💇 gejala-gejala di BEI saat IHSG tergerus TRUMP'S effects mulai mencapai konsolidasi tren: besaran Foreign Net Sell makin stabil setelah 5 hari berturut-turut terjadi dari : 1T, 200M, 2T, 1,9T, n 500 M; sedangkan tren turun ihsg makin terbatas dari MAKSIMUM -4% menjadi -0.73% (terendah)... ada ekspektasi tlah mencapai kondisi turun terbatas ... namun tren ihsg MEMASUKI AREA BEARISH JANGKA pendek n menengah (5367), walo maseh di atas area BULLISH JANGKA PANJANG (5043) ... 5078 dekat sekale dengan 5043, berarti ada risiko TURUN LANJUTAN s/d serendah-rendahnya s/d 4800 (kembali k kondisi Juli 2016, pasca Lebaran), atawa 4600 (awal 2016) 👀
Liputan6.com, Jakarta - Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) telah mengejutkan pasar keuangan global. Akan tetapi, negara berkembangdiperkirakan dapat mengatasi dampak dari kemenangan Donald Trump.
Direktur Morgan Stanley Asia Pasifik Gokul Laroia menuturkan pasar keuangan negara berkembang mengasumsikan dampak dari kampanye Trump soal kebijakan perdagangan proteksi, imigrasi, repatriasi modal. Persepsi tersebut mendorong aksi jual.
Namun, kombinasi dari perbedaan suku bunga tinggi, defisit transaksi berjalan dan tingkat utang lebih rendah sekarang akan membantu pasar negara berkembang dalam jangka panjang.
Laroia menuturkan, katalis itu mengecualikan China. Lantaran China memiliki "masalah istimewa". Di luar perdagangan, Trump menjanjikan mengenakan tarif 45 persen atas impor China. "Namun daratan China tidak mungkin akan terpengaruh dari oleh dinamika perdagangan keseluruhan dari Amerika Serikat," ujar dia.
Direktur Morgan Stanley Asia Pasifik Gokul Laroia menuturkan pasar keuangan negara berkembang mengasumsikan dampak dari kampanye Trump soal kebijakan perdagangan proteksi, imigrasi, repatriasi modal. Persepsi tersebut mendorong aksi jual.
Namun, kombinasi dari perbedaan suku bunga tinggi, defisit transaksi berjalan dan tingkat utang lebih rendah sekarang akan membantu pasar negara berkembang dalam jangka panjang.
Laroia menuturkan, katalis itu mengecualikan China. Lantaran China memiliki "masalah istimewa". Di luar perdagangan, Trump menjanjikan mengenakan tarif 45 persen atas impor China. "Namun daratan China tidak mungkin akan terpengaruh dari oleh dinamika perdagangan keseluruhan dari Amerika Serikat," ujar dia.
BACA JUGA
Selain itu, imbal hasil surat utang global juga meningkat. Imbal hasil surat berharga bertenor 10 tahun naik di atas dua persen dari periode sebelum pemilihan umum (pemilu) 1,8 persen. Ini juga menciptakan sentimen negatif untuk aset di emerging market.
Imbal hasil obligasi yang lebih tinggi di negara maju itu meredupkan daya tarik pasar negara berkembang lantaran lebih berisiko dan membuat lebih mahal bagi peminjam dana di negara berkembang.
Berdasarkan data Institute of International Finance menunjukkan kalau investor asing menarik dana sekitar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 80,32 triliun (asumsi kurs Rp 13.388 per dolar Amerika Serikat) dari delapan negara emerging market sejak pemilu baik di saham dan obligasi antara lain India, Indonesia, Korea Selatan, Thailand, Filipina, Afrika Selatan, Brazil dan Hungaria.
Kebijakan Donald Trump dinilai memicu tekanan inflasi di AS. Hal ini dapat mendorong bank sentral AS atau the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga lebih agresif. Laroia menuturkan, ketidakpastian masih meliputi kebijakan ekonomi pemerintahan Trump. "Kami lihat dulu isi kabinet Trump. Kemudian lihat pasar membuat beberapa keputusan, apakah itu benar," ujar dia.
😎
Merdeka.com - Pergerakan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) tercatat anjlok sebesar 5,8 persen pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru. Anjloknya harga saham tersebut terjadi pada perdagangan Jumat (11/11) sampai Senin (14/11) kemarin.
Direktur Utama BRI, Asmawi Syam mengatakan, saham yang turun tidak hanya Bank BRI, namun juga sejumlah emiten besar di negara lain maupun dalam negeri. Penurunan saham terjadi seiring dengan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) beberapa hari terakhir. Menurutnya, pelemahan tersebut hanya akan terjadi sementara dan tidak akan berlarut-larut.
"Kita lihat ini bukan hanya BRI, semua saham itu kan mengalami penurunan dan bukan hanya di Indonesia, juga di pasar saham beberapa negara juga terjadi. Sehingga kalau kita melihat itu sifatnya hanya temporary aja," ujarnya di kantor pusat BRI, Jakarta, Selasa (15/11).
Asmawi melihat, pergerakan saham akan kembali stabil ke depannya. Dia meminta agar investor tidak terlalu khawatir dengan gejolak yang disebabkan oleh kebijakan yang akan diterapkan Trump nantinya, karena masih belum terealisasi.
"Kita tunggu saja karena apa nanti akan terjadi yang namanya equilibrium baru. Akan terjadi lagi bahwa kita mendengar banyak informasi dari pemilihan presiden ini, rencana-rencana ini ada tapi kan belum direalisasikan," pungkasnya.
👊
Bisnis.com, JAKARTA— Indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 37,24 poin atau 0,73% pada level 5.078,50, setelah dibuka naik 0,11% atau 5,74 poin ke level 5.121,48 pada perdagangan Selasa (15/11/2016).
Sebelumnya, IHSG ditutup merosot 2,22% atau 116,23 poin ke posisi 5.115,74 setelah bergerak pada kisaran 5.043,35 – 5.096,78
Dari 538, saham yang diperdagangkan, sebanyak 63 saham menguat, 262 saham melemah, dan 213 saham stagnan.
8 dari 9 indeks sektoral pada IHSG ditutup melemah, dengan tekanan utama dari sektor finansial yang merosot 3,44%, diikuti oleh sektor infrastruktur yang melemah 3,68%.
Samuel Sekuritas Indonesia dalam risetnya memprediksikan peluang pelemahan IHSG pada perdagangan kemarin.
Tim riset Samuel Sekuritas memaparkan bursa AS mayoritas menguat pada Jumat lalu, masih dipengaruhi oleh ekspektasi kebijakan Presiden Trump yang akan memotong pajak dan mengeluarkan dana untuk perbaikan infrastruktur.
Dari data ekonomi, angka consumer sentiment tercatat melebihi ekspektasi seiring membaiknya ekspektasi terhadap pasar tenaga kerja. Sementara itu, sejumlah mata uang dan indeks saham negara berkembang melemah pada Jumat lalu seiring ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif.
Hal tersebut menyusul terpilihnya Trump sebagai presiden, dimana beliau merencanakan kebijakan fiskal yang dinilai lebih pro-growth sehingga akan semakin memicu inflasi di negara itu.
Selain itu, rencana Trump untuk me-review kebijakan perdagangan bebas juga menimbulkan ketidakpastian. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi AS yang lebih baik juga akan berdampak positif dalam jangka panjang bagi negara-negara berkembang.
Seluruh bursa saham di Asia Tenggara terpantau melemah. Indeks FTSE Straits Time Singapura merosot 0,88%, indeks FTSE Malay KLCI melemah 1,75%, indeks SET Thailand turun 1,45%, sedangkan indeks PSEi Filipina melemah 1,49%.
👀
JAKARTA kontan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih enggan bangkit setelah jatuh sejak akhir pekan lalu. Indeks pada penutupan sore ini, Selasa (15/11), melemah 37,24 poin atau 0,73% menjadi 5.078,5.
Investor asing masih melakukan aksi jual di bursa Tanah Air. Tercatat, net sell di pasar reguler mencapai Rp 561,1 miliar, dengan net sell keseluruhan Rp 551,9 miliar.
