Jakarta - Relawan Joko
Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014
Victor Sirait menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Joko Widodo dapat
menyelesaikan kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian
RI (Polri).
Keyakinan ini, katanya, membuat mereka tetap mendukung langkah Presiden Jokowi menyelesaikan persoalan ini.
"Langkah dan pernyataan Jokowi sudah tepat dengan membiarkan hukum tetap ditegakkan dalam kasus ini," ujar Victor dalam diskusi "KPK Vs Polri: Siapa Bermain Apa di Balik Layar", di Pasar Festival Mall Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (25/1).
Dalam diskusi ini, hadir juga Koordinator Indonesia Bersih (GIB-) Adhie M Massardi dan pengamat politik Boni Hargens.
Pernyataan dan langkah Jokowi ini, katanya, dapat menyelesaikan persoalan kedua lembaga secara objektif. Hukum, lanjut dia, dapat memberikan kepastian dan penyelesaian kisruh di antara KPK dan Polri.
"Publik tidak perlu memaksa Jokowi mendukung salah satu pihak. Jokowi berada pada posisi menyelamatkan kedua lembaga penegak hukum ini. Persoalan ini dapat diselesaikan secara hukum," katanya.
Jokowi, tuturnya, berada pada posisi penengah untuk menyelamatkan dua lembaga ini. Menurutnya, kasus Komjen Pol Budi Gunawan dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto diserahkan penyelesaiannya pada hukum.
"Jokowi sudah bagus, memanggil KPK dan Polri untuk tidak mengedepankan ego institusi dan tetap taat pada hukum," katanya.
Keyakinan ini, katanya, membuat mereka tetap mendukung langkah Presiden Jokowi menyelesaikan persoalan ini.
"Langkah dan pernyataan Jokowi sudah tepat dengan membiarkan hukum tetap ditegakkan dalam kasus ini," ujar Victor dalam diskusi "KPK Vs Polri: Siapa Bermain Apa di Balik Layar", di Pasar Festival Mall Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (25/1).
Dalam diskusi ini, hadir juga Koordinator Indonesia Bersih (GIB-) Adhie M Massardi dan pengamat politik Boni Hargens.
Pernyataan dan langkah Jokowi ini, katanya, dapat menyelesaikan persoalan kedua lembaga secara objektif. Hukum, lanjut dia, dapat memberikan kepastian dan penyelesaian kisruh di antara KPK dan Polri.
"Publik tidak perlu memaksa Jokowi mendukung salah satu pihak. Jokowi berada pada posisi menyelamatkan kedua lembaga penegak hukum ini. Persoalan ini dapat diselesaikan secara hukum," katanya.
Jokowi, tuturnya, berada pada posisi penengah untuk menyelamatkan dua lembaga ini. Menurutnya, kasus Komjen Pol Budi Gunawan dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto diserahkan penyelesaiannya pada hukum.
"Jokowi sudah bagus, memanggil KPK dan Polri untuk tidak mengedepankan ego institusi dan tetap taat pada hukum," katanya.
Penulis: Yustinus Paat/LIS
Pasar Modal Indonesia Jadi Incaran Investor Jepang dan Eropa
Jakarta - Dana investor asing masih akan mengalir deras ke bursa saham Indonesia. Nilai transaksi beli bersih (net buy) saham diperkirakan mencapai Rp 30 – 40 triliun tahun ini atau di atas rata-rata net buy dalam enam tahun terakhir sekitar Rp 20 triliun. Adapun net buy investor asing tahun lalu mencapai Rp 44 triliun.
Derasnya capital inflow akan dipicu oleh realisasi program infrastruktur, dukungan modal pemerintah kepada BUMN, bertambahnya jumlah saham beredar, serta margin yang tinggi. Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat (Fed Funds Rate/FFR) bisa menjadi hambatan masuknya dana asing. Selain itu, politik dalam negeri juga menjadi tantangan tersendiri.
Pada perdagangan Rabu (21/1), investor asing membukukan net buy sebesar Rp 218 miliar. Namun, sejak awal Januari 2015, asing masih membukukan transaksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 2,67 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan mengatakan, potensi net buy hingga Rp 40 triliun dapat tercapai, jika ada peningkatan kinerja program-program pemerintah. Iklim investasi dan bisnis harus kondusif, sehingga meningkatkan kepercayaan investor.
“Yang menjadi masalah, masih ada kekhawatiran tentang sejumlah kebijakan terutama terkait BBM, sehingga pemodal masih mencatatkan net sell pada awal tahun ini,” kata Haryajid kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu.
Dia mengungkapkan, para fund manager asing masih menerapkan sikat wait and see sebelum menginvestasikan dana di negara-negara tertentu. Jika kecemasan terhadap pemerintah terus berlanjut, maka potensi net buy akan menjadi Rp 20 – 30 triliun.
Meski begitu, pasar saham Indonesia secara umum masih sangat menarik. Haryajid memprediksi, ada empat sektor yang akan menjadi incaran tahun ini, yakni barang konsumsi atau consumer goods, infrastruktur, perbankan, dan properti.
Saham-saham sektor barang konsumsi diperkirakan dapat naik di atas 20 persen pada 2015, saham sektor infrastruktur sekitar 25 persen, perbankan 20 persen, sedangkan properti 15 persen.
“Khusus sektor properti, demand diprediksi masih akan menanjak meski telah mengalami peningkatan cukup tinggi. Namun, perlu diingat bahwa risiko masih tetap ada,” imbuh Haryajid.
Investor Jepang-Eropa
Secara terpisah, analis Pefindo Guntur Hariyanto mengatakan, net buy investor asing berpotensi berada pada kisaran Rp 25 – 30 triliun hingga akhir tahun ini. Menurut dia, potensi net buy untuk bisa menyamai realisasi tahun lalu sangat kecil.
“Kenaikan pada 2014 sangat istimewa karena ada sentimen politik. Indonesia juga diuntungkan karena daya kompetisi negara-negara lain sedang melemah sepanjang tahun lalu,” ucap Guntur.
Tahun ini, kata Guntur, Indonesia harus lebih berkompetisi menghadapi negara-negara lain, khususnya Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Eropa. Bank-bank sentral Jepang dan Eropa mulai memberikan stimulus bagi perekonomian negara masing-masing, sehingga berpotensi mengalihkan dana ke Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga harus menghadapi tantangan kenaikan suku bunga The Fed, bank sentral AS. Kenaikan tingkat suku bunga The Fed diyakini akan terjadi pada pertengahan 2015. Jika hal itu terjadi, dana asing investor AS berpotensi teralihkan dari Indonesia.
“Namun, potensi capital outflow dana investor AS masih akan diimbangi oleh inflow dari pemodal asal Eropa dan Jepang. Dana dari dua kawasan ini juga bisa masuk ke obligasi maupun investasi langsung,” kata dia.
Pada saat yang sama, investor juga masih mengamati perkembangan risiko politik di Indonesia. Gesekan antara pemerintah dan partai politik dalam mengimplementasikan program-program yang sudah dicanangkan dapat memengaruhi keputusan berinvestasi para pemodal.
Meski dihadapkan dengan berbagai tantangan, kata Guntur, pasar modal Indonesia diperkirakan tetap lebih bergairah. Pasalnya, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk menjadikan pasar modal dalam negeri lebih menarik.
Salah satu langkah yang akan ditempuh pemerintah yakni dengan membentuk perizinan terpadu satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal ini akan menambah kenyaman investor dalam melakukan kegiatan investasi.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan suntikan modal hingga Rp 75 triliun kepada BUMN. Akibatnya, kapitalisasi perusahaan-perusahaan tersebut akan bertambah besar, sehingga dapat meramaikan perdagangan.
