JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini sepertinya berpotensi kembali ke zona merah. Pada perdagangan Kamis (5/3), IHSG ditutup menguat tipis 0,05% ke level 5.450,95. "Penguatan kemarin didukung oleh investor lokal yang mulai berbelanja," ungkap Krishna D Setiawan, Analis Lautandhan Securindo ke KONTAN.
Investor lokal masih tetap melakukan aksi profit taking, tapi jumlahnya tak sebesar hari-hari sebelumnya. Kemarin terjadi net sell sekitar Rp 208,2 miliar. Hal tersebut masih wajar lantaran, sejak bulan lalu investor asing baru mencatatkan aksi net sell sebanyak dua kali. Aksi pertama pada 18 Februari lalu, senilai Rp 380 miliar.
"Lagipula, jumlah net sell tak terlalu besar," ujar Krishna. Menurutnya, dari sisi teknikal, sudah ada beberapa indikator yang overbought. Sehingga ia memperkirakan hari ini IHSG berpeluang kembali turun di kisaran 5.435-5.476.
Sementara Achmad Yaki Yamani, Analis Sucorinvest Central Gani, mengutarakan argumen berbeda. Hari ini sentimen yang mempengaruhi laju indeks saham cenderung positif. Seperti menjelang pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB) yang membahas detail program quantitative easing.
Pertemuan itu juga akan memprediksi pertumbuhaan ekonomi dan inflasi hingga tahun 2017 mendatang. Kenaikan harga minyak juga akan berdampak positif ke IHSG. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor itu, Yaki memperkirakan IHSG hari ini bergerak berfluktuasi menguat di 5.434-5.485.
Editor: Barratut Taqiyyah
Jakarta -Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot menyentuh level Rp 13.000. Biasanya, anjloknya rupiah ini juga membuat pasar saham jeblok.
Tapi hari ini yang terjadi lain dari biasanya, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) malah kinclong dan mendekati rekor baru.
"Pelemahan rupiah dikompensasi kenaikan ekspor, menurunkan permintaan dolar dan menaikkan permintaan rupiah. Berbeda saat 2004 dan 2013 di mana defisit besar. Jadi ke market dampak tidak terlalu berpengaruh. Meskipun Rp 13.000, pasar nggak shock," kata Analis PT Buana Capital Alfred Nainggolan kepada detikFinance, Kamis (5/3/2015).
Ia mengatakan, aksi beli di lantai bursa masih marak terjadi di tengah melemahnya nilai tukar rupiah, Investor domestik yang paling getol berburu saham.
Menurutnya, fundamental makro Indonesia masih baik dan optimis tidak akan banyak terpengaruh. Apalagi, kata dia, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 700 juta di Januari 2015.
Sehingga dampak penguatan dolar AS ke pasar saham tidak terlalu besar. Bahkan, kata Alfred, angka surplus ini bisa menekan dolar kembali di bawah Rp 13.000.
Ia meramal, jika di bulan Februari 2015 surplus terus berlanjut, maka ia meyakini dolar AS bisa kembali ke level Rp 12.500. Dolar AS yang melambung tinggi seperti sekarang ini diakibatkan faktor psikologis terkait rencana bank sentral AS menaikkan tingkat suku bunga.
"Januari masih surplus neraca perdagangan. Kalau Februari surplus bisa menguat ke Rp 12.500. Ada psikologis rencana The Fed, wajar rