkas anggaran belanja sejumlah kementerian/lembaga dalam APBN Perubahan 2016.
Namun, ia menilai, pemangkasan anggaran dalam APBN-P merupakan hal yang aneh.
“APBN-P 2016 ini adalah APBN-P paling aneh. Biasanya APBN-P itu digunakan untuk menambah anggaran,” ujar Lukman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Meski demikian, Lukman memaklumi kebijakan pemangkasan ini karena penerimaan pemerintah dari sektor pajak masih kurang.
Sementara, pemerintah tengah menggenjot pembangunan di sejumlah sektor sehingga ada anggaran-anggaran prioritas.
Namun, ia tak setuju jika pemangkasan anggaran itu berlaku untuk kementerian/lembaga yang terkait kinerja birokrasi.
Menurut dia, anggaran yang diterima kementerian/lembaga tersebut kecil. 
Pemotongan anggaran dikhawatirkan akan mengganggu kinerja kementerian/lembaga, terutama terkait percepatan pembangunan.
“Dari sekian banyak mitra di Komisi II, khusus mitra aparatur sipil negara dan birokrasi kemungkinan akan diputuskan untuk tidak dipotong (dalam APBN P 2016). Mitra itu seperti Kementerian Agraria, Kemendagri, Setneg,” ujar
Ia menambahkan, saat ini sejumlah kementerian/lembaga tengah gencar melaksanakan pembinaan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan pegawai mereka.
Jika anggaran pelatihan itu dipotong maka akan berdampak terhadap program tersebut.

“Padahal, kapasitas PNS kita kan harus di-upgrade,” kata dia.

Metrotvnews.com, Jakarta: Pemulihan ekonomi di negara maju yang belum merata serta melambatnya pertumbuhan emerging market economies (EMEs) khususnya Tiongkok telah berkontribusi terhadap peningkatan risiko global. Hal semacam ini tentu perlu diperhatikan secara khusus oleh Indonesia.

 Mengutip Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 26, Maret 2016, diungkapkan pada semester II-2015, pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang masih tertahan di bawah ekspektasi sejalan dengan belum membaiknya sektor konsumsi, manufaktur serta sektor perumahan telah menggeser estimasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR).

Selain itu, risiko di pasar keuangan internasional yang bersumber dari ketidakpastian kenaikan FFR juga berdampak pada pasar komoditas dunia. Penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (USD) semakin memberikan tekanan pada lemahnya permintaan komoditas, di sisi lain supply komoditas cenderung meningkat.

 Hal tersebut semakin mendorong berlanjutnya penurunan harga komoditas terutama minyak, batu bara, Crude Palm Oil (CPO) dan karet. Kondisi perekonomian global tersebut menyebabkan munculnya respons kebijakan moneter yang bervariasi. Pun hal itu terus berlanjut hingga sekarang ini.

 Perkembangan kondisi keuangan global itu, sedikit banyak memberikan tekanan dan meningkatkan risiko pada pasar keuangan domestik. Peningkatan risiko terutama berasal dari penurunan aliran masuk modal asing serta penurunan permintaan dan harga sektor komoditas yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap tekanan nilai tukar dan neraca pembayaran.  

 Mencermati peluang dan tantangan ke depan, arah kebijakan Bank Indonesia dititikberatkan pada penguatan bauran kebijakan makroprudensial, kebijakan moneter, serta kebijakan sistem pembayaran dan pengedaran uang rupiah.  

 Dari sisi mikroprudensial, kebijakan Bank Indonesia difokuskan untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) melalui penguatan ketahanan permodalan perbankan, menjaga kecukupan likuiditas dan pendalaman pasar keuangan.

 Sebagai upaya pemerataan pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia akan mendorong fungsi intermediasi perbankan di lingkup nasional dan regional dengan memfasilitasi pemberian kredit/pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi produktif yang menjadi prioritas pemerintah dan bernilai tambah signifikan terhadap perekonomian nasional.

http://ekonomi.metrotvnews.com/makro/VNx9vx8b-menjaga-stabilitas-sistem-keuangan-di-tengah-tantangan-global-domestik