Sepanjang tahun ini, Guntur menyarankan investor melirik sektor-sektor infrastruktur, konstruksi, properti, serta maritim. Guntur juga merekomendasikan sektor perbankan, baik swasta maupun BUMN.
“Pertumbuhan saham-saham di sektor tersebut berpotensi sama dengan tahun lalu, yaitu sekitar 30 – 40 persen, bahkan lebih,” ujar dia.
Untuk sektor maritim, Guntur menyarankan saham-saham TMAS, SMDR, HITS. Sedangkan infrastruktur PGAS, JSMR, TBIG, TOWR, ISAT, EXCL. Adapun saham konstruksi adalah WIKA, PTPP, ADHI, TOTL, NRCA, DGIK.
Secara terpisah, analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, kunci net buy asing ada di pemerintah. Menurut Hans, kebijakan Pemerintah Jokowi mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk sektor yang lebih produktif menjadi sentimen yang mendorong investor asing masuk ke bursa saham Indonesia. “Hal tersebut menimbulkan optimisme investor asing,” kata dia.
Selain mengalihkan subsidi BBM, berkurangnya risiko fiskal dari fluktuasi harga BBM karena kebijakan tersebut menjadi faktor lain yang menumbuhkan optimisme investor asing. Oleh sebab itu, trigger masuknya investor asing ke pasar Indonesia adalah pertumbuhan infrastruktur Indonesia.
Hans melanjutkan, pemerintah juga harus mampu membuat investasi langsung menjadi menarik untuk asing. Menariknya investasi langsung di Indonesia bakal membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi bagus.
“Hal tersebut juga bakal menarik investor asing berinvestasi dalam bentuk portofolio di Indonesia,” kata dia. Hans memperkirakan capital inflow tahun ini berkisar Rp 15 triliun sampai Rp 20 triliun.
Hans melanjutkan, saham-saham yang bakal diburu asing pada tahun ini bakal banyak berasal dari badan usaha milik negara (BUMN) di sektor yang diuntungkan oleh program Pemerintahan Jokowi, yaitu konstruksi. “ADHI, WIKA, dan PTPP diuntungkan oleh program Jokowi,” ucap Hans.
Sektor yang berkaitan dengan konstruksi juga bakal banyak dibidik oleh investor asing, salah satunya adalah saham JSMR.
Sementara itu, analis PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengungapkan, minimal masuknya dana asing ke bursa saham Indonesia pada tahun ini adalah Rp 30 triliun – Rp 40 triliun. Namun, saat ini pasar masih gamang terhadap tim ekonomi Jokowi. “Oleh sebab itu dari awal Januari hingga sekarang net sell tercatat Rp 2,7 triliun,” ungkapnya.
Satrio melanjutkan, kinerja pemerintahan Jokowi diperkirakan bakal mulai tampak pada kuartal II atau III tahun ini. Oleh sebab itu, dana asing bakal mulai banyak masuk pada semester II-2015.
Menurut Satrio, investor asing diperkirakan banyak masuk ke sektor-sektor yang menjadi fokus pemerintahan Jokowi, yaitu konstruksi, infrastruktur, dan perbankan. Ketiga sektor tersebut diperkirakan menjadi penggerak IHSG pada tahun ini, terutama sektor konstruksi.
Saham yang bakal diborong oleh asing dari sektor konstruksi adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). Satrio memprediksi hingga akhir tahun saham WIKA bakal mencapai level Rp 5.000 – 5.400.
Dari sektor perbankan, saham yang bakal dibeli asing antara lain saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dengan target harga hingga akhir tahun ini adalah sebesar Rp 13.500 – Rp 14.000. Untuk sektor infrastruktur, asing akan mengincar saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Menurut Satrio, sektor konsumsi dan ritel diperkirakan bakal berkinerja bagus dan dibidik oleh investor asing, seperti UNVR, ICBP, ASII, dan MAPI. Namun, sektor barang konsumsi dan ritel bakal berkinerja bagus selepas kuartal II tahun ini, terkait dengan perayaan hari besar seperti Lebaran dan Natal.
