JAKARTA kontan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
kembali melaju di zona positif pagi hari ini (19/11). Data RTI
menunjukkan, pada pukul 09.30 WIB, indeks tercatat naik 0,64% menjadi
5.135,34.
Kenaikan indeks akibat aksi beli yang melanda 177 saham. Sementara, jumlah saham yang turun sebanyak 36 saham dan 76 saham lainnya diam di tempat. Volume transaksi siang ini melibatkan 1,178 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 1,460 triliun.
Secara sektoral, sepuluh sektor kompak menghijau. Tiga sektor dengan kenaikan terbesar di antaranya: sektor barang konsumen naik 1,04%, sektor konstruksi naik 0,98%, dan sektor industri dasar naik 0,75%.
Sedangkan saham-saham yang berada di posisi top gainers indeks LQ 45 yakni: PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) naik 2,74% menjadi Rp 3.370, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) naik 2,46% menjadi Rp 1.040, dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) naik 2,44% menjadi Rp 63.950.
Saham-saham yang berada di jajaran top losers pada indeks LQ 45 hari ini adalah: PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 0,38% menjadi Rp 3.900, PT Astra International Tbk (ASII) turun 0,35% menjadi Rp 7.175, dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) turun 0,22% menjadi Rp 461.
Rriset Henan Putihrai pada pagi hari ini memprediksi, IHSG akan bergerak pada kisaran 5.057-5.125. Satu hal yang menjadi penggerak utama indeks selain soal BBM adalah keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikan suku bunga acuan menjadi 7,75%.
Sentimen dari luar negeri juga sedikit memberi pengaruh. Salah satunya pengaruh datang dari penguatan indeks Nikkei pagi ini seiring dengan penguatan dollar AS terhadap yen Jepang. Pergerakan ini dipengaruhi oleh kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe untuk menunda kenaikan pajak konsumsi selama satu setengah tahun.
Kenaikan indeks akibat aksi beli yang melanda 177 saham. Sementara, jumlah saham yang turun sebanyak 36 saham dan 76 saham lainnya diam di tempat. Volume transaksi siang ini melibatkan 1,178 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 1,460 triliun.
Secara sektoral, sepuluh sektor kompak menghijau. Tiga sektor dengan kenaikan terbesar di antaranya: sektor barang konsumen naik 1,04%, sektor konstruksi naik 0,98%, dan sektor industri dasar naik 0,75%.
Sedangkan saham-saham yang berada di posisi top gainers indeks LQ 45 yakni: PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) naik 2,74% menjadi Rp 3.370, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) naik 2,46% menjadi Rp 1.040, dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) naik 2,44% menjadi Rp 63.950.
Saham-saham yang berada di jajaran top losers pada indeks LQ 45 hari ini adalah: PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 0,38% menjadi Rp 3.900, PT Astra International Tbk (ASII) turun 0,35% menjadi Rp 7.175, dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) turun 0,22% menjadi Rp 461.
Rriset Henan Putihrai pada pagi hari ini memprediksi, IHSG akan bergerak pada kisaran 5.057-5.125. Satu hal yang menjadi penggerak utama indeks selain soal BBM adalah keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikan suku bunga acuan menjadi 7,75%.
Sentimen dari luar negeri juga sedikit memberi pengaruh. Salah satunya pengaruh datang dari penguatan indeks Nikkei pagi ini seiring dengan penguatan dollar AS terhadap yen Jepang. Pergerakan ini dipengaruhi oleh kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe untuk menunda kenaikan pajak konsumsi selama satu setengah tahun.
Editor: Barratut Taqiyyah
INILAHCOM, Jakarta – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dinilai positif oleh analis di bursa saham. Syaratnya, aliran pengalihan subsidi tersebut dijalankan dengan benar.
“Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi naik ke Rp8.500 per liter, pasti pas, dimulai dari angka nol yah..” kata William Surya Wijaya, analis PT Asjaya Indosurya Securities, menirukan pelayan pengisian BBM di SPBU, kepada INILAHCOM, di Jakarta, Senin (17/11/2014).
Demikian komentar dia saat dimintai komentarnya perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan kemungkinan respons pasar saham. “Pasti PAS he.. he.. he..,” selorohnya lagi.
Harga BBM Premium naik dari Rp6.500 menjadi RP8.500 per liter terhitung mulai Selasa (18/11/2014), mulai pukul 00.00WIB. Sementara itu, harga BBM Solar menjadi Rp7.500 per liter dari Rp5.500.
William mendukung kenaikan harga BBM, jika nanti hasilnya memang arah aliran subsidinya benar. “Jika benar, tentunya akan malah mendorong kenaikan IHSG,” imbuhnya.
Pada perdagangan Senin (17/11/2014) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat tipis 4,455 poin (0,088%) ke angka 5.053,943. [jin]
JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia meminta para pelaku pasar tak salah mengartikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang diumumkan pada Selasa (18/11/2014).
"Kenaikan BI Rate jangan diartikan bahwa likuiditasnya akan semakin ketat (atau pertumbuhan) kreditnya akan semakin turun," tegas Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, di Gedung BI, Selasa petang.
"Kami sudah atasi itu dengan pelebaran koridor (suku bunga yang lain), dengan kebijakan makroprudensial, seperti tadi yang dijelaskan Pak Halim. Bahkan, kami mendorong kredit juga melalui insentif khususnya kepada UMKM," lanjut Perry.
Penyesuaian kebijakan makroprudensial yang dimaksud Perry adalah perluasan sumber pendanaan bagi perbankan sekaligus mendorong pendalaman pasar keuangan. Di dalamnya tercakup perluasan definisi simpanan, yang memasukkan surat berharga dari bank dalam perhitungan loan deposit ratio (LDR) dalam kebijakan giro wajib minimum (GWM)-LDR.
Selain itu, ada pula pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM. Menurut Perry, kenaikan suku bunga acuan bisa mendorong hal-hal positif seperti pengendalian ekspektasi inflasi, kecukupan likuiditas, kenaikan pertumbuhan kredit dari 13 persen menjadi 15 persen hingga 17 persen.
Bila dampak positif itu terjadi, Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terdorong tumbuh hingga kisaran 5,4 persen sampai 5,8 persen.
Pada Selasa, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,75 persen.
Bersamaan dengan itu, BI juga menaikkan lending facility rate (LF Rate) sebesar 50 basis poin menjadi 8,00 persen dan deposit facility rate (DF rate) dipertahankan di level 5,75 persen. Ketiga perubahan suku bunga acuan itu akan mulai berlaku pada Rabu (19/11/2014).
... problem kebijakan: TUJUAN AKHIR BERBEDA
... jika TUJUAN AKHIR SAMA, sinergistik
... jika TUJUAN AKHIR SALING BERTENTANGAN, stagnan atawa AMBLE$
... jika TUJUAN AKHIR TUMPUL, maka status quo
... jika TUJUAN AKHIR SALING BERKOMPETISI, itu REALISTIS, bisa POSITIF bisa NEGATIF
... suku bunga naek: tujuan akhir MENAHAN LAJU INFLASI (tugas BI)
... harga bbm bersubsidi naek: tujuan akhir MELAMBUNGKAN BELANJA STIMULUS INFRASTRUKTUR dll bwat RAKYAT (tugas Pemerintah)
... secara ekonomi makro: kenaekan suku bunga merupakan kebijakan moneter yang lazim untuk menahan pembelian secara masif saat terjadi tekanan ekonomi (PERALIHAN BELANJA FISKAL)
... secara ekonomi makro: kebijakan fiskal yang agresif ke alokasi2 belanja tertentu akan MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI, namun sekaligus MENINGKATKAN INFLASI (karena uang beredar dari Pemerintah akan MENINGKAT, apalagi di akhir taon)
... kesimpulan sederhana: SEWAJARNYA kebijakan BI dan Pemerintah tersebut mempunyai TUJUAN AKHIR YANG SAMA (sinergistik), namun juga mendua dengan tujuan akhir yang bersifat KOMPETITIF (bisa positif, bisa negatif karena laju suku bunga naek terlalu tinggi AKAN MENEKAN KREDIT perbankan sehingga kegiatan usaha bisa tertekan, sehingga malah tidak mendukung kebijakan fiskal agresif)
... well, gw mah hepi aza
Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan program pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang berujung pada kenaikan harga komoditas itu sebesar Rp2.000 per liter untuk premium dan solar.
"Kita dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Meski demikian kita harus memilih dan mengambil keputusan," kata Presiden Jokowi saat membuka penjelasan tentang program pengalihan subsidi BBM tersebut, Senin (17/11), sekitar pukul 21.10 WIB.
Program pengalihan subsidi dimaksudkan untuk menggeser subsidi BBM dari sektor konsumtif ke sektor produktif. Kebutuhan anggaran yang besar untuk membangun infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, selama ini tidak tersedia secara mencukupi.
Menurut Presiden, penyebabnya adalah, karena "anggaran dihamburkan untuk subsidi BBM."
Tentu konsekuensi pengalihan subsidi BBM itu adalah kenaikan harga premium dan solar, yang berlaku mulai pukul 00.00 WIB, terhitung sejak tanggal 18 November 2014.
Jokowi mengakui, pasti akan bermunculan pendapat setuju dan tidak setuju. Pemerintah, katanya, menghargai setiap masukan.
"Semoga keputusan pengalihan subsidi ke sektor produktif merupakan jalan pembuka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan," kata Presiden, yang didampingi Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah anggota Kabinet.
Yang pasti, program itu memberi tambahan belanja produktif di atas Rp100 triliun. Besarnya berapa, "Angkanya masih dihitung," kata Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro.
Sebagian akan dipakai untuk membiayai infrastruktur, sebagian lainnya untuk mendukung bantalan sosial berupa kompensasi bagi 15,6 juta kepala keluarga miskin, yang akan diberikan selama delapan bulan.
Ini dimaksudkan untuk membantu penduduk miskin dan hampir miskin menahan dampak kenaikan harga BBM, yang diyakini, "kompensasinya sangat mencukupi."
***
Sekitar dua jam sebelum Presiden mengumumkan kebijakan pengalihan subsidi di Istana Negara, tim ekonomi lebih dahulu berkumpul di Lapangan Banteng, kantor Menko Perekonomian.
Mereka adalah Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri BUMN Rini M. Soemarno dan Kepala Bappenas Adrinof Chaniago.
Satu-satu secara simultan, anggota tim ekonomi Kabinet Kerja itu memberikan penjelasan perihal program pengalihan subsidi BBM tersebut berikut konsekuensinya.
Mereka kompak. Menurut Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, pengalihan subsidi BBM ini memberi ruang lebih lapang guna mendukung program yang produktif.
"Ini sinyal baik karena di tahun 2015, beban subsidi yang selama ini membuat anggaran tidak stabil dapat dihindari," kata Menkeu.
Yang dimaksud 'anggaran tidak stabil' adalah dampak dari fluktuasi harga minyak dan nilai tukar rupiah, yang menyebabkan beban subsidi tiba-tiba melonjak saat terjadi kenaikan harga minyak internasional dan depresiasi rupiah.
"Ini poin penting, mengapa pengalihan subsidi harus dilakukan," kata Bambang.
Menkeu Bambang menambahkan, acuan pemerintah dalam menentukan harga baru BBM bersibsidi bukan biaya produksi tetapi harga keekonomian, mengingat BBM yang dikonsumsi di Indonesia sebagian adalah impor.
Harga minyak internasional yang menjadi acuan impor Indonesia adalah MOPS, di mana harga premium selama Januari-Agustus tahun ini Rp10.518 per liter, dan turun menjadi Rp9.900 pada September. Meski sempat naik pada Oktober, posisi harga MOPS pada November kembali turun menjadi Rp9.200, dan diprediksi akan turun lagi pada Desember.
Posisi harga solar sebenarnya lebih mahal, sebagai contoh harga pada November Rp9.400 per liter dengan kurs Rp12.100/US$, sehingga beban subsidi solar sebenarnya lebih besar ketimbang premium.
Tren harga internasional dan kurs rupiah itulah yang melandasi keputusan mengenai besaran harga BBM menyusul program pengalihan subsidi.
"Memang harga minyak internasional turun, tetapi kalau dirata-rata dalam setahun ini, harga premium masih di kisaran Rp10.000," katanya.
Artinya, dengan harga premium sebelum kenaikan sebesar Rp6.500 per liter, subsidi dari pemerintah masih sekitar Rp3.500 per liter. Dengan kenaikan harga Rp2.000 per liter, selisih relatif dengan harga keekonomian menjadi semakin tipis.
Dukung Infrastruktur
Seperti dikemukakan Presiden Jokowi, ruang lingkup yang dapat dibiayai dari penghematan subsidi selama lima tahun mendatang relatif luas. Mulai dari infrastruktur, hingga pendidikan dan kesehatan, serta kesejahteraan sosial.
Menurut Kepala Bappenas Adrinof Chaniago, selama ini kebutuhan infrastruktur sangat tinggi, tetapi terkendala pembiayaan. "Karena itu, pemerintah mengalihkan subsidi yang selama ini diberikan secara tidak tepat sasaran ."
Pemerintah berhitung, kebutuhan infrastruktur lima tahun mendatang dua kali lipat dari kebutuhan lima tahun sebelumnya.
Adrinof menyebut, antara lain pembangunan jalan baru sepanjang 2.650 km, jalan tol sepanjang 1.000 km, bandara baru, 24 pelabuhan laut, 3.250 jalur kereta api, 1.000 km kereta api perkotaan, dan upaya membangun tol laut.
Menurut Menko Perekonomian Sofyan Djalil, subsidi selama lima tahun terakhir sebesar Rp740 triliun, tetapi belanja infrastruktur hanya sekitar Rp514 triliun dan belanja kesejahteraan Rp200 triliun. Artinya, kata Sofyan, "telah terjadi misalokasi resources."
Dengan pengalihan subsidi BBM, sumberdaya yang selama ini salah alokasi itu akan dipakai untuk mendukung program produktif, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di antaranya adalah untuk menopang sektor pertanian guna memperbaiki fasilitas irigasi, yang membutuhkan sekitar Rp60 triliun selama lima tahun mendatang.
Saat ini, sekitar 52% fasilitas irigasi yang seharusnya mengairi 7 juta hektar lahan sawah dalam kondisi buruk, yang mengakibatkan kebocoran air dan produksi padi menurun.
"Kalau kondisi irigasi nanti prima, maka kita tidak perlu impor beras," kata Menko Sofyan. Hal yang sama juga akan dilakukan untuk menopang program dan aktivitas produktif bagi nelayan serta usaha kecil dan menengah.
Reformasi Tatakelola Migas
Menurut Sudirman Said, program pengalihan subsidi juga diiringi dengan kebijakan reformasi tata kelola migas nasional.
Tujuan akhir program reformasi itu dimaksudkan untuk memperbaiki suplai, mengamankan stok, dan meningkatkan cadangan minyak, serta transparansi sektor migas nasional.
"Kita menghadapi masalah yang telah lama dan sistemik. Reliability kilang kita terus menurun, tetapi tidak pernah ada upaya sungguh-sungguh memperbaiki dan membangun kilang."
Karena itu, pengalihan subsidi BBM sebagian akan dipakai pula untuk membangun dua kilang minyak dengan kapasitas 300.000 barel per hari dalam kurun waktu 2015-2019 mendatang. Ini untuk memastikan agar pasok dan stok minyak dalam negeri terjaga.
Di sisi hulu, meskipun disadari terjadi penurunan cadangan minyak, tidak pernah ada upaya eksplorasi secara sistemik.
"Kita akan bedah permasalahan secara keseluruhan, dan akan dibenahi," kata Sudirman merujuk pembentukan Tim Reformasi Tatakelola Migas yang dipimpin Faisal Basri.
Dia menjelaskan, sektor migas akan diisi oleh pemimpin-pemimpin yang kredibel. "Sektor ini sudah terlalu lama dibebani network politik yang memenjara proses ," Sudirman menegaskan.
Tentu, buat Pertamina selaku operator minyak milik negara, langkah reformasi tata kelola migas dan pengalihan subsidi ini akan berdampak strategis.
Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan dengan pengalihan subsidi ini, diharapkan Pertamina lebih sehat, profesional dan efisien.
Dengan lebih dekat nilai keekonomian, katanya, akan memotong banyak hal, termasuk penyelundupan.
"Dan Pertamina dihadapkan pada kompetisi ritel yang lebih riil. Pertamina juga dapat berkompetisi secara lebih transparan di level internasional," ujar Rini.
Ia pun berharap, pengalihan subsidi BBM ini juga akan mendorog Pertamina lebih aktif berpartisipasi sebagai perusahaan global.
Hilangkan Distorsi
Lebih dari itu, Menkeu Bambang memastikan, pengalihan subsidi yang berujung kenaikan harga BBM ini bukan soal fiskal semata.
"Kalau masalah fiskal, potong belanja selesai," katanya. Kalau dari sisi fiskal, justru yang diharapkan adalah dampak signifikan untuk APBN 2015 mendatang.
Yang juga hendak dituju pemerintah adalah mengusir distorsi pasar karena disparitas harga yang besar.
Dalam kacamata Menteri ESDM Sudirman Said, pemerintah ingin melakukan 'normalisasi' pasar. "Kita ingin mencapai harga lebih normal. Dengan demikian, konsumsi BBM lebih normal, dan rakyat mendapatkan hak-hak yang mendekati normal," ucapnya.
Tentu muncul pertanyaan, kok nggak jadi naik Rp3.000 per liter seperti proyeksi awal?
Sudirman Said mengakui, “Angka ini sangat moderat, karena situasi menolong kita.”
Yang dimaksud "situasi menolong" itu adalah harga minyak internasional yang cenderung menurun, meski nilai tukar rupiah masih cenderung tinggi (melemah).
Tapi, bukankah disparitas harga yang masih ada akan tetap membuka peluang distorsi pasar, termasuk penyelundupan atau praktik 'mafia migas' yang lain?
Akan hal itu, Menkeu memastikan bahwa besaran kenaikan harga Rp2.000 per liter, baik premium dan solar, itu sudah memperhitungkan dampaknya, yang akan secara signifikan memberangus distorsi pasar. "Kita sudah menghitung besaran yang membuat penyelundupan tidak lagi menarik," katanya.
Tapi mengapa harus Presiden sendiri yang mengumumkan? Bukankah ini kebijakan yang tidak populer?
Menteri ESDM buka-bukaan, dirinya dan para menteri ekonomi sedianya ingin mengumumkan sendiri kebijakan pengalihan subsidi yang berujung pada kenaikan harga BBM tersebut.
Namun, Presiden Jokowi melarang menteri mengumumkan. "Beliau sendiri ingin menyampaikan langsung. Beliau mengatakan, yang sulit-sulit harus saya hadapi sendiri," kata Menteri Sudirman menirukan ucapan Jokowi. (*)
Source : Bisnis Indonesia Edisi 18/11/2014
Editor : Setyardi Widodo
Komentar
Posting Komentar