Sumber : METROTVNEWS.COM


oleh Eko B. Supriyanto


PEMBICARAAN mengenai tax amnesty yang timbul tenggelam dan belakangan kembali mencuat menimbulkan banyak pertanyaan. Akankah kebijakan tax amnesty mulus menjadi undang-undang (UU)? Umumnya pertanyaan yang muncul ialah apakah pemerintah akan berhasil menerapkan kebijakan itu yang banyak diragukan oleh pemilik uang ini dan sering kali disebut sebagai “jebakan Batman”?
Kebijakan tax amnesty ini memang pernah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada 1984. Saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut hanya dengan keputusan presiden (keppres). Kebijakan tax amnesty model lama itu dikeluarkan karena pemerintah ingin melakukan restrukturisasi perpajakan dikarenakan penghasilan ekspor nonmigas sudah melemah sehingga mengandalkan pendapatan negara dari pajak. Kebijakan tax amnesty pada 1984 tidak memberikan dampak signifikan karena tidak ada keterbukaan informasi secara otomatis. Itu artinya urgensi tax amnesty kali ini bisa jadi jauh lebih signifikan dibandingkan dengan tax amnesty atau kebijakansunset policy pada 2008 saat Indonesia terkena krisis.
Menteri Keuangan dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media di rumah dinasnya, beberapa waktu lalu, menegaskan kembali bahwa tax amnesty ini paling tidak keringanan tarif dan penghapusan sanksi dari pelanggaran pajak. Itu terkait juga dengan soal repatriasi dan pencatatan. Seperti halnya orang yang mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) tapi masih belum benar.
Nah, untuk menarik dana-dana, pemerintah menawarkan diskon lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang hanya mencatatkan hartanya. Disebut-sebut, dalam draf RUU pengampunan pajak, tarif penalti repatriasi ditetapkan 1,2% dan 3%. Sementara itu, bagi mereka yang mencatatkan hartanya terkena tarif 2,4% dan 6%.
Hitung-hitungan penerimaan dari UU pengampunan pajak ini masih simpang siur. Banyak prediksi yang terlalu tinggi. Ada yang menyebut dana di luar negeri dari orang Indonesia mencapai Rp10.000 triliun dan bahkan ada yang mengatakan Rp11.000 triliun. Tidak ada catatan resmi mengenai jumlah dana-dana yang ada di luar. Nama-nama yang tertera dalam dokumen Panama Papers juga tidak menyebut angka.
Namun, banyak yang hanya memprediksikan sekitar Rp5.000 triliun sampai dengan Rp6.000 triliun karena dana-dana asing yang masuk ke Indonesia sejatinya sebagian besar ya milik orang Indonesia. Dana-dana yang masuk ke pasar modal lewat lembaga-lembaga investasi asing dipercaya sebagian besar milik orang Indonesia.
Jujur juga harus diakui. Kebijakan tax amnesty ini juga dapat menghasilkan tambahan penerimaan pajak buat kas APBN 2016. Hitungan optimistis bisa ada tambahan Rp100 triliun sampai dengan Rp200 triliun jika data Rp10.000 triliun itu benar. Akan tetapi, banyak yang percaya angka tambahan penerimaan pajak dari kebijakan tax amnesty ini tidak lebih dari Rp65 triliun.
Banyak negara yang gagal menerapkan kebijakan tax amnesty ini, seperti Rusia dan Prancis. Yang relatif berhasil ialah India, Italia, Irlandia, dan Afrika Selatan. Rusia melakukan keterbukaan informasi dan Prancis melakukan repatriasi. Italia melakukan hal yang sama dengan Prancis, tapi Italia lebih berhasil.
Sementara itu, India menawarkan obligasi khusus bebas pajak. Jadi, apakah Indonesia akan berhasil? Jawabannya tergantung pada kredibilitas pemerintah dan kepercayaan pemilik dana kepada pemerintah apakah akan seperti pikiran pemilik uang yang sebagian besar apakah tidak masuk “jebakan Batman”. Pemerintah harus menjawab pertanyaan itu.
Kendati demikian, kebijakan pengampunan pajak ini punya sisi lain yang tak kecil dampaknya bagi perbankan dan nasabah bank. Tax amnesty ini bukan hanya terkait dengan kepentingan pemerintah, melainkan juga berdampak pada pembayar pajak. Apalagi, nanti, pada 2018, sudah ada keterbukaan informasi. Intinya, nanti tidak ada tempat bagi orang Indonesia untuk menyembunyikan hartanya, mau tidak mau harus melaporkan. Saat ini memang belum ada karena masih ada rahasia bank yang dilindungi UU perbankan.
Menurut catatan Infobank Institute, bagi Indonesia sebagai salah satu negara yang menyetujui perjanjian Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange of Information(AEOI) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Turki, ada aturan main yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah kesanggupan untuk melakukan pertukaran data perbankan guna kepentingan perpajakan antarnegara pada 2018.
Dampak bagi perbankan, tax amnesty ini akan mengubah perilaku nasabah bank yang selama ini masih tidak patuh atau menyembunyikan data keuangannya, baik untuk kepentingan perpajakan maupun kepentingan lainnya, seperti pencucian uang. Keterbukaan informasi nasabah untuk kepentingan perpajakan akan berdampak besar bagi bank-bank, yang selama ini nasabah dana dilindungi dengan dalih rahasia bank.
Tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam menarik dana-dana repatriasi dari kebijakantax amnesty ini. Itu masih menyangkut tentang trust antara pemilik dana dan pemerintah. Pertanyaannya, apakah ini bukan hanya “jebakan Batman”, artinya dipermudah di awal, tapi akhirnya akan dikunci sehingga tidak bisa ke mana-mana dan bahkan akan menjadi sumber pemerasan baru bagi penegak hukum. Masalah trust terhadap pemerintah dan lembaga hukum hari-hari ini tak begitu sepenuhnya bagus akibat politik yang terus menyandera.
UU pengampunan pajak ini akan berhasil, selain trust dan ketersediaan produk investasi, jika diikuti dengan perubahan UUU Perbankan Tahun 1992. Jika demikian halnya, bank di Indonesia akan lebih berat menjaring dana pihak ketiga—apakah ini yang namanya “jebakan Batman”—karena nanti sudah tak ada lagi yang namanya rahasia bank.
Namun, tax amnesty lebih baik diterapkan. Sebab, kebijakan itu akan lebih mendatangkan kesempatan dalam melakukan repatriasi dan penerimaan pajak buat kas negara. (*)

Penulis adalah Pimpinan Redaksi Infobank.


bloomberg: Indonesia’s long wait to win full investment grade rank got longer after S&P Global Ratings maintained its junk status, an assessment the country’s finance minister sees as “not appropriate.”
S&P on Wednesday affirmed the country’s BB+ rating, while leaving the door open for a future upgrade by maintaining a positive outlook. It cited forecasts for larger budget deficits in coming years and a decline in corporate credit quality. Fitch Ratings and Moody’s Investors Service awarded Indonesia investment grade status more than four years ago.
The failure to win to full investment grade status may take the shine off Asia’s best-performing bond market, with the nation’s local-currency notes gaining about 10 percent this year, according to indexes compiled by Bloomberg. The S&P report, following a visit by the ratings company to meet President Joko Widodo and his ministers in Jakarta, comes as government revenues fall short of targets because of weak tax collection and low commodity prices.
“While the Indonesian officials may have been hopeful, from the S&P standpoint, the test is in the pudding,’’ said Song Seng Wun, an economist at CIMB Private Banking in Singapore. “Indonesia has done a bit more than in previous years to strengthen its fiscal position but S&P may prefer to see a structural shift in its fiscal position, leading to an actual improvement on the revenue collection front.’’

Minister Responds

Indonesia’s fiscal conditions remain unchanged and this issue has been continually cited as the reason against an upgrade, Finance Minister Bambang Brodjonegoro said of Thursday S&P’s decision. “They never conducted a thorough analysis,” he told reporters in Jakarta.
To improve revenue, the government is relying on a plan for a tax amnesty to lure funds stashed overseas, yet that bill has been held up by parliament. Bank Indonesia says it will result in as much as 560 trillion rupiah ($41 billion) being repatriated and help boost economic growth to as much as 5.4 percent this year. The nation’s currency has strengthened 1.1 percent against the dollar in 2016, and the Jakarta Composite Index of shares is up 5.2 percent.

Another Solution

“The most important thing is to find another breakthrough to ensure that fiscal risk remains safe,” said David Sumual, chief economist at PT Bank Central Asia in Jakarta. “The government needs to come out with a more certain solution. The barrier with the tax amnesty plan is political.”
Indonesian sovereign bonds fell on Thursday, pushing the two-year yield up four basis points to 7.28 percent and the 10-year yield up five basis points to 7.90 percent, according to Inter Dealer Market Association prices. The rupiah shrugged off early losses to end 0.1 percent stronger at 13,644 a dollar, prices from local banks show. The Jakarta Composite Index fell 0.1 percent as banking and consumer stocks dropped, with PT Astra International down 2.6 percent.
“We should be patient,” said Scenaider Siahaan, director of debt portfolio and strategy at the Finance Ministry’s budget financing and risk management office in Jakarta. “The outlook remains positive, so they will upgrade us eventually. S&P wants to see the result of tax reform in the form of an increase in tax revenue.”

‘More Conservative’

Brodjonegoro said last month that S&P officials were impressed with the government’s reform efforts during their trip and State-Owned Enterprises Minister Rini Soemarno said an upgrade was expected in June. S&P said the positive outlook on its rating reflects the possibility of an improvement if the nation’s fiscal performance strengthens, resulting in narrower deficits and borrowings remaining low.
“S&P is considered the more conservative of the three agencies,” said Trinh Nguyen, a senior economist at Natixis Asia Ltd. in Hong Kong. “Of the three things that S&P asked Indonesia in the last rating action, the sovereign achieved reducing fuel subsidies, allocating its public investment efficiently, but still struggles with macroeconomic balance.”
Consumer prices in Indonesia rose at the slowest pace in more than six years in May, providing the central bank with more room to ease monetary policy after three interest rate cuts in the first quarter. The inflation rate fell to 3.3 percent from a previously reported 3.6 percent in April, the statistics agency said Wednesday. Southeast Asia’s biggest economy grew 4.92 percent in the first quarter from a year earlier, compared with 5.04 percent in the previous three months.

“Our GDP (growth) was lower than 5 percent in the first quarter, so I was convinced that the upgrade wouldn’t happen as S&P has another reason not to do it,” Handy Yunianto, head of fixed-income research at PT Mandiri Sekuritas in Jakarta. “But in my opinion, the fundamentals have improved, inflation remains low and we’re anticipating the tax amnesty coming into effect.”


ID: Indonesia harus menelan kekecewaan setelah penantian setahun untuk memperoleh predikat kayak investasi (investment grade) dari Standard & Poor›s (S&P) akhirnya kandas. Setelah bulan lalu melakukan survei di Indonesia, lembaga pemeringkat tertua asal Amerika Serikat tersebut tidak mengubah rating utang Indonesia pada level BB+ untuk surat utang jangka panjang dan B untuk surat utang jangka pendek.

Keputusan S&P tersebut berpijak dari penilaian bahwa kinerja fiskal belum membaik secara siklus dan struktural. Selain itu, PDB per kapita Indonesia masih rendah, sekitar US$ 3.600. Menurut lembaga itu, rendahnya pendapatan per kapita menunjukkan kebijakan masa lalu belum ditujukan untuk kemakmuran bagi negara yang kaya sumber daya ini.

S&P akan mengkaji lagi peringkat utang Indonesia enam bulan ke depan. Dengan keputusan ini, S&P merupakan satu-satunya lembaga pemeringkat yang belum memberikan peringkat layak investasi bagi Indonesia. Lembaga lain, seperti Fitch Ratings sudah menghadiahi peringkat layak investasi bagi Indonesia sejak 2011 sedangkan Moody’s Investor Ser vice pada 2012.

Wajar jika keputusan S&P ini mengecewakan otoritas Indonesia, khususnya Menteri Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, dan Gubernur bank Indonesia Agus Martowardojo. Menkeu pun lantas mempertanyakan landasan keputusan tersebut, khususnya dari sisi indikator defisit fiskal dan rasio utang terhadap produk domestic bruto (PDB). Sebab, banyak Negara yang defisit fiskal dan rasio utangnya lebih tinggi dari Indonesia sudah menyandang peringkat layak investasi dari S&P.

Namun tetap harus disyukuri bahwa investor luar negeri ternyata tidak mempedulikan hasil peringkat dari S&P. Setidaknya hal itu tercermin dari tanggapan investor saat tim Kementerian Keuangan menggelar roadshow euro bond di Eropa. Para investor global yang hadir umumnya tidak mempermasalahkan penilaian S&P dan berpendapat bahwa surat utang Indonesia setara dengan investment grade.

Kita boleh berprasangka bahwa S&P kurang fair. Sebab, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla sudah banyak berbenah, terutama terkait reformasi struktural yang selama ini banyak dituntut oleh lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, ADB, serta sejumlah lembaga pemeringkat.

Sejak September tahun lalu, pemerintah telah meluncurkan 12 paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan tersebut bertujuan untuk memperbaiki iklim investasi, mulai dari penyederhanaan perizinan seperti pelayanan satu atap, pemberian berbagai insentif, diskon pajak, revisi daftar negative investasi (DNI), hingga berbagai upaya untuk memangkas ekonomi biaya tinggi.

Pemerintah juga sedang berjuang untuk memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EODB) yang dinilai oleh Bank Dunia dari posisi 109 ke posisi 40 tahun ini. Kita menyaksikan bagaimana pemerintah konsisten menjalankan reformasi struktural, mulai dari pemangkasan besar-besaran subsidi BBM, alokasi dana yang besar untuk perbaikan infrastruktur, alokasi dana desa yang besar, pemangkasan biaya logistik, hingga program hilirisasi.

Kita optimistis bahwa predikat layak investasi dari S&P hanya soal waktu. Indonesia akan meraih prestasi tersebut, mengingat kondisi secara faktual Indonesia sebenarnya sudah menunjukkan peringkat tersebut. Kini tinggal komitmen dan usaha keras untuk memenuhi berbagai kelemahan yang membuat S&P belum menaikkan peringkat. Dari sisi fiskal, pemerintah memang menghadapi tantangan berat soal penerimaan pajak.

Dalam kondisi ekonomi yang belum pulih benar, menggenjot pajak justru bisa menjadi bumerang. Karena itu, kita sangat berharap RUU Tax Amnesty yang tengah dibahas DPR dan pemerintah dapat segera selesai dan bisa berlaku mulai 1 Juli. Pemberlakuan UU ini sangat krusial karena diharapkan dapat menambah penerimaan pajak Rp 180 triliun hingga akhir tahun, berikut dana repatriasi sekitar Rp 1.000 triliun.

Dengan penerimaan yang lebih besar, pemerintah dapat memperkecil defisit anggaran sekaligus memperbesar anggaran untuk infrastruktur. Meski pemerintah tahun ini sudah mengalokasikan lebih dari Rp 300 triliun untuk infrastruktur, kebutuhannya masih jauh lebih besar karena kita sudah lama jauh tertinggal dibanding negara lain dalam pembangunan infrastruktur.

Selain itu, pemerintah mesti menggenjot pencairan belanja. Sebab, meski lelang sudah dipercepat, pencairan belanja modalnya tidak meningkat signifikan disbanding tahun-tahun sebelumnya, yang cenderung menumpuk di penghujung tahun.

Di luar itu, tantangan ke depan adalah terus menjalankan reformasi struktural, sambil memantau ketat implementasi sejumlah paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan. Paket-paket yang ada harus sungguh-sungguh dijalankan agar sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Peraturan turunannya harus segera dibuat agar paket tersebut dapat diimplementasikan.

Untuk berikutnya, pemerintah perlu lebih fokus pada paket yang memberikan stimulus dan insentif. Sejalan dengan itu, perbaikanperbaikan masalah klasik mesti dilakukan, seperti buruknya kualitas birokrasi yang buruk, sistem perizinan yang masih berbelit, suburnya korupsi, lemahnya struktur industri nasional, kepastian hukum yang lemah, tumpang tindih regulasi, serta eksekusi kebijakan yang lamban dan tidak konsisten.


Apabila semua pekerjaan rumah itu dibenahi secara konsisten, label layak investasi S&P bakal segera di tangan. Tinggal kita menunggu derasnya aliran modal masuk, baik melalui portofolio maupun lewat investasi asing langsung (FDI).


Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mempertanyakan sikap S&P yang belum menyematkan label layak investasi atau investment grade kepada Indonesia.

Menurutnya, alasan lembaga rating tersebut mayoritas sama dengan sebelumnya. Sehingga, Bambang tidak melihat ada sesuatu yang baru. Jika menggunakan rasio utang atau jumlah pinjaman, lanjutnya, Indonesia masih aman.

“Standard negara-negara yang sudah mendapat invesment grade banyak yang debt to GDP ratio-nya jauh diatas kita. Defisitnya pun diatas kita. Jadi, terus terang, saya agaK mempertanyakan S&P ini,” katanya ketika ditemui di kompleks parlemen, Kamis (2/6/2016).

Kendati demikian, di tengah kondisi ekonomi global yang masih lesu dan banyak negara berkembang yang downgrade, pihaknya melihat rating S&P masih cukup baik. Dia menegaskan posisi terbaru S&P ini tidak mempengaruhi surat utang negara.

“Kebetulan tim kita lagi ada di Eropa untuk roadshow euro bond. Begitu tanggapan S&P keluar semua tanggapan investor adalah mereka tidak mempedulikan hitungan S&P. berpendapat surat utang indonesia adalah surat utang yang layak setara dengan investment grade,” tegasnya.



JAKARTA - Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menuturkan, banyak pihak mengatakan bila Indonesia saat ini sedang menuju penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) atau resesi. Pasalnya, terjadi penurunan selama dua kuartal lebih atau lebih dari satu tahun.
"Tapi sekarang cenderung smooth malah cenderung terjadi peningkatan. Sebenarnya ini sejalan dengan smoothie growth yang ada dengan negara di kawasan kita, " tuturnya di Kementerian Perekonomian, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta, Rabu (1/6/2016).
"Jadi apakah resesi terjadi? Kami katakan tidak. Karena kita masih growth dari waktu ke waktu. Bahkan kecenderungan terhadap growth dari kuartal I-2016 dibandingkan kuartal I-2015 itu jauh lebih tinggi. Apabila kemudian tren grwothsecara keseluruhan meningkat," sambungnnya.
Menurutnya, fundamental ekonomi saat ini jauh lebih baik dibandingkan 2008-2009, di mana perekonomian ketika itu dalam keadaan krisis dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun tajam.
"Sekali lagi, pertumbuhannya masih positif, inflasinya malah jauh lebih baik proses pengendaliannya dibandingkan 2008-2009 sampai 2010," tukasnya.
(dni)


JAKARTA - Lembaga pemeringkat Standar & Poor's (S&P) Rating Services belum menaikkan peringkat Indonesia pada level layak investasi atau investment grade. Padahal, delegasi S&P sebelumnya sudah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pertengahan Mei 2016.
Seperti dilansir dalam riset resmi S&P, Jakarta, Selasa (1/6/2016), rating utang Indonesia masih di level BB+ untuk surat utang jangka panjang dan B untuk surat utang jangka pendek.
"Dalam pandangan kami, kerangka fiskal Indonesia telah membaik, di mana terdapat peningkatkan kualitas belanja publik dan membuahkan hasil fiskal yang melebihi prediksi. Namun, kinerja fiskal belum membaik secara siklus dan struktural," kata riset S&P.
"Oleh karena itu kami menegaskan peringkat utang jangka panjang masih di level BB+ dan B untuk utang jangka pendek," sambungnya.
Menurut S&P, prospek positif mencerminkan kemungkinan bahwa Indonesia dapat meningkatkan peringkat jika kerangka fiskal membaik dan memberikan kinerja fiskal yang lebih baik, sehingga defisit menurun dan pinjaman tetap rendah
(dni)

JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mencatat terjadinya penurunan konsumsi Solar sepanjang tahun 2016. Penurunan ini terjadi akibat perlambatan ekonomi yang berdampak pada penurunan produksi beberapa perusahaan. Sehingga, volume arus distribusi barang ke berbagai juga mengalami penurunan.

"Sepanjang 2015 terjadi penurunan yang cukup besar ya. Ini karena perlambatan ekonomi juga. Sehingga perusahaan mengurangi distribusi barang ke daerah-daerah. Hal ini berdampak pada menurunnya permintaan terhadap solar," ujar Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang saat ditemui di sela-sela kunjungan ke SPBU COCO Abdul Muis, Jakarta, Rabu (17/2/2016).