Alhasil, sebanyak 211 saham menguat berbanding 95 yang turun. Sedangkan 94 saham lainnya bergeming.
Pada perdagangan hari ini, sebanyak 9,98 miliar saham berpindah tangan dengan nilai transaksi Rp 8,65 triliun.
Delapan dari sepuluh sektor IHSG melemah. Sektor pertambangan memimpin pelemahan dengan kemerosotan sampai 5,53%. Grup saham agrikultur mengekor dengan penurunan 1,73%.
Sektor yang menguat antara lain infrastruktur 0,32% dan finansial 0,14%.
Dari jajaran LQ45, saham yang paling tertekan sore ini antara lain PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) yang turun tajam 10,53% menjadi Rp 11.475 per saham, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar 8,72% menjadi Rp 1.465, dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sebesar 6,36% menjadi Rp 3.090 per saham.
Saham top gainers sore ini antara lain PT Charoen Pohphand Indonesia Tbk (CPIN) yang menanjak 2,28% menjadi Rp 3.140, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 2,18% menjadi sebesar Rp 10.550, serta PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) naik 1,52% menjadi Rp 670 per saham.
😜
INILAHCOM, Jakarta--Pada perdagangan Selasa (15/11/2016), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 37,238 poin (0,73%) ke posisi 5.078,501.
Sepanjang perdagangan, indeks mencapai level tertinggi di 5.169,357 atau menguat 53,618 poin dan mencapai level terendahya di angka 5.073,420 atau melemah 42,319 poin.
Sebanyak 103 saham ditransaksikan naik, 218 saham turun, 99 saham stagnan, dan 158 saham tidak ditransaksikan sama sekali.
Mayoritas sektor saham mendukung pelemahan IHSG. Saham-saham di sektor pertambangan memimpin penurunan 5,53%, disusul perkebunan 1,73%, perdagangan 1,62%, properti 1,17%, konsumer 0,68%, industri dasar 0,59%, dan aneka industri 0,08%. Hanya dua sektor saham yang menguat, yakni keuangan 0,14% dan infrastruktur 0,32%.
Nilai transaksi di pasar reguler mencapai Rp7,53 triliun dan Rp1,26 triliun di pasar negosiasi. Total transaksi senilai Rp8,79 triliun.
Sementara itu, investor asing mencatatkan pembelian saham senilai Rp3,04 triliun dan penjualan saham senilai Rp3,59 triliun. Alhasil, investor asing mencatatkan penjualan saham bersih (net foreign sell) senilai Rp551,9 miliar. [jin]
- See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2339086/ihsg-berakhir-tenggelam-073-ke-5078#sthash.6BWkgbdS.dpuf
💗
pikiran RAKYAT: Trump & Ekonomi Indonesia
Teguh Santoso
Teguh Santoso
Peneliti Center of Economics and Development Studies (CEDS) Universitas Padjadjaran, Staf pengajar Departement Ilmu Ekonomi FEB Unpad
TERPILIHNYA Donald Trump pada Pemilu AS (4/11/2016) mematahkan prediksi banyak kalangan. Karena tak diprediksikan menang, tak ayal hasil yang berbalik cukup memberikan shock pada situasi global, baik politik maupun ekonomi. Dari sisi politik, tidak sedikit juga demonstrasi anti Trump di kota-kota besar di AS sesaat setalah Trump dinyatakan memenangi pemilu. Berbagai pernyataan dan sikap yang kontroversial dan cenderung rasis cukup mengundang reaksi baik dari warga AS sendiri hingga para pimpinan negara-negara lain di dunia. Tak hanya cukup menghadirkan suhu panas pada situasi politik global, terpilihnya Trump juga cukup memberikan shock pada kondisi ekonomi global.
