Langsung ke konten utama

ihsg penutupan per tgl 09 November 2015 (s3p1; LAGE2 THE FED)


These charts show that a big global slowdown is coming

The OECD’s outlook for the global economy looks pretty much like this.
The Organisation for Economic Cooperation and Development released its twice yearly Economic Outlook on Monday, and it makes for pretty gloomy reading.
Angel Gurria, the OECD’s secretary general spoke in Paris on Monday morning, and he reflected the OECD’s generally pessimistic tone.
“The slowdown in global trade and the continuing weakness in investment are deeply concerning. Robust trade and investment and stronger global growth should go hand in hand,” said Gurria. 
Alongside the Economic Outlook, the OECD releases a huge amount of information, including a boat load of charts and graphs, some of which show just why the organisation thinks that the current economic situation is so worrying. 

First up, global economic growth has slowed to roughly 3% this year, pushed down by China’s slowdown, the commodity price crash, and recessions in Brazil, and Russia.

Next, growth in global imports has dropped to less than 2%. Imports by OECD countries have grown by about 4%, but a there’s been a fall of more than 2% in non-OECD countries.

Growth will return slowly in the next two years, against what the OECD calls “a background of subdued inflationary pressures.”

The measure of financial conditions — which includes metrics like short and long term interest rates, household wealth, and exchange rates — shows that after slow growth in conditions over the past five years, they are becoming less favourable.

Growth in major economies is going to remain pretty stagnant in the coming years, according to this chart. The forecast for growth in OECD countries in 2016 has been trimmed down from 2.5% to just 2.2%, to reflect the fears of a slowdown.

Don’t expect inflation to grow much any time soon. “In the absence of significant further moves in commodity prices, exchange rates and inflation expectations, core inflation (excluding food and energy prices) should generally remain weak over the next two years in the advanced economies,” the OECD said.

One of the more positive charts from the OECD shows that unemployment is still on the way down. Wages are also set to increase.

The OECD is particularly concerned by weak global trade growth, calling it a “key uncertainty,” adding: “Over the past five decades there have been only five other years in which global trade growth has been 2% or less, all of which coincided with a marked downturn of global growth.”

Brazil and Russia’s deep recessions — along with the impact of international sanctions on Russia — mean that their struggles represent a large proportion of the slowdown in exports by non-OECD countries this year.

