JAKARTA kontan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum mampu keluar dari zona negatif pada perdagangan, Kamis (22/12). Mengacu data RTI, indeks ditutup jatuh 1,34% atau 68,522 poin ke level 5.042,870.
Tercatat 247 saham bergerak turun, 80 saham bergerak naik, dan 83 stagnan. Volume perdagangan hari ini 16,51 miliar lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 7,26 triliun.
Seluruh indeks sektoral memerah. Sektor aneka industri paling dalam penurunannya 2,05%, dan diikuti manufaktur turun 2%, serta barang konsumsi turun 2%.
Meski memerah, investor asing justru membukukan aksi beli atau net buy Rp 427,394 miliar.
Saham-saham yang masuk top losers LQ45 antara lain; PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) turun 7,24% ke Rp 1.345, PT Elnusa Tbk (ELSA) turun 4,50% ke Rp 425, dan PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) turun 4,29% ke Rp 2.900.
Saham-saham yang masuk top gainers LQ45 antara lain; PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) naik 4% ke Rp 1.300, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) naik 1,59% ke Rp 2.560, dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) naik 0,76% ke Rp 1.330.
Sementara itu, pasar saham Asia jatuh untuk hari ketiga berturut-turut pada hari ini menyusul penurunan saham Amerika Serikat (AS) dan minyak mentah tetap berada di bawah level US$ 53 per barel sehingga menyakiti saham produsen seperti CNOOC Ltd
Mengutip Bloomberg, indeks MSCI Asia Pacific turun 0,4 % ke level 134,72 pada pukul 16:10 waktu Hong Kong. Hanya pasar Australia, Selandia Baru dan Shanghai yang meraih kenaikan di ekuitas regional, sementara pasar di Filipina, Indonesia dan India memimpin penurunan.
Indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,1%; Indeks Straits Times Singapura turun 0,7%; Indonesia IHSG decined 1,3%; Sensex turun 1%; Indeks Taiex Taiwan ditutup 0,9% lebih rendah; SET Thailand melemah 0,3%; Indeks acuan Selandia Baru naik 0,7%.
👀
JAKARTA kontan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah pada perdagangan kemarin, Rabu (21/12) sebesar 0,99% menjadi 5.111,39. Analis sepakat pelemahan hari ini masih disebabkan imbas menguatnya dollar Amerika.
Analis Erdikha Securities Adrian M Priyatna mengatakan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika hari ini turut menekan sentimen ke pasar. Sehingga IHSG pada hari ini masih ditutup melemah. ”Secara tren, IHSG sudah menembus support trendline-nya hari ini,” katanya kepada KONTAN, Rabu (21/12).
Indeks mencatakan pelemahan empat hari secara berturut-turut, dan telah menembus level support 5.140. Makanya, ekspektasi tekanan bearish masih berlanjut dengan target jangka pendek 5.065 yang menjadi level cut loss IHSG terdekat.
Pada perdagangan Kamis besok, IHSG diperkirakan berada pada range support 5.096 dan resistance 5.148.
Sementara Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, secara konsolidasi IHSG besok juga berpotensi melemah, masih imbas dari sentiment FFR (bunga acuan AS) yang menekan bursa. ”Secara teknikal juga candle membentuk pola black closing marubozu sehingga mengindikasikan potensi kelanjutan bearish,” katanya.
Selain itu, pasar juga menanti data Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat pengangguran yang akan dirilis AS besok malam. Kemungkinan pasar akan merespon negatif dengan tingkat pengangguran Amerika yang meningkat walaupun ekonomi juga naik, karena semakin menguatnya dollar Amerika.
Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG) berlanjut hingga akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (20/12/2016).
Di akhir sesi I, IHSG turun 0,22% atau 11,31 poin ke level 5.180,61, setelah dibuka dengan pelemahan 0,25% atau 12,73 poin di level 5.179,18.
Sepanjang perdagangan hari ini IHSG telah bergerak pada kisaran 5.173,76 - 5.194,73.
Sebanyak 124 saham menguat, 141 saham melemah, dan 275 saham stagnan dari 540 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Tujuh dari sembilan indeks sektoral IHSG bergerak negatif dengan tekanan utama dari sektor infrastruktur yang melemah 0,91% dan sektor perdagangan yang melandai 0,68%.
Adapun, dua sektor lainnya bergerak positif dipimpin oleh sektor konsumen yang menguat 0,43%.