Sepanjang periode 2015, lanjut Bambang, penjualan Solar hanya mencapai 13,98 juta liter. Penjualan solar ini jauh menurun dibandingkan 2014 yang mencapai 15,95 juta liter.

Namun, penurunan penjualan solar ini berbanding terbalik dengan penjualan Pertamax yang justru mengalami peningkatan. Pertamina mencatat terjadinya lonjakan penjualan Pertamax hingga 400 persen atau empat kali lipat sepanjang 2015.

Kenaikan permintaan Pertamax ini salah satunya disebabkan oleh naiknya harga BBM jenis Premium sehingga menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan Pertamax dengan kualitas yang lebih baik.

"Pada 2015 Pertamax volumenya meningkat empat kali lipat. Ini menunjukkan masyarakat memilih kualitas BBM yang lebih baik dengan kondisi harga minyak dunia yang sedang mengalami penurunan," pungkas Bambang.
http://economy.okezone.com/read/2016/02/17/320/1314383/penjualan-solar-turun-pertamax-naik-400

 




Sumber : OKEZONE.COM


Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro melaporkan perkembangan ekonomi terkini dalam rapat kerja bersama Banggar DPR hari ini.

 Dalam laporannya, Bambang menyampaikan risiko ekonomi dunia masih akan menghantui perekonomian nasional. Merujuk pada angka 2015, ketika prediksi pertumbuhan ekonomi dunia dikoreksi dari 3,3 persen menjadi 3,1 persen. Tahun ini, revisi proyeksi juga terjadi dari 3,6 persen menjadi 3,4 persen.

 "Ekonomi dunia belum memberikan prospek menggembirakan tahun ini," kata Bambang di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).

Dia mengatakan risiko ekonomi masih akan menyelimuti, terutama berasal dari negara maju yang pertumbuhan ekonominya masih sangat lambat. Misalnya saja Amerika Serikat diperkirakan tumbuh dua persen, sementara Jepang dan Eropa pertumbuhannya nol persen.

 Menurut mantan Dekan FE UI ini, hanya negara berkembang seperti India, Tiongkok, serta Indonesia yang memiliki pertumbuhan lumayan. Meski Tiongkok mengalami moderasikan pertumbuhan dari double digit menjadi single digit, meski diklaim sebagai sesuatu yang sengaja dirancang (by design).

 Ditambah lagi dengan risiko penyesuaian suku bunga yang sangat mempengaruhi gerak nilai tukar rupiah. Meski tahun ini diperkirakan sangat kecil kemungkinan AS naikkan suku bunganya karena mereka harus berhubungan dengan suku bunga negatif di Jepang dan Eropa.

 "Suku bunga negatif Jepang bisa jadi peluang untuk kita di sektor keuangan dan riil," ujar dia.

 Lebih jauh, Bambang mengatakan risiko terbesar yakni terkait harga minyak yang sangat rendah. Harga komoditas yang jadi andalan ekspor sangat rendah terkena gejolak penurunan harga minyak.

 "Dilihat dari keseluruhan komoditas harga akan rendah dan sulit naik kalau harga minyak makin rendah. Kita harus siap-siap enggak andalkan ekspor komoditas," jelas Bambang.

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/02/17/485517/menghadap-dpr-menkeu-laporkan-risiko-ekonomi-2016




Sumber : METROTVNEWS.COM

Bisnis.com, JAKARTA-- Indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini terkoreksi 1,49% lantaran ambrolnya harga minyak mentah dunia dan sentiment negatif  kawasan regional Asia Pasifik sehingga investor asing membukukan net sell Rp3,89 triliun year-to-date.
Selama sepekan, IHSG harus menyerah dengan koreksi 1,49% sebesar 67,23 poin ke level 4.456,74 dari sebelumnya 4.523,98. Investor asing mencatatkan net sell sepekan ini mencapai Rp1,34 triliun.
Pergerakan IHSG masih mengikuti lantai bursa di Asia Pasifik yang mayoritas memerah dalam sepekan. Indeks Hang Seng Hong Kong tercatat terkoreksi paling dalam 2,26% sepekan.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menambahkan fluktasi IHSG sepekan ini tidak lepas dari kondisi regional Asia dan harga minyak mentah yang terus melorot. Indikator-indikator tersebut berupaya untuk mengetahui level terbawah dan ingin keluar dari tren pelemahan.
"IHSG berhasil, Indeks regional Asia berhasil, minyak juga berhasil, tinggal AS yang belumrebound. Pertanyaannya, berapa level bottoming harga minyak?" ujarnya saat berbincang denganBisnis.com, Jumat (22/1/2016).
Menurutnya, investor asing berada terus pada posisi jual. Sentimen global lebih banyak berbicara pada pergerakan IHSG sepekan ini. Tetapi, dari dalam negeri tidak ada sentimen yang negatif maupun positif.
Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate), namun Satrio mempertanyakan rencana penurunan BI Rate hingga akhir tahun yang diinginkan oleh bank sentral. BI Rate dinilai terlalu jauh dengan angka inflasi, sehingga, sentimen tersebut tidak banyak direspons pelaku pasar.
Pada saat bersamaan, bursa saham global masih memantau pergerakan harga minyak mentah dunia. Amerika Serikat merasa perekonomian negeri Paman Sam itu telah kembali pulih ditandai dengan penaikkan Fed Fund Rate (FFR) akhir tahun lalu.
Tahun ini, AS juga berencana kembali menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali. Tentu, hal tersebut harus diperhatikan oleh investor agar portofolionya dapat diatur kembali.
Dari Asia, katanya, data ekonomi China memang turun tipis. Tetapi, rilis pertumbuhan ekonomi itu sesuai dengan prediksi konsensus sebesar 6,9%.
"Problemnya bursa China sampai koreksi dalam lantaran di China awal tahun kemarin ketikacrash, investor institusi dilarang melepas portofolio. Awal tahun ini, akhirnya mereka melepas investasi," katanya. 
Pada perdagangan Jumat (22/1/2016), IHSG berhasil ditutup di zona positif mengikuti bursa saham regional yang menghijau. IHSG ditutup naik 0,97% sebesar 42,62 poin ke level 4.456,74 dari hari sebelumnya 4.414,13. 
Berikut ringkasan transaksi investor asing sepekan 18-22 Januari 2016:
Tanggal
Nilai
Keterangan
22 Januari
Rp99,75 miliar
Net sell
21 Januari
Rp110,21 miliar
Net sell
20 Januari
Rp276,47 miliar
Net sell
19 Januari
Rp335,78 miliar
Net sell
18 Januari
Rp524,12 miliar
Net sell
Sumber: PT Bursa Efek Indonesia, diolah.

