Bisnis.com, JAKARTA -- Indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,11% ke level 4.847,43 pada perdagangan hari ini, Selasa (24/6/2014).
Adapun nilai tukar rupiah melemah 0,03% ke level Rp11.995 per dolar AS.
Sementara itu, pada saat penutupan perdagangan awal pekan, Senin (23/6/2014), melemah 5,57 poin atau 0,11% ke level 4.842,13.
Kemarin, indeks bergerak pada kisaran 4.840,98 hingga 4.868,02. Dari 496 saham yang diperdagangkan, sebanyak 96 saham menguat, 175 saham melemah, dan 225 saham stagnan.
Dari 9 sektor yang ada, hanya dua yang menguat, satu stagnan, sedangkan sisanya melemah. Penurunan paling tajam terjadi pada sektor properti dan real estat, yakni 1,35%. Sementara itu, sektor aneka industri naik tertinggi yakni 0,83%, dan sektor pertanian stagnan.
Pada saat yang sama indeks Bisnis 27 justru menguat 0,15% atau 0,61 poin ke level 419,86. Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terkoreksi 0,16% ke level Rp11.992/US$.
INILAHCOM, Hong Kong - Para pengamat pasar modal memperkirakan, Malaysia rentan terjadi arus keluar modal besar dibandingkan negara-negara emerging market lainnya antara lain, Indonesia dan India. Keputusan The Fed yang memperketat kebijakan moneter menjadi pemicunya.
"Keprihatinan saya terfokus pada negara dengan ekonominya memiliki kepemilikan asing yang berlebihan sehingga menimbulkan utang pemerintah. India, tampaknya tidak punya masalah tersebut. Tapi, Malaysia tidak demikian," ujar Richard Yetsenga, Kepala Penelitian pasar global di ANZ, Selasa (24/6/2014). Demikian mengutip dari cnbc.com.
Menurut laporan analis, utang Malaysia yang berasal dari asing sekitar 45%, tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini, tentu memberikan risiko besar terjadinya pembalikan arus modal. Sementara, di Indonesia sekitar 32,5% dan India sekitar 30% atau kurang dari 2% dari Indonesia.
Sementara itu, pasar modal Malaysia sedang terpukul di tengah aksi jual di pasar saham negara berkembang pada musim panas kemarin seiring dengan kekhawatiran atas kebijakan moneter The Fed. Imbal hasil obligasi Malaysia jangka waktu 10 tahun misalnya, naik 30% dari akhir Mei-Agustus.
Selain itu, indeks saham KL Composite turun 3,4% selama periode yang sama. Bandingkan dengan Indonesia, yang mengalami penurunan hanya sebesar 19,2% di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Ekonom di Oxford Economist, sarah Fowler menjelaskan, ekonomi Malaysia sesungguhnya sudah cukup baik secara keseluruhan dengan kondisi politik yang stabil. "Akan tetapi, semua itu tampaknya belum cukup," tegas Sarah.
Berdasarkan data dari Oxford Economist, utang luar negeri Malaysia, termasuk bank-bank komersial, pemerintah atau lembaga keuangan internasional telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir untuk menutup 40% dari PDB. Melalui data tersebut, diperkirakan akan tetap pada tingkat ini untuk beberapa waktu.
Sedangkan, komponen jangka pendek negara utang luar negeri juga meningkat berada di 15,2% pada tahun 2013 atau naik 10% pada tahun 2007. Angka ini merupakan yang tertinggi ketiga setelah Turki dan Thailand.
Sebaliknya, utang jangka pendek menyumbang kurang dari 5% dari PDB di India dan
Indonesia.Utang jangka pendek lebih berisiko dalam krisis karena perlu membayar kembali atau berguling sebelumnya. Pada akhir tahun 2013, ekonomi Malaysia tumbuh 4,7% namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,6%. Dan surplus transaksi berjalan, anjlok menjadi 3,7% dari PDB tahun lalu dibandingkan dengan tahun 2008 yang mampu melesat di 16%. Rekomendasi Untuk Anda Inilah Video Lagu Ojo Kuwi Karya Ahmad Dhani Inilah Video Lagu Ojo Kuwi Karya Ahmad Dhani BI: Perlu Waspadai Ketidakpastian Ekonomi Global BI: Perlu Waspadai Ketidakpastian Ekonomi Global
Komentar
Posting Komentar