Sejalan dengan pelemahan IHSG, pergerakan mayoritas indeks saham lainnya di Asia Tenggara turut melemah. Indeks FTSE Malaysia KLCI turun tipis 0,04%, indeks FTSE Straits Time Singapura naik 0,20%, indeks SE Thailand melemah 0,40%, dan indeks PSEi Filipina anjlok 1,64%.
Pergerakan saham di Asia pun dilaporkan melemah ke level terendah dalam dua pekan pada perdagangan siang ini, di tengah meningkatnya kekhawatiran kondisi geopolitik menyusul pembunuhan terhadap duta besar Rusia untuk Turki serta konflik kekerasan di Jerman dan Swiss.
Sementara itu, pergerakan bursa saham Jepang dan kinerja mata uang yen melemah, dipimpin oleh pelemahan saham energi dan jasa finansial, setelah Bank of Japan (BOJ) memutuskan tidak mengubah kebijakan moneternya.
Indeks MSCI Asia Pacific turun 0,2%, sedangkan indeks Topix Jepang melemah 0,3% pada pukul 01.21 waktu Tokyo (11.21 WIB).
Pembunuhan utusan Rusia di Ankara menambah ketidakpastian geopolitik setelah pekan lalu China menyita drone angkatan laut AS serta konflik di Suriah meningkat.
Sejalan dengan pelemahan IHSG, nilai tukar rupiah terpantau melemah 0,18% atau 24 poin ke Rp13.413 per dolar AS pada pukul 13.04 WIB.
“Minimnya sentimen domestik membuat faktor global menjadi dominan dalam penentu arah rupiah yang dalam jangka pendek diperkirakan masih akan meminta pelemahan,” kata Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta dalam risetnya hari ini.
Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak melemah pada awal sesi perdagangan Selasa pekan ini. Pergerakan IHSG diperkirakan akan terus tertekan sepanjang perdagangan.
Pada pra pembukaan perdagangan saham Selasa (20/12/2016), IHSG turun 12,73 poin atau 0,25 persen ke level 5.179,18. Indeks saham LQ45 susut 0,37 persen ke level 861,84. Pada pembukaan perdagangan saham pukul 09.00 WIB, IHSG masih melemah ke angka 5,76 poin atau 0,12 persen ke level 5.186,78.
Ada sebanyak 53 saham menguat sehingga menahan pelemahan IHSG. Sedangkan 43 saham merosot dan 68 saham lainnya diam di tempat. IHSG sempat berada di level tertinggi 5.189,48 dan terendah 5.179,03.
BACA JUGA
Total frekuensi perdagangan saham 5.727 kali dengan volume perdagangan 179,2 juta saham. Nilai transaksi harian saham Rp 110 miliar. Investor asing melakukan aksi jual di pasar reguler Rp 17 miliar. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 13.390.
Secara sektoral, sebagian besar sektor saham melemah kecuali sektor saham industri dasar naik 0,16 persen. Sektor saham kontruksi naik 0,06 persen. Sektor saham pertambangan tergelincir 0,36 persen, dan catatkan penurunan terbesar.
Saham-saham yang menguat antara lain saham BOGA naik 34 persen ke level Rp 236 per saham, saham ERTX mendaki 9,77 persen ke level Rp 191 per saham, dan saham KOBX menanjak 7,07 persen ke level Rp 106 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham BCIP turun 10 persen ke level Rp 153 per saham, saham HOTL susut 10 persen ke level Rp 135 per saham, dan saham GREN tergelincir 7,69 persen ke level Rp 264 per saham.
Analis PT BNI Secutiries Richard Jerry menjelaskan, bursa AS kembali ditutup menguat pada perdagangan Senin kemain. Dow Jones dan S&P 500 masing-masing menguat 0,2 persen, sedangkan Nasdaq menguat sebesar 0,37 persen. Hal ini didukung kenaikan saham bluechip, serta saham dari beberapa sektor seperti telekomunikasi, real estate, dan teknologi.
Sedangkan pada perdagangan kemarin, beberapa indeks di Asia ditutup melemah, seperti yang terlihat di Nikkei, Hang Seng , dan Shanghai Composite Index. Hal serupa terjadi pada IHSG yang melemah ke level 5.191,91.
"Kami memperkirakan IHSG masih akan cenderung tertekan pada perdagangan hari ini," jelas dia. (Gdn/Ndw)
🙌🙏
Bisnis.com, JAKARTA-- PT Asjaya Indosurya Securities memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (19/12/2016) bergerak menguat.
Kepala Riset Indosurya William Surya Wijaya mengatakan dampak kenaikan suku bunga acuan the Fed terlihat hanya akan memberikan tekanan untuk jangka pendek.