Respons negatif terpilihnya Trump terjadi di pasar keuangan global. Bursa saham di berbagai negara menunjukkan penurunan, Bursa Nikkei Jepang sempat turun hingga 5%, Bursa Australia melemah sebesar 2% dan Bursa Singapura turun sebesar 1.3%. Di Indonesia, IHSG juga mengalami dampak yang sama. Bahkan pada perdagangan Jumat (11/11) lalu, Rp 2 triliun dana asing kabur dari pasar saham Indonesia dan hasilnya IHSG anjlok sebesar 3,39% atau 184.250 point. Tak cukup sampai disitu, bahkan analis memproyeksikan IHSG akan jatuh menembus level 5.100 point. Namun sekali lagi, ini masih berupa analis dan proyeksi, meski tetap perlu diwaspadai. Selain dampak ke pasar saham, gejolak juga dirasakan dipasar valuta asing. Kurs Rp/USD pada Jumat (11/11/2016) sempat melemah ke level Rp 13.485/USD
Gejolak keuangan global yang terasa hingga Indonesia tersebut tidak lepas dari sentimen negatif pelaku pasar. Pelaku pasar menganggap adanya ketidakpastian ekonomi global setelah terpilihnya Trump. Hal tersebut bisa saja wajar, mengingat Trump pada saat kampanye lalu menawarkan program-program penguatan ekonomi AS dengan cara yang bisa dikatakan “radikal”. Dikatakan radikal karena jika janji kampanye tersebut dijalankan, arah kebijakan pemerintahan Partai Republik ini akan berbeda 180 derajat dengan arah kebijakan Presiden Obama.
Respons negatif terpilihnya Trump terjadi di pasar keuangan global. Bursa saham di berbagai negara menunjukkan penurunan, Bursa Nikkei Jepang sempat turun hingga 5%, Bursa Australia melemah sebesar 2% dan Bursa Singapura turun sebesar 1.3%. Di Indonesia, IHSG juga mengalami dampak yang sama. Bahkan pada perdagangan Jumat (11/11) lalu, Rp 2 triliun dana asing kabur dari pasar saham Indonesia dan hasilnya IHSG anjlok sebesar 3,39% atau 184.250 point. Tak cukup sampai disitu, bahkan analis memproyeksikan IHSG akan jatuh menembus level 5.100 point. Namun sekali lagi, ini masih berupa analis dan proyeksi, meski tetap perlu diwaspadai. Selain dampak ke pasar saham, gejolak juga dirasakan dipasar valuta asing. Kurs Rp/USD pada Jumat (11/11/2016) sempat melemah ke level Rp 13.485/USD
Gejolak keuangan global yang terasa hingga Indonesia tersebut tidak lepas dari sentimen negatif pelaku pasar. Pelaku pasar menganggap adanya ketidakpastian ekonomi global setelah terpilihnya Trump. Hal tersebut bisa saja wajar, mengingat Trump pada saat kampanye lalu menawarkan program-program penguatan ekonomi AS dengan cara yang bisa dikatakan “radikal”. Dikatakan radikal karena jika janji kampanye tersebut dijalankan, arah kebijakan pemerintahan Partai Republik ini akan berbeda 180 derajat dengan arah kebijakan Presiden Obama.
Ekspansi fiskal
Semboyan kampanye Make Amerika Great Again tampaknya menarik pemilih warga AS untuk memilih Trump. Tentu saja bagi warga AS yang menginginkan adanya perubahan. Kondisi demikian wajar saja, mengingat pada era pemerintahan Presiden Obama, ekonomi AS tidak menunjukkan peningkatan signifikan pasca krisis keuangan di negara tersebut pada 2009 lalu. Langkah awal yang akan di ambil oleh Trump adalah ekspansi fiskal, meningkatkan belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Tentu saja, kebijakan tersebut membutuhkan dana yang besar dan harus dicari sumber pembiayaannya. Dana-dana korporasi AS di luar negeri akan diupayakan untuk masuk, dengan cara penjualan obligasi dengan yield yang menjanjikan dan rencana menaikkan Fed Fund Rate. Belum dijalankan saja, upaya ini sudah cukup membuat kelimpungan pasar keuangan global, banyak dana asing keluar dari perekonomian domestik dan pulang kampung ke AS, dan ini telah terjadi di pasar modal Indonesia.
Trump juga memiliki program pemangkasan pajak bagi seluruh kelompok masyarakat di AS. Bahkan pajak perusahaan akan dipangkas hingga 15% dari sekarang yang mencapai 35%. Pemangkasan pajak tersebut diharapkan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendorong peningkatan investasi. Dengan adanya peningkatan belanja pemerintah, kenaikan konsumsi dan meningkatnya investasi akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi AS. Dan program tersebut nampaknya masuk dalam logika ekonomi.
