Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah analis menilai pada Desember 2015, investor bakal bersiap-siap melakukan window dressing untuk mempercantik portofolionya.
Satrio Utomo, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia, mengatakan sepanjang pekan ini sudah terlihat adanya window dressing. Hal ini terlihat dari pergerakan IHSG yang sempat menguat di awal pekan. Namun demikian, IHSG kembali mengalami penurunan seiring dengan kinerja indeks regional.
“Di awal pekan, pasar mengalami technical rebound, ini memang terkait aksi window dressing, investor mulai melakukan posisi beli,” kata Satrio saat dihubungi Bisnis.com, Senin (30/11/2015).
Posisi beli terlihat dari aksi beli bersih investor asing sepanjang tiga hari berturut-turut pada pekan ini. Namun, di akhir pekan, IHSG kembali melemah seiring dengan liburnya bursa AS.
“Window dressing sudah terlihat, tapi karena AS libur, pelaku pasar wait and see, di akhir pekan jadinya turun. Indeks Hang Seng juga melemah 5%, ini pengaruh ke IHSG,” tambahnya.
Adapun, pada pekan depan, Satrio memprediksi kinerja IHSG akan terpengaruh dengan indeks Dow Jones. “Harus dilihat dulu bagaimana kinerja indeks Dow Jones, kalau menguat, maka Senin bisa rebound, soalnya sentimen window dressing juga kuat.”
Alfred Nainggolan, analis PT Koneksi Kapital, menilai aksi net buy investor asing belum dapat dipastikan sebagai sinyal positif window dressing. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, investor asing juga banyak melakukan trading saham.
Menurutnya, net buy asing pekan ini masih terbilang kecil bila dibandingkan dengan net sell sejak awal tahun senilai Rp19,71 triliun. Investor asing diperkirakan bakal mengeluarkan dana cukup besar untuk window dressing akhir tahun ini.
"Tapi saya optimis kalau window dressing akan ada lagi tahun ini. Karena indeks dalam 15 tahun terakhir tidak ada return negatif pada bulan Desember. Dari 2001-2014 pada Desember rata-rata positif 4%," katanya saat dihubungi terpisah.
Aksi window dressing, sambungnya, tidak hanya dilakukan oleh investor asing. Tetapi, investor domestik bakal lebih besar melakukan transaksi aksi window dressing ketimbang investor luar negeri.
Sementara itu, dari pasar surat utang, Alfred menilai hingga ada kepastian kenaikan suku bunga dari Federal Reserve, akan ada capital outflows dari emerging market. Modal asing paling banyak ada di pasar Surat Utang Negara (SUN), sehingga akan ada kenaikan yield SUN.
Adapun, nilai tukar rupiah dipastikan masih akan tertekan oleh rencana kenaikan suku bunga The Fed. Dia menilai, skenario BI masih sejalan dengan kemungkinan masih akan melemahnya rupiah menjelang rapat Federal open market committee (FOMC).
Kendati demikian, katanya, pergerakan rupiah tidak terlalu volatile lantaran likuiditas konversi mata uang tidak terlalu besar lagi.
"Saham sendiri aksi jual sudah mulai berkurang, di surat utang juga begitu, aksi jual kepemilikan asing enggak terlalu besar lagi. Sampai minggu kedua Desember tekanan rupiah akan cukup besar. Secara psikologis trader melihat rupiah harus melemah," paparnya.
Pekan depan, dia memerkirakan pergerakan rupiah akan berada di level Rp13.600-Rp13.900 per dolar AS. Sedangkan, IHSG akan berada pada level 4.400-4.600 dengan catatan bila sudah menyentuh 4.600, investor akan segera merealisasikan capital gain.
Jakarta - KDB Daewoo Securities Indonesia memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) masih mengalami tekanan pelemahan pada perdagangan hari ini yang merupakan area akumulasi.
Untuk itu, cermati potensi pembalikan arah pada sejumlah saham unggulan, seperti BBCA, BBNI, dan ASII, yang selama dua pekan terakhir mengalami tekanan hingga lebih dari 10 persen.
Di tengah minimnya dorongan sentimen positif serta melorotnya pergerakan bursa-bursa Asia, IHSG tertahan pada area akumulasi 4.510-4.540.
Bargain hunting pada ASII mengakibatkan sektor aneka industri merosot dan menjadi salah satu dari 10 sektor pendukung IHSG yang mengakibatkan indeks tertahan pada up trend support channel sepanjang sesi perdagangan kemarin.
Ely Rahmawati/ELY
Investor Daily
Komentar
Posting Komentar