Bahkan, sentimen tersebut juga telah teranulir oleh rilis data perekonomian dalam negeri terkait neraca perdagangan yang menunjukkan bahwa kondisi perekonomian masih dalam tahap yang cukup stabil.
Dia menilai, pola pergerakan IHSG masih akan terlihat memiliki kekuatan naik yang cukup besar selama support 5.221 dapat terjaga dengan baik. Sedangkan, titik resisten yang perlu ditembus ada di level 5.389 untuk memperkuat pola uptrend IHSG dalam jangka pendek.
"Hari ini IHSG berpotensi menguat," katanya dalam riset.
Sejumlah saham yang jadi pilihan hari ini a.l BBNI, JSMR, UNVR, PGAS, HMSP, TLKM, SMGR, ADHI, PWON, dan BBTN.
Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan selama sepekan periode 9 Desember-16 Desember 2016. Tekanan IHSG didorong dari saham-saham berkapitalisasi besar terutama infrastruktur.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, seperti ditulis Sabtu (17/12/2016), kinerja turun 1,4 persen dari level 5.308,13 menjadi 5.231,95.
Sektor infrastruktur telah menekan IHSG pada pekan ini yang dikontribusikan dari saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Saham PGAS turun 3,87 persen menjadi Rp 2.730 per saham untuk periode 13-16 Desember 2016.
Aksi jual investor asing juga terjadi pada pekan ini. Tercatat aksi jual investor asing mencapai US$ 182 juta atau sekitar Rp 2,43 triliun (asumsi kurs Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat).
Aksi jual investor asing juga terjadi pada pekan ini. Tercatat aksi jual investor asing mencapai US$ 182 juta atau sekitar Rp 2,43 triliun (asumsi kurs Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat).
BACA JUGA
Sejalan dengan kenaikan itu, rata-rata volume transaksi harian BEI periode 13-16 Desember juga naik 11,37 peren menjadi 12,44 miliar saham.
Sedangkan frekuensi transaksi harian saham turun menjadi 265,42 ribu kali. Kapitalisasi pasar saham turun 1,33 persen menjadi Rp 5.679 triliun.
Sedangkan di pasar obligasi atau surat utang menunjukkan indeks obligasi turun satu persen secara minggua. Imbal hasil obligasi pun kembali naik menjadi delapan persen.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pasar modal pada pekan ini. Seperti harapan pelaku pasar, the Federal Reserve atau bank sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 0,50 persen-0,75 persen.
The Fed pun memberikan sinyal lebih agresif untuk suku bunga pada 2017. Pimpinan the Fed Janet Yellen memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017. Dengan kenaikan suku bunga diharapkan mencapai 1,25 persen-1,50 persen pada akhir tahun depan.
Ini di atas harapan pelaku pasar yang perkirakan menaikkan suku bunga dua kali yaitu pertengahan dan akhir 2017. Kenaikan suku bunga the Fed mendorong imbal hasil surat berharga AS naik menjadi 2,6 persen pada Selasa pekan ini, dan tertinggi sejak 14 September.
Dari sentimen internal, data ekonomi menunjukkan pertumbuhan kredit mencapai 8,5 persen pada November 2016 secara year on year (YoY). Bank Indonesia (BI) pun merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi menjadi 4,9 persen pada 2016.
Untuk menyambut perdagangan saham akhir tahun ini ada sejumlah hal yang perlu dicermati. 2016 menjadi tahun yang penting terutama adanya sentimen global yang berdampak signifikan ke pasar keuangan global termasuk Indonesia.
Dari global, secara mengejutkan Inggris memutuskan keluar dari zona Eropa atau disebut Britain Exit (Brexit) dalam sebuah referendum pada Juni 2016. Kemudian hasil pemilihan umum Amerika Serikat (AS) dengan kemenangan Donald Trump pada November 2016 juga berimbas negatif ke pasar keuangan global.
Sedangkan dari Indonesia, pemangkasan suku bunga acuan hingga menjadi 4,75 persen, pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty cukup pengaruhi pasar keuangan.
Konsolidasi pemerintahan Jokowi, dan kembalinya Sri Mulyani menjadi menteri keuangan dan demonstrasi di ibu kota Jakarta turut mewarnai laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2016.
Meski ketidakpastian muncul dalam dua bulan terakhir, laporan Ashmore menyebutkan keyakinan terhadap pasar modal Indonesia. Kinerja IHSG bakal tumbuh 14,6 persen secara year to date (Ytd). Indeks obligasi juga naik 13,4 persen.