Semboyan kampanye Make Amerika Great Again tampaknya menarik pemilih warga AS untuk memilih Trump. Tentu saja bagi warga AS yang menginginkan adanya perubahan. Kondisi demikian wajar saja, mengingat pada era pemerintahan Presiden Obama, ekonomi AS tidak menunjukkan peningkatan signifikan pasca krisis keuangan di negara tersebut pada 2009 lalu. Langkah awal yang akan di ambil oleh Trump adalah ekspansi fiskal, meningkatkan belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Tentu saja, kebijakan tersebut membutuhkan dana yang besar dan harus dicari sumber pembiayaannya. Dana-dana korporasi AS di luar negeri akan diupayakan untuk masuk, dengan cara penjualan obligasi dengan yield yang menjanjikan dan rencana menaikkan Fed Fund Rate. Belum dijalankan saja, upaya ini sudah cukup membuat kelimpungan pasar keuangan global, banyak dana asing keluar dari perekonomian domestik dan pulang kampung ke AS, dan ini telah terjadi di pasar modal Indonesia.
Trump juga memiliki program pemangkasan pajak bagi seluruh kelompok masyarakat di AS. Bahkan pajak perusahaan akan dipangkas hingga 15% dari sekarang yang mencapai 35%. Pemangkasan pajak tersebut diharapkan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendorong peningkatan investasi. Dengan adanya peningkatan belanja pemerintah, kenaikan konsumsi dan meningkatnya investasi akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi AS. Dan program tersebut nampaknya masuk dalam logika ekonomi.
Proteksionisme
Langkah radikal kedua dari janji kampanye Trump adalah memproteksi ekonomi global dari konstelasi ekonomi global. AS akan cenderung menutup diri dari aktivitas ekonomi global yang dinilai cenderung merugikan AS. Dalam kampanye, dia ingin melakukan re-negosiasi pakta perjanjian perdagangan Amerika Utara (NAFTA) yang dinilai Trump lebih banyak menguntungkan Meksiko. Tidak hanya itu, Donald Trump juga memiliki rencana untuk membatalkan TPP dimana ia menganggap justru akan merugikan AS dan menguntungkan Negara-Negara Asia Pasifik, utamanya China.
Tidak cukup sampai disitu, dalam kebijakan ekonominya nanti Trump juga berencana akan memproteksi ekonomi AS dari serangan produk China melalui peningkatan tarif impor hingga 45%. Mengutip data detik finance (11/11/2016), tahun 2015, ekspor China ke AS mencapai USD 483 miliar atau sekitar Rp. 6.279 trilyun. Jika benar kebijakan ini akan dilakukan, diprediksikan akan memperburuk ekonomi China karena berpotensi kehilangan ekspor Rp 6.279 trilyun.
Langkah radikal kedua dari janji kampanye Trump adalah memproteksi ekonomi global dari konstelasi ekonomi global. AS akan cenderung menutup diri dari aktivitas ekonomi global yang dinilai cenderung merugikan AS. Dalam kampanye, dia ingin melakukan re-negosiasi pakta perjanjian perdagangan Amerika Utara (NAFTA) yang dinilai Trump lebih banyak menguntungkan Meksiko. Tidak hanya itu, Donald Trump juga memiliki rencana untuk membatalkan TPP dimana ia menganggap justru akan merugikan AS dan menguntungkan Negara-Negara Asia Pasifik, utamanya China.
Tidak cukup sampai disitu, dalam kebijakan ekonominya nanti Trump juga berencana akan memproteksi ekonomi AS dari serangan produk China melalui peningkatan tarif impor hingga 45%. Mengutip data detik finance (11/11/2016), tahun 2015, ekspor China ke AS mencapai USD 483 miliar atau sekitar Rp. 6.279 trilyun. Jika benar kebijakan ini akan dilakukan, diprediksikan akan memperburuk ekonomi China karena berpotensi kehilangan ekspor Rp 6.279 trilyun.
Dampak perekonomian
Arah kebijakan-kebijakan Trump akan berdampak pada perekonomian Indonesia melalui dua jalur. Pertama, melalui pasar uang dan pasar modal akibat yang akan disebabkan oleh kenaikan yield obligasi dan Fed Fund Rate, dimana dampaknya sudah mulai dirasakan sekarang. Kedua, melalui dampak perdagangan internasional. Jika pengetatan impor dilakukan, termasuk produk Indonesia, sedikit banyak secara langsung ekonomi kita akan terdampak. Nilai ekspor Indonesia per September 2016 mencapai USD 1.378 miliar dan berpotensi turun jika kebijakan proteksi tersebut dilakukan.
Namun jika pengetatan impor tidak berlaku untuk produk Indonesia, ekonomi kita juga tetap akan terdampak tidak langsung melalui pelemahan ekonomi Tiongkok akibat proteksi produk Impor AS dari Tiongkok. Pelemahan ekonomi Tiongkok akan berdampak pada penurunan impor Tiongkok dari Indonesia. Per September 2016, nilai ekpor Indonesia ke Tiongkok mencapai USD 1.443 miliar yang juga akan berpotensi turun.
Meski demikian, dampak pelemahan tersebut belum tentu terjadi mengingat yang disampaikan Trump masih program kampanye dan bisa saja arah kebijakannya berubah setelah resmi memimpin AS. Selain itu, perekonomian kita dinilai memiliki fundamental ekonomi yang cukup kuat. Aktivitas konsumsi h masih menjadi penopang utama perekonomian, investasi diprediksi akan naik seiring kenaikan peringkat kemudahan berbisnis Indonesia. Program tax amnesty diperkirakan akan membuahkan hasil dan berhasil meningkatkan pendapatan negara dan belanja pemerintah akan naik. Sehingga, pelaku pasar seharusnya tidak perlu merespons berlebihan dan perlu diyakini bahwa ekonomi Indonesia masih kuat dan tidak akan terpuruk dengan terpilihnya Trump. Don’t be afraid!***
Arah kebijakan-kebijakan Trump akan berdampak pada perekonomian Indonesia melalui dua jalur. Pertama, melalui pasar uang dan pasar modal akibat yang akan disebabkan oleh kenaikan yield obligasi dan Fed Fund Rate, dimana dampaknya sudah mulai dirasakan sekarang. Kedua, melalui dampak perdagangan internasional. Jika pengetatan impor dilakukan, termasuk produk Indonesia, sedikit banyak secara langsung ekonomi kita akan terdampak. Nilai ekspor Indonesia per September 2016 mencapai USD 1.378 miliar dan berpotensi turun jika kebijakan proteksi tersebut dilakukan.
Namun jika pengetatan impor tidak berlaku untuk produk Indonesia, ekonomi kita juga tetap akan terdampak tidak langsung melalui pelemahan ekonomi Tiongkok akibat proteksi produk Impor AS dari Tiongkok. Pelemahan ekonomi Tiongkok akan berdampak pada penurunan impor Tiongkok dari Indonesia. Per September 2016, nilai ekpor Indonesia ke Tiongkok mencapai USD 1.443 miliar yang juga akan berpotensi turun.
Meski demikian, dampak pelemahan tersebut belum tentu terjadi mengingat yang disampaikan Trump masih program kampanye dan bisa saja arah kebijakannya berubah setelah resmi memimpin AS. Selain itu, perekonomian kita dinilai memiliki fundamental ekonomi yang cukup kuat. Aktivitas konsumsi h masih menjadi penopang utama perekonomian, investasi diprediksi akan naik seiring kenaikan peringkat kemudahan berbisnis Indonesia. Program tax amnesty diperkirakan akan membuahkan hasil dan berhasil meningkatkan pendapatan negara dan belanja pemerintah akan naik. Sehingga, pelaku pasar seharusnya tidak perlu merespons berlebihan dan perlu diyakini bahwa ekonomi Indonesia masih kuat dan tidak akan terpuruk dengan terpilihnya Trump. Don’t be afraid!***
Komentar
Posting Komentar