JAKARTA kontan. Sepertinya, aksi window dressing demi mempermanis portofolio tahun ini akan dibayang-bayangi sentimen Federal Reserve atau The Fed. Gubernur The Fed Janet Yellen sudah menyalakan sinyal akan menaikkan suku bunga di Desember nanti.
Ditambah lagi, penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian per Oktober jauh melebihi perkiraan. "Usaha window dressing para manajer investasi tak akan terlalu besar," kata Alfred Nainggolan Kepala Riset Koneksi Capital, kemarin.
Ada kemungkinan, window dressing tahun ini akan menyamai kejadian tahun 2011 yang cuma naik sedikit. "Window dressing ketika tekanan jual besar akan percuma," kata Alfred.
Alfred memperkirakan, aksi window dressing terjadi di pekan pertama dan kedua Desember. Analis LBP Enterprise Lucky Bayu memperkirakan, aksi window dressing mulai 15 November-10 Desember.
Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee melihat, ada tiga pelaku yakni aset manajemen, pemerintah dan emiten. Ketiganya perlu memoles kinerja agar mengkilap di akhir tahun.
Pasar menanti Federal Open Market Committee (FOMC) pada 15-16 Desember. "Jadi kita memang harus menunggu peluang window dressing di pasar," ucap Hans. Aksi window dressing akan berisiko jika hasil FOMC di luar perkiraan.
Hans memperkirakan, The Fed akan mengerek bunga 5-15 basis poin. Alfred memperkirakan, kepastian naiknya suku bunga The Fed Desember berpeluang memperkuat IHSG. Ini karena risiko ketidakpastian The Fed berakhir.
Tapi di sisi lain, menjelang FOMC, IHSG akan tertekan, diiringi keluarnya dana asing.
Sedangkan Lucky merasa The Fed tak akan mengerek bunga bulan depan. Lucky melihat, ruang penurunan bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate 25 basis poin ke 7,25%. "Kalau Fed menahan suku bunga, diharapkan BI rate turun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan stimulus penurunan suku bunga kredit," ucapnya.
Lucky mengatakan, saham pilihan dalam window dressing bisa jadi ANTM. Ini karena pemerintah memilih ANTM mengambil saham PT Freeport Indonesia.
Ia juga melihat, saham ASII sebagai target window dressing. Ini lantaran saham ASII menguji valuasi terendah di Rp 5.900 dan sudah kembali menguat.
Hans mencermati, window dressing melanda saham berkapitalisasi besar danblue chips. Seperti TLKM, BMRI, BBRI, BBCA, ASII, BBNI, SMGR, PGAS, UNVR, INDF, ICBP, CPIN, dan KLBF.
Hans memprediksi, tahun ini IHSG tutup di 4.700-4.800. Lalu Lucky bilang, aksiwindow dressing dapat memicu IHSG tutup 4.750. Alfred memperkirakan, IHSG akan tutup di 4.800.
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) keok di awal pekan perdagangan Senin (9/11). Data RTI menunjukkan indeks berakhir terkoreksi signifikan 1,47% atau 67,04 poin ke level 4.499,50.
Tercatat 207 saham bergerak turun, 65 saham bergerak naik, dan 77 saham stagnan. Perdagangan hari ini melibatkan 3,44 miliar lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 4,05 triliun.
Seluruh indeks sektoral memerah. Sektor basic industry turun 3,23% dan sekaligus memimpin pelemahan 10 indeks sektoral. Selanjutnya diikuti konstruksi turun 2,77%, aneka industri turun 2,34%, serta keuangan turun 1,83%.
Memerahnya IHSG dipengaruhi aksi jual asing. Di pasar reguler, net sell asing mencapai Rp 75,894 miliar. Meski demikian, secara keseluruhan, perdagangan diwarnai aksi beli asing sebesar Rp 87,772 miliar.
Asal tahu saja, sebagian besar pasar saham regional Asia berakhir memerah hari ini seiring meningkatnya spekulasi suku bunga The Fed pasca solidnya data ketenagakerjaan AS. Indeks MSCI Asia Pacific, sedikit berubah berakhir ke level 133,65 pada 04:07 waktu Hong Kong.
Indeks Topix Jepang naik 1,8 % setelah yen melemah terhadap dollar pada hari Jumat. Peluang The Fed meningkatkan suku bunga acuan pada bulan Desember melonjak menjadi 70 % setelah data menunjukkan 271,000 keuntungan dalam payrolls AS pada Oktober, yang terbesar tahun ini dan melebihi semua perkiraan dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom.
Indeks Kospi Korea Selatan turun 0,8 % . Indeks Hang Seng Hong Kong dan indeks Taiex Taiwan masing-masing turun 0,6 % . S & P Indeks NZX 50 Selandia Baru meluncur 0,4 % . Indeks Australia S & P / ASX 200 turun 1,8 % . Indeks Straits Times Singapura turun 0,6 % .
Indeks Shanghai Composite naik 1,6 % ke level 11 pekan tinggi dipicu rencana dimulainya kembali IPO. Regulator akan mengangkat pembekuan lima bulan pada penawaran umum perdana pada akhir tahun ini.
JAKARTA kontan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) keok di awal pekan perdagangan Senin (9/11). Data RTI menunjukkan indeks berakhir terkoreksi signifikan 1,47% atau 67,04 poin ke level 4.499,50.
Tercatat 207 saham bergerak turun, 65 saham bergerak naik, dan 77 saham stagnan. Perdagangan hari ini melibatkan 3,44 miliar lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 4,05 triliun.
Seluruh indeks sektoral memerah. Sektor basic industry turun 3,23% dan sekaligus memimpin pelemahan 10 indeks sektoral. Selanjutnya diikuti konstruksi turun 2,77%, aneka industri turun 2,34%, serta keuangan turun 1,83%.
Memerahnya IHSG dipengaruhi aksi jual asing. Di pasar reguler, net sell asing mencapai Rp 75,894 miliar. Meski demikian, secara keseluruhan, perdagangan diwarnai aksi beli asing sebesar Rp 87,772 miliar.
Saham-saham yang masuk top losers LQ45 antara lain: PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) turun 6,59% ke Rp 425, PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) turun 6,46% ke Rp 18.475, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) turun 5,67% ke Rp 915, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 5,52% ke Rp 8.125.  
Sementara, hanya empat saham yang berperforma positif hari ini. Ada pun, saham-saham yang masuk top gainers LQ45 antara lain: PT Global Mediacom Tbk (BMTR) naik 2,79% ke Rp 920, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) naik 2,49% ke Rp 1.440, PT Bank Negara Indonesia Tbk (persero) (BBNI) naik 1,25% ke Rp 4.875, dan PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 0,33% ke Rp 7.500.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ihsg per tgl 2-17 OKTOBER 2017 (pra BULLISH November-Desember 2017)_01/10/2019

  RIBUAN PERSEN PLUS @ warteg ot B gw (2015-2017) ada yang + BELASAN RIBU PERSEN (Januari 2017-Oktober 2017) kalo bneran, bulan OKTOBER terjadi CRA$H @ IHSG, well, gw malah bakal hepi banget jadi BURUNG PEMAKAN BANGKAI lah ... pasca diOCEHIN BANYAK ANALIS bahwa VALUASI SAHAM ihsg UDA TERLALU MAHAL, mungkin satu-satunya cara memBIKIN VALUASI jadi MURAH adalah LWAT CRA$H, yang tidak tau disebabkan oleh apa (aka secara misterius)... well, aye siap lah :)  analisis RUDYANTO @ krisis ekonomi ULANGAN 1998 @ 2018... TLKM, telekomunikasi Indonesia, maseh ANJLOK neh, gw buru trus! analisis ringan INVESTASI SAHAM PROPERTI 2017-2018 Bisnis.com,  JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), akan mendapat sentimen positif dari hijaunya indeks saham Eropa dan Amerika Serikat pada perdagangan terakhir bulan September. Berdasarkan data  Reuters , indeks S&P 500 ditutup menguat 0,50 persen di level 2.976,73, indeks Nasdaq Comp

ihsg per tgl 15 Desember 2014

JAKARTA – Investor asing dipastikan masih bertahan di Indonesia. Kendati bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga hingga 100 bps tahun depan, imbal hasil (yield) portofolio di Indonesia tetap lebih atraktif, sehingga kenaikan Fed funds rate tidak akan memicu gelombang pembalikan arus modal asing (sudden reversal). Imbal hasil surat utang negara (SUN) dan obligasi korporasi Indonesia bertenor lima tahun saat ini berkisar 7-8%, jauh lebih baik dibanding di Eropa dan AS yang hanya 2-2,5%. Begitu pula dibanding negara-negara lain di Asia, seperti Korea dan Thailand sebesar 2,5-3,5%. Di sisi lain, dengan pertumbuhan laba bersih emiten tahun ini sebesar 10-15% dan price to earning ratio (PER) 14 kali, valuasi saham di bursa domestik tergolong murah. Masih bertahannya investor asing tercermin pada arus modal masuk (capital inflow). Secara year to date, asing membukukan pembelian bersih (net buy) di pasar saham senilai Rp 47,54 triliun. Tren

Waspada: ekonomi 2024

  INFLASI: +0.04% (Januari 2024) INFLASI: +0.34% (Februari 2024) INFLASi: inflasi pangan Maret 2024 PDB: +5.05% (2023, yoy) Cadangan Devisa : $144 M, aza Cadangan Devisa: $140,4 M, aza SBY v. Jokowi: ekonomi yang lebe bagus 🍒