"Peningkatan yang stabil terutama dilihat dari indikator ekonomi antara lain neraca perdagangan, inflasi telah menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan kinerja terbaik kedua di pasar negara berkembang bersama Thailand," tulis laporan Ashmore.
Saat memasuki 2017, pasar akan lebih berhati-hati dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, indonesia dinilai masih lebih baik untuk investasi ketimbang negara-negara lain di ASEAN.
Dari sentimen internal, data ekonomi menunjukkan pertumbuhan kredit mencapai 8,5 persen pada November 2016 secara year on year (YoY). Bank Indonesia (BI) pun merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi menjadi 4,9 persen pada 2016.
Untuk menyambut perdagangan saham akhir tahun ini ada sejumlah hal yang perlu dicermati. 2016 menjadi tahun yang penting terutama adanya sentimen global yang berdampak signifikan ke pasar keuangan global termasuk Indonesia.
Dari global, secara mengejutkan Inggris memutuskan keluar dari zona Eropa atau disebut Britain Exit (Brexit) dalam sebuah referendum pada Juni 2016. Kemudian hasil pemilihan umum Amerika Serikat (AS) dengan kemenangan Donald Trump pada November 2016 juga berimbas negatif ke pasar keuangan global.
Sedangkan dari Indonesia, pemangkasan suku bunga acuan hingga menjadi 4,75 persen, pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty cukup pengaruhi pasar keuangan.
Konsolidasi pemerintahan Jokowi, dan kembalinya Sri Mulyani menjadi menteri keuangan dan demonstrasi di ibu kota Jakarta turut mewarnai laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2016.
Meski ketidakpastian muncul dalam dua bulan terakhir, laporan Ashmore menyebutkan keyakinan terhadap pasar modal Indonesia. Kinerja IHSG bakal tumbuh 14,6 persen secara year to date (Ytd). Indeks obligasi juga naik 13,4 persen.
"Peningkatan yang stabil terutama dilihat dari indikator ekonomi antara lain neraca perdagangan, inflasi telah menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan kinerja terbaik kedua di pasar negara berkembang bersama Thailand," tulis laporan Ashmore.
Saat memasuki 2017, pasar akan lebih berhati-hati dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, indonesia dinilai masih lebih baik untuk investasi ketimbang negara-negara lain di ASEAN.
| NEW YORK
reuters: The U.S. dollar edged lower against a basket of major currencies on Friday, but still held near 14-year highs touched after Wednesday's Federal Reserve meeting, with profit-taking halting the greenback's rally.
The dollar index .DXY, which measures the greenback against a basket of six major rivals, was last at 102.900, not far from Thursday's 14-year high of 103.560 but down 0.12 percent on the day.
The index gained 1.2 percent on Thursday to mark its biggest daily percentage gain in nearly six months a day after the U.S. central bank raised interest rates for the first time in a year. The Fed also signaled it was likely to hike rates three more times in 2017, up from the two increases forecast at the central bank's September meeting.
The projections, combined with expectations that U.S. President-elect Donald Trump's incoming administration may boost domestic economic growth with fiscal stimulus, sent the dollar shooting higher and brought parity with the euro back in play.
Profit-taking ahead of the weekend and expectations of a squeeze on dollar liquidity heading into year-end dampened the dollar's gains on Friday, analysts said.
"The scale of the move since the FOMC meeting has been significant, and you would expect to see some kind of profit-taking on dollar longs," said David Gilmore, partner at FX Analytics in Essex, Connecticut.
The euro was last up 0.2 percent against the dollar at $1.0433 after hitting a nearly 14-year low of $1.0364 on Thursday, with the current level putting it about 4 percent away from parity with the dollar. The dollar was down 0.2 percent against the yen at 117.94 yen after hitting a roughly 10-1/2 month high of 118.66 yen on Thursday.
Despite Friday's losses, the dollar remained on track to notch its biggest weekly percentage gains against the euro, yen, and Swiss franc in four weeks. The euro was on track to decline 1.2 percent against the dollar, while the dollar was set to gain 2.2 percent against the yen and about 1 percent against the Swiss franc for the week.
"We’re probably starting to thin out for the holidays as well," said Win Thin, global head of emerging market currency strategy at Brown Brothers Harriman in New York.
Against the Swiss franc, the dollar was last down 0.3 percent at 1.0268 francs after touching 1.0344 francs on Thursday, its highest since August 2010.
(Reporting by Sam Forgione; Additional reporting by Patrick Graham in London; Editing by Chizu Nomiyama and Meredith Mazzilli)
Komentar
Posting Komentar