Bergeser
Sementara itu, Kepala Riset CIMB Securities Erwan Teguh dalam risetnya, mengungkapkan, di tengah keraguan apakah pemerintah bisa menghabiskan dana dari pengalihan subsidi BBM, arah portofolio mulai bergesar karena saham-saham siklus lebih defensif.
“Dalam jangka pendek, likuiditas perbankan akan menguntungkan sektor otomotif, properti, dan bank-bank yang lebih kecil. Dalam jangka menengah, peran infrastruktur tetap didukung oleh pertumbuhan yang kuat. Untuk jangka panjang, konsumsi masyarakat tetap bertumbuh secara struktural,” jelas Erwan.
Ia melanjutkan, likuiditas bisa diperbaiki, jika pemerintah dapat menggunakan dana dengan konsisten. Jika pengalihan subsidi diadang oleh polemik politik, defisit anggaran bisa di bawah 1 persen dari PDB.
Erwan menambahkan, dalam jangka pendek, perbaikan likuiditas akan menguntungkan sektor yang sebelumnya terkena dampak likuiditas ketat, terutama properti. “Properti akan semakin sukses pada 2015. Harga saham masuk dalam tren menguat, tetapi butuh lebih banyak valuasi dan momentum,” jelas dia.
Selain itu, saham infrastruktur juga masih menggoda, karena pertumbuhan yang tinggi. Di sisi lain, pasar yang dipengaruhi konsumsi kelas menengah akan mendapatkan keuntungan lebih di bawah Pemerintahan Jokowi. Beberapa saham yang bisa diperhatikan adalah TLKM, KLBF dan INTP.
Derasnya capital inflow akan dipicu oleh realisasi program infrastruktur, dukungan modal pemerintah kepada BUMN, bertambahnya jumlah saham beredar, serta margin yang tinggi. Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat (Fed Funds Rate/FFR) bisa menjadi hambatan masuknya dana asing. Selain itu, politik dalam negeri juga menjadi tantangan tersendiri.
Pada perdagangan Rabu (21/1), investor asing membukukan net buy sebesar Rp 218 miliar. Namun, sejak awal Januari 2015, asing masih membukukan transaksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 2,67 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan mengatakan, potensi net buy hingga Rp 40 triliun dapat tercapai, jika ada peningkatan kinerja program-program pemerintah. Iklim investasi dan bisnis harus kondusif, sehingga meningkatkan kepercayaan investor.
“Yang menjadi masalah, masih ada kekhawatiran tentang sejumlah kebijakan terutama terkait BBM, sehingga pemodal masih mencatatkan net sell pada awal tahun ini,” kata Haryajid kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu.
Dia mengungkapkan, para fund manager asing masih menerapkan sikat wait and see sebelum menginvestasikan dana di negara-negara tertentu. Jika kecemasan terhadap pemerintah terus berlanjut, maka potensi net buy akan menjadi Rp 20 – 30 triliun.
Meski begitu, pasar saham Indonesia secara umum masih sangat menarik. Haryajid memprediksi, ada empat sektor yang akan menjadi incaran tahun ini, yakni barang konsumsi atau consumer goods, infrastruktur, perbankan, dan properti.
Saham-saham sektor barang konsumsi diperkirakan dapat naik di atas 20 persen pada 2015, saham sektor infrastruktur sekitar 25 persen, perbankan 20 persen, sedangkan properti 15 persen.
“Khusus sektor properti, demand diprediksi masih akan menanjak meski telah mengalami peningkatan cukup tinggi. Namun, perlu diingat bahwa risiko masih tetap ada,” imbuh Haryajid.
Investor Jepang-Eropa
Secara terpisah, analis Pefindo Guntur Hariyanto mengatakan, net buy investor asing berpotensi berada pada kisaran Rp 25 – 30 triliun hingga akhir tahun ini. Menurut dia, potensi net buy untuk bisa menyamai realisasi tahun lalu sangat kecil.