NEW YORK kontan. Goldman Sachs mengingatkan, transisi perekonomian kompleks yang dilakukan China akan terus menekan perekonomian emerging market dalam lima tahun ke depan.
Dalam laporannya mengenai prediksi ekonomi China, Goldman menyarankan agar investor melakukan penyeimbangan atas kepemilikan aset-aset emerging.
"China tengah berupaya mengganti arah perekonomian mereka dari ekspor dan investasi menjadi perekonomian yang berorientasi konsumsi," jelas Goldman dalam laporannya yang bertajuk "Walled In: China's Great Dilemma".
Goldman menambahkan, hingga saat ini, China belum berhasil melakukan agenda reformasi yang terhubung secara menyeluruh. "Transisi ekonomi, jika dapat diselesaikan, tidak akan berjalan lancar," imbuh Goldman.
Itu artinya, lanjut Goldman, volatilitas market yang disebabkan oleh China masih akan terus terjadi dalam lima tahun ke depan. Nah, perekonomian emerging akan mengalami pukulan terberat.
"Untuk itu, kami merekomendasikan klien untuk melakukan penyesuaian atas aset-aset emerging," jelasnya.
Selain itu, Goldman juga menilai, perekonomian negara maju juga tidak akan kebal dari guncangan-guncangan yang diakibatkan China. "Namun, dampak langsung maupun tidak langsung terhadap negara maju, tidak akan terlalu besar. Kendati begitu, kami memprediksi pasar finansial di negara maju akan mengalami reaksi berlebihan seperti yang terjadi pada Agustus 2015 dan awal 2016 lalu," paparnya.


Jakarta - Harga minyak kembali anjlok dari US$26 ribu per barel kini menjadi US$25 ribu per barel. Merosotnya harga minyak mengganggu pasar modal dunia termasuk Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) - CSA Community, Haryajid Ramelan mengatakan, kondisi yang demikian itu jangan sampai tidak ada investasi.

"Harapan tentu di 2016 di tengah gejolak minyak di US$25 ribu, harga minyak sedikit kendur kedepan bisa memacu semangat investasi," ujar dia di Jakarta, Jumat (22/1/2016).

Dampak merosotnya harga minyak, kata dia Petral terpaksa memutuskan hubungan kerja karyawan. Risiko yang ditanggung perusahaan minyak sekaliber Petral. "Iran dibuka keran. Preseden bagi emerging market apalagi China. Pesimis akhir tahun," katanya.

Untuk membuat harga minyak kembali rebound, lanjutnya dengan adanya persatuan negara - negara Organization of the Petroleum Exporting Countries(OPEC). "Bersatunya OPEC akan menjadi katalis harga minyak rebound," tuturnya.

http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2268805/harga-minyak-merosot-investasi-jangan-kendur




Sumber : INILAH.COM


JAKARTA – Defisit transaksi berjalan pada 2016 diprediksi melebar menjadi 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun ini sebesar 2 persen. Dengan kondisi ini, rupiah diprediksi bergerak di level Rp 14.000-an per dolar Amerika Serikat (AS).

Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif INDEF mengatakan, kinerja ekspor tahun depan tidak akan bergerak dari tahun ini. Pasalnya harga komoditas masih mengalami pelemahan, meski harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mengalami peningkatan akibat produksi yang menurun di Indonesia. “Kalau produksi menurun, harga meningkat, ekspor tetap sama aja,” kata Enny, di Jakarta, Jumat (18/12).

Kinerja impor sendiri kemungkinan akan meningkat seiiring dengan kebutuhan dalam negeri. Impor yang terjadi kemungkinan berupa impor bahan baku, modal bahkan konsumsi. Indikasi peningkatan impor ini menurut Enny sudah terlihat sejak November lalu, yang membuat neraca perdagangan defisit.

Perbaikan ekspor dapat saja terjadi, jika pemerintah fokus mengembangkan industri manufaktur kemungkinan besar ekspor akan meningkat. “Kalau koordinasi antar kementerian terkait itu mungkin saja, tapi kita lihat lemah. Kami kira ekspor akan belum optimal jadi neraca perdagangan akan defisit seperti 2014,” ucapnya.

Dari sisi neraca jasa, lanjut Enny kemungkinan akan terjadi pelebaran defisit seiiring peningkatan perdagangan. Ditambah lagi dengan mulai aktifnya Masyarakat Ekonomi Asian (MEA), maka impor tenaga kerja akan semakin meningkat sehingga akan semakin besar defisit neraca pendapatan.

“Sebenarnya kebijakan membangun reasuransi oleh tiga BUMN asuransi cukup tepat namun hingga kini kebijakan ini tidak terdengar,” tuturnya.

Lebih lanjut, Enny mengatakan dengan kinerja ini akan membuat defisit neraca transaksi berjalan akan lebih melebar dari 2015. Pelebaran defisit ini, akan membuat rupiah bergerak di kisaran Rp 14.000 per dolar AS.

Menurut Enny, pemerintah seharusnya mengambil sikap positif dan menjadikan ini peluang untuk meningkat daya saing produk dalam negeri, karena impor yang mahal. “Sudah tidak ada lagi gejolak ekternal karena The Fed sudah mengumumkan kenaikan suku bunga. Fundamental ekonomi masing-masing negara yang menentukan nilai tukarnya. Jadi wajar rupiah akan melemah,” ucapnya.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengatakan, neraca transaksi berjalan diperkirakan memang bakal mengalami peningkatan menjadi sekitar 2,6 persen hingga 2,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2016. Ini karena perekonomian mulai membaik serta bakal meningkatnya kegiatan impor.

“Kami perkirakan current account deficit tahun depan sedikit meningkat dari 2 persen ke sekitar 2,6-2,7 persen terhadap PDB. Level yang cukup baik di negara berkembang. Tentu kalau surplus lebih baik," ujarnya.

Ekonomi tahun ini dan ke depan memang masih dibayangi oleh rencana kenaikan suku bunga AS dan pelemahan ekonomi Tiongkok. Untuk rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS sudah menunjukkan kepastian. "Namun untuk Tiongkok yang merupakan tujuan utama ekspor Indonesia masih menunjukkan tren pelemahan," kata Mirza. 

Sumber : Sinar Harapan



Jakarta detik -Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sepanjang Januari hingga Desember 2015, IHSG mengalami tren konsolidasi.

Kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) membuat investor asing mengalihkan sebagian dananya keluar dari instrumen portofolio di Indonesia yang ditandai dengan nilai jual bersih (net selling) dana investor asing di pasar modal domestik sebesar Rp 22,55 triliun. 

Dampak dari kondisi global tersebut, turut menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per 28 Desember 2015 ditutup di level 4.557,355 poin atau mengalami penurunan sebesar 12,81%, dibandingkan penutupan akhir Desember 2014 yang berada di level 5.226,947 poin.

Demikian disampaikan Direktur Utama BEI Tito Sulistio dalam paparannya usai penutupan perdagangan bursa saham 2015, di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (30/12/2015).

Nilai kapitalisasi pasar saham pun ikut berubah turun 7,54% dari Rp 5.228 triliun pada akhir Desember 2014 menjadi Rp 4.834 triliun per 28 Desember 2015. 

Rata-rata nilai transaksi harian saham periode Januari hingga Desember 2015 adalah sebesar Rp 5,77 triliun, atau mengalami pelemahan sebesar 3,98% dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, yaitu sebesar Rp 6,01 triliun. 

Meski demikian, rata-rata frekuensi transaksi harian saham periode Januari hingga Desember 2015 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, yaitu naik sebesar 4,38% menjadi 221.942 kali transaksi dari 212.635 kali transaksi. 

Rata-rata volume transaksi harian saham periode Januari hingga Desember 2015 juga meningkat 7,63% menjadi 5,90 miliar saham dibandingkan dengan periode yang sama di 2014 sebesar 5,48 miliar saham.

Tren konsolidasi IHSG sejalan dengan bursa-bursa lain seperti Indeks Dow Jones Industrial Average Amerika Serikat (-1,65%), Indeks All Ordinaries Australia (-2,46%), Indeks PSE Filipina (-3,42%), Indeks FTSE 100 Inggris (-4,74%), Indeks FTSE BM KLCI Malaysia (-5,14%), Indeks BSE Sensex 30 India (-5,33%), Indeks Hang Seng Hongkong (-7,14%), Indeks SET Thailand (-14,14%) dan Indeks Strait Times Singapura (-14,56%). 

Tercatat di tingkatan regional, hanya ada tiga Indeks yang berhasil tumbuh di sepanjang 2015, yakni Indeks Shanghai Composite Cina yang tumbuh 9,25%, Indeks Nikkei 225 Jepang yang berhasil tumbuh 8,15%, dan Indeks KOSPI Korea Selatan yang mampu meningkat 2,53%.

Meski demikian, secara jangka panjang, pertumbuhan IHSG dalam enam tahun terakhir (2009 hingga 28 Desember 2015) masih positif dengan membukukan pertumbuhan return akumulatif sebesar 79,82% atau tercatat berada di urutan kedua setelah Bursa Philipina.

(drk/drk) 

Bisnis.com, JAKARTA - Menutup tahun 2015, investor asing kembali membukukan net sell Rp114,7 miliar dan menambah tebal capital outflows sepanjang tahun ini menjadi Rp22,59 triliun dari pasar modal Indonesia.
Berdasarkan rekapitulasi PT Bursa Efek Indonesia, investor asing membukukan net sell Rp14,73 miliar dengan volume net buy 163,84 juta lembar saham.
Sepanjang hari ini, Selasa (30/12/2015), investor asing memborong saham senilai Rp1,3 triliun dengan volume 720,52 juta lembar. Mereka juga melego saham senilai Rp1,42 triliun dengan volume 556,63 juta lembar.
Pada saat bersamaan, investor domestik memborong saham senilai Rp3,8 triliun dengan  volume 5,07 miliar. Mereka juga melego saham senilai Rp3,69 triliun dengan volume 5,24 miliar.
Total transaksi yang terjadi di lantai bursa mencapai Rp5,11 triliun dengan volume 5,79 miliar lembar saham.
Investor asing membukukan total transaksi Rp607,6 triliun year-to-date. Sedangkan, investor domestik mencapai Rp798,7 triliun.
Adapun, Indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi 12,13% ytd dengan rerata transaksi harian Rp5,76 triliun dengan volume 5,92 miliar lembar. Akhir perdagangan 2015, kapitalisasi pasar saham mencapai Rp4.807 triliun.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan saham hari ini, Rabu (30/12/2015), IHSG berhasil ditutup positif pada perdagangan saham hari terakhir, naik 0,52% atau 23,65 poin ke level 4.593,01 dari sebelumnya 4.569,36.
Penguatan IHSG terjadi pada saat bursa saham di Asia Pasifik ditutup bervariasi. Akan tetapi, mayoritas bursa saham Asia Pasifik ditutup di zona hijau pada akhir tahun.
Sepanjang hari ini, IHSG bergerak pada level terkuat 4.595,51 dan terlemah 4.571,75. Hari ini, merupakan perdagangan saham terakhir di BEI untuk periode 2015.
“Pergerakan hari ini kelihatannya akan positif, melihat pergerakan bursa global kemarin," ujar Chihiro Ohta, General Manager of investment information SMBC Nikko Securities Inc, seperti dikutip Bloomberg.
Penguatan IHSG pada hari terakhir tahun ini didorong oleh positifnya enam dari sembilan sektor yang ada di BEI, dipimpin oleh agribisnis 5,42%. Sebaliknya, tiga sektor melemah, dipimpin oleh sektor barang-barang konsumsi 0,52%.
Sebanyak 169 dari 524 saham pada hari terakhir perdagangan mengalami penguatan. Sisanya, 116 saham melemah, dan 239 lainnya satagnan.

Berikut ringkasan perdagangan saham oleh investor asing hari ini:
Tanggal
Nilai
Keterangan
30 Desember
Rp114,7 miliar
Net sell
29 Desember
Rp79,2 miliar
Net buy
28 Desember
Rp429,15 miliar
Net buy
23 Desember
Rp5,3 miliar
Net sell
22 Desember
Rp396,4 miliar
Net sell
21 Desember
Rp501,9 miliar
Net sell

Sumber: Bursa Efek Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berharap ada pergeseran penempatan dana yang dilakukan masyarakat dari deposito menjadi investasi ke instrumen saham.
‎Direktur Perdagangan Alpino Kianjaya mengatakan, berinvestasi di saham dalam jangka panjang akan memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan penempatan dana pada intrumen investasi lainnya.
‎"Menabung saham bukan spekulasi, tetapi kita harus berpikir investasi jangka panjang. Banyak orang menilai bahwa menabung uang hanya di bank," ujar Alpino, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Menurutnya, berinvestasi di pasar modal maka investor tersebut memiliki perusahaan yang dinginkan melalui kepemilikan saham, sehingga keuntungan dari emiten tersebut akan dirasakan oleh investor juga.
"Keuntungan itu dari kenaikan harga saham, dan juga bisa mendapatkan dividen," ucap Alpino.
Adapun upaya BEI dalam mendorong jumlah investor melalui kepemilikan saham yaitu dengan menggelar berbagai program dan sosialisasi di berbagai daerah, di mana investor asing pada saat ini masih mendominasi pasar modal.

‎"Kalau investor lokal sangat minim, hanya 430 ribu investor tercatat," katanya.


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ‎Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy merasa pesimis pemerintah dapat mengejar pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,5 persen. Hal ini, didasari dengan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan hanya 4,8 persen.
"Tahun ini saja akan bergerak di 4,8 persen (pertumbuhan ekonomi), jadi 5,5 persen target tahun depan itu berat. Terutama problem nilai tukar dan kedua infrastruktur tidak ada hasilnya dalam waktu singkat, kemudian ketiga efektivitas desa itu belum mengatasi ketimpangan dengan baik," ujar Ichsanuddin, Jakarta, Sabtu (15/8/2015).
‎Menurutnya, permasalahan ekonomi dalam negeri ke depan juga masih akan tertekan dengan situasi eksternal yang belum menunjukan tanda-tanda perbaikan. Telebih, peperangan mata uang antara Amerika Serikat dan Tiongkok diprediksi masih berlanjut.
"‎Ketika nilai tukar berfluktuasi, semuanya akan bergerak, pertumbuhan berpengaruh, suku bunga berpengaruh, jumlah produksi berpengaruh, ICP (harga minyak mentah Indonesia) berpengaruh," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kinerja pemerintah pada 8 bulan tahun ini tidak maksimal, terlihat dari penyerapan anggaran baru mencapai 46 persen dan tidak mungkin menghabiskan 54 persen lagi dalam waktu tiga bulan.
"Asumsi saya serapan anggaran APBNP 2015 tidak mungkin melampaui 90 persen, dengan begitu pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak mencapai di atas 5 persen, tapi di 4,8 persen," ujarnya.
Asumsi ekonomi makro 2016, ‎pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan mencapai 5,5 persen. Target tersebut, berdasarkan kondisi ekonomi global diproyeksikan membaik sehingga kinerja ekspor-impor serta permintaan global atas produk-produk Indonesia akan meningkat.
Kemudian, pembangunan infrastruktur juga akan mendorong kinerja pembentukan modal tetap bruto dan konsumsi nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ihsg per tgl 2-17 OKTOBER 2017 (pra BULLISH November-Desember 2017)_01/10/2019

  RIBUAN PERSEN PLUS @ warteg ot B gw (2015-2017) ada yang + BELASAN RIBU PERSEN (Januari 2017-Oktober 2017) kalo bneran, bulan OKTOBER terjadi CRA$H @ IHSG, well, gw malah bakal hepi banget jadi BURUNG PEMAKAN BANGKAI lah ... pasca diOCEHIN BANYAK ANALIS bahwa VALUASI SAHAM ihsg UDA TERLALU MAHAL, mungkin satu-satunya cara memBIKIN VALUASI jadi MURAH adalah LWAT CRA$H, yang tidak tau disebabkan oleh apa (aka secara misterius)... well, aye siap lah :)  analisis RUDYANTO @ krisis ekonomi ULANGAN 1998 @ 2018... TLKM, telekomunikasi Indonesia, maseh ANJLOK neh, gw buru trus! analisis ringan INVESTASI SAHAM PROPERTI 2017-2018 Bisnis.com,  JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), akan mendapat sentimen positif dari hijaunya indeks saham Eropa dan Amerika Serikat pada perdagangan terakhir bulan September. Berdasarkan data  Reuters , indeks S&P 500 ditutup menguat 0,50 persen di level 2.976,73, indeks Nasdaq Comp

ihsg per tgl 15 Desember 2014

JAKARTA – Investor asing dipastikan masih bertahan di Indonesia. Kendati bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga hingga 100 bps tahun depan, imbal hasil (yield) portofolio di Indonesia tetap lebih atraktif, sehingga kenaikan Fed funds rate tidak akan memicu gelombang pembalikan arus modal asing (sudden reversal). Imbal hasil surat utang negara (SUN) dan obligasi korporasi Indonesia bertenor lima tahun saat ini berkisar 7-8%, jauh lebih baik dibanding di Eropa dan AS yang hanya 2-2,5%. Begitu pula dibanding negara-negara lain di Asia, seperti Korea dan Thailand sebesar 2,5-3,5%. Di sisi lain, dengan pertumbuhan laba bersih emiten tahun ini sebesar 10-15% dan price to earning ratio (PER) 14 kali, valuasi saham di bursa domestik tergolong murah. Masih bertahannya investor asing tercermin pada arus modal masuk (capital inflow). Secara year to date, asing membukukan pembelian bersih (net buy) di pasar saham senilai Rp 47,54 triliun. Tren

Waspada: ekonomi 2024

  INFLASI: +0.04% (Januari 2024) INFLASI: +0.34% (Februari 2024) INFLASi: inflasi pangan Maret 2024 PDB: +5.05% (2023, yoy) Cadangan Devisa : $144 M, aza Cadangan Devisa: $140,4 M, aza Cadangan Devisa : $136,2 M (April 2024) SBY v. Jokowi: ekonomi yang lebe bagus 🍒