“Kenaikan pada 2014 sangat istimewa karena ada sentimen politik. Indonesia juga diuntungkan karena daya kompetisi negara-negara lain sedang melemah sepanjang tahun lalu,” ucap Guntur.
Tahun ini, kata Guntur, Indonesia harus lebih berkompetisi menghadapi negara-negara lain, khususnya Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Eropa. Bank-bank sentral Jepang dan Eropa mulai memberikan stimulus bagi perekonomian negara masing-masing, sehingga berpotensi mengalihkan dana ke Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga harus menghadapi tantangan kenaikan suku bunga The Fed, bank sentral AS. Kenaikan tingkat suku bunga The Fed diyakini akan terjadi pada pertengahan 2015. Jika hal itu terjadi, dana asing investor AS berpotensi teralihkan dari Indonesia.
“Namun, potensi capital outflow dana investor AS masih akan diimbangi oleh inflow dari pemodal asal Eropa dan Jepang. Dana dari dua kawasan ini juga bisa masuk ke obligasi maupun investasi langsung,” kata dia.
Pada saat yang sama, investor juga masih mengamati perkembangan risiko politik di Indonesia. Gesekan antara pemerintah dan partai politik dalam mengimplementasikan program-program yang sudah dicanangkan dapat memengaruhi keputusan berinvestasi para pemodal.
Meski dihadapkan dengan berbagai tantangan, kata Guntur, pasar modal Indonesia diperkirakan tetap lebih bergairah. Pasalnya, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk menjadikan pasar modal dalam negeri lebih menarik.
Salah satu langkah yang akan ditempuh pemerintah yakni dengan membentuk perizinan terpadu satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal ini akan menambah kenyaman investor dalam melakukan kegiatan investasi.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan suntikan modal hingga Rp 75 triliun kepada BUMN. Akibatnya, kapitalisasi perusahaan-perusahaan tersebut akan bertambah besar, sehingga dapat meramaikan perdagangan.
Sepanjang tahun ini, Guntur menyarankan investor melirik sektor-sektor infrastruktur, konstruksi, properti, serta maritim. Guntur juga merekomendasikan sektor perbankan, baik swasta maupun BUMN.
“Pertumbuhan saham-saham di sektor tersebut berpotensi sama dengan tahun lalu, yaitu sekitar 30 – 40 persen, bahkan lebih,” ujar dia.
Untuk sektor maritim, Guntur menyarankan saham-saham TMAS, SMDR, HITS. Sedangkan infrastruktur PGAS, JSMR, TBIG, TOWR, ISAT, EXCL. Adapun saham konstruksi adalah WIKA, PTPP, ADHI, TOTL, NRCA, DGIK.
Secara terpisah, analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, kunci net buy asing ada di pemerintah. Menurut Hans, kebijakan Pemerintah Jokowi mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk sektor yang lebih produktif menjadi sentimen yang mendorong investor asing masuk ke bursa saham Indonesia. “Hal tersebut menimbulkan optimisme investor asing,” kata dia.
Selain mengalihkan subsidi BBM, berkurangnya risiko fiskal dari fluktuasi harga BBM karena kebijakan tersebut menjadi faktor lain yang menumbuhkan optimisme investor asing. Oleh sebab itu, trigger masuknya investor asing ke pasar Indonesia adalah pertumbuhan infrastruktur Indonesia.
Hans melanjutkan, pemerintah juga harus mampu membuat investasi langsung menjadi menarik untuk asing. Menariknya investasi langsung di Indonesia bakal membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi bagus.
“Hal tersebut juga bakal menarik investor asing berinvestasi dalam bentuk portofolio di Indonesia,” kata dia. Hans memperkirakan capital inflow tahun ini berkisar Rp 15 triliun sampai Rp 20 triliun.
Hans melanjutkan, saham-saham yang bakal diburu asing pada tahun ini bakal banyak berasal dari badan usaha milik negara (BUMN) di sektor yang diuntungkan oleh program Pemerintahan Jokowi, yaitu konstruksi. “ADHI, WIKA, dan PTPP diuntungkan oleh program Jokowi,” ucap Hans.
Sektor yang berkaitan dengan konstruksi juga bakal banyak dibidik oleh investor asing, salah satunya adalah saham JSMR.
Sementara itu, analis PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengungapkan, minimal masuknya dana asing ke bursa saham Indonesia pada tahun ini adalah Rp 30 triliun – Rp 40 triliun. Namun, saat ini pasar masih gamang terhadap tim ekonomi Jokowi. “Oleh sebab itu dari awal Januari hingga sekarang net sell tercatat Rp 2,7 triliun,” ungkapnya.
Satrio melanjutkan, kinerja pemerintahan Jokowi diperkirakan bakal mulai tampak pada kuartal II atau III tahun ini. Oleh sebab itu, dana asing bakal mulai banyak masuk pada semester II-2015.
Menurut Satrio, investor asing diperkirakan banyak masuk ke sektor-sektor yang menjadi fokus pemerintahan Jokowi, yaitu konstruksi, infrastruktur, dan perbankan. Ketiga sektor tersebut diperkirakan menjadi penggerak IHSG pada tahun ini, terutama sektor konstruksi.
Saham yang bakal diborong oleh asing dari sektor konstruksi adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). Satrio memprediksi hingga akhir tahun saham WIKA bakal mencapai level Rp 5.000 – 5.400.
Dari sektor perbankan, saham yang bakal dibeli asing antara lain saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dengan target harga hingga akhir tahun ini adalah sebesar Rp 13.500 – Rp 14.000. Untuk sektor infrastruktur, asing akan mengincar saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Menurut Satrio, sektor konsumsi dan ritel diperkirakan bakal berkinerja bagus dan dibidik oleh investor asing, seperti UNVR, ICBP, ASII, dan MAPI. Namun, sektor barang konsumsi dan ritel bakal berkinerja bagus selepas kuartal II tahun ini, terkait dengan perayaan hari besar seperti Lebaran dan Natal.
Bergeser
Sementara itu, Kepala Riset CIMB Securities Erwan Teguh dalam risetnya, mengungkapkan, di tengah keraguan apakah pemerintah bisa menghabiskan dana dari pengalihan subsidi BBM, arah portofolio mulai bergesar karena saham-saham siklus lebih defensif.
“Dalam jangka pendek, likuiditas perbankan akan menguntungkan sektor otomotif, properti, dan bank-bank yang lebih kecil. Dalam jangka menengah, peran infrastruktur tetap didukung oleh pertumbuhan yang kuat. Untuk jangka panjang, konsumsi masyarakat tetap bertumbuh secara struktural,” jelas Erwan.
Ia melanjutkan, likuiditas bisa diperbaiki, jika pemerintah dapat menggunakan dana dengan konsisten. Jika pengalihan subsidi diadang oleh polemik politik, defisit anggaran bisa di bawah 1 persen dari PDB.
Erwan menambahkan, dalam jangka pendek, perbaikan likuiditas akan menguntungkan sektor yang sebelumnya terkena dampak likuiditas ketat, terutama properti. “Properti akan semakin sukses pada 2015. Harga saham masuk dalam tren menguat, tetapi butuh lebih banyak valuasi dan momentum,” jelas dia.
Selain itu, saham infrastruktur juga masih menggoda, karena pertumbuhan yang tinggi. Di sisi lain, pasar yang dipengaruhi konsumsi kelas menengah akan mendapatkan keuntungan lebih di bawah Pemerintahan Jokowi. Beberapa saham yang bisa diperhatikan adalah TLKM, KLBF dan INTP.
Penulis: TIM/FIK/JM/FMB
Sumber:Investor Daily
JAKARTA. Pasar saham berpotensi memecahkan rekor lagi. Stimulus Bank Sentral Eropa (ECB) mendorong aliran dana masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Sentimen positif ini pula yang menopang pasar saham lokal, pekan lalu. Jumat (23/1), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 1,35% dan mencapai rekor tertinggi di 5.323,88.
Kepala Riset First Asia Capital David N Sutyanto menilai, stimulus ECB menyebabkan pasar keuangan global banjir likuiditas. "Sepekan, asing mencatat pembelian bersih Rp 538 miliar, setelah pekan sebelumnya keluar Rp 2 triliun," jelasnya.
Lonjakan IHSG sejalan tren penguatan pasar global, terutama emerging market. Indeks MSCI Emerging Market naik 3,5% sepekan.
Analis Woori Korindo Securities Reza Priyambada menilai, pasar belum mengkhawatirkan perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Reza dan David menduga, kenaikan IHSG hari ini terbatas karena dibayangi profit taking.
Prediksi Reza, IHSG bergerak antara 5.265-5.300. Proyeksi David, indeks saham bergerak antara 5.270-5.350.
Editor: Barratut Taqiyyah
JAKARTA. Gesekan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri kembali terjadi. Ibarat film, sekuel ketiga Cecak versus Buaya ini turut menyedot perhatian publik, termasuk pelaku pasar modal Indonesia.
Sejumlah analis yang dihubungi KONTAN berkeyakinan, konflik antara KPK dan Polri tak mempengaruhi pasar modal. Paling tidak, konflik dua lembaga itu belum mengganggu ekonomi lokal. Setidaknya gambaran itu masih tecermin dari pergerakan pasar saham. Jumat (23/1), saat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap aparat Bareskrim Polri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menembus rekor baru, yakni naik 1,35% menjadi 5.323,89.
Bahkan hari itu juga, investor asing mencatatkan net buy Rp 1,6 triliun. Tapi memang, saat konflik KPK dan Polri memanas, pasar saham tengah kedatangan dewa penolong dari luar negeri. Pasar masih sumringah, setelah Bank Sentral Eropa alias European Central Bank (ECB) meluncurkan stimulus € 1,1 triliun mulai Maret 2015 sampai September 2016. Selain melalui perbankan, stimulus juga mengalir melalui pembelian obligasi negara senilai € 60 miliar per bulan. Lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya, yakni € 50 miliar per bulan.
Managing Director Investa Saran Mandiri, Jhon Veter menjelaskan, selain terkait kinerja para emiten, investor lebih mencermati suku bunga dan keamanan dalam negeri. Persoalan KPK vs Polri bakal menekan pasar jika situasi makin meruncing, memicu konflik lebih luas dan menyebabkan gangguan keamanan.
Sejauh ini, Veter tak melihat konflik antara KPK dan Polri akan mengancam keamanan dalam negeri. "Keamanan akan terancam jika terjadi kerusuhan, perang atau pemberontakan," tutur dia, kemarin.
Berdasarkan catatan KONTAN, tahun 2009, gesekan KPK versus Polri juga pernah terjadi dan menyeret dua pimpinan KPK kala itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Saat konflik berlangsung antara April-November 2009, pasar modal masih positif. Bahkan selama tahun 2009, IHSG naik 86,98%.
Kepala Riset Mandiri Sekuritas, John Daniel Rachmat bilang, saat ini laju IHSG dipengaruhi berbagai faktor. Di saat politik domestik bermasalah, pasar sedang bergembira atas agenda stimulus ECB. "Ketika euforia stimulus habis, faktor politik bisa mencuat," ungkap Rachmat.
Menurut Kepala Riset First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto tantangan pasar modal adalah ekonomi global. Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia. Hingga akhir tahun, prediksi Veter dan Rachmat, IHSG berakhir di posisi 6.350. Prediksi David, IHSG berakhir 5.850, akhir tahun nanti.
Editor: Barratut Taqiyyah
Komentar
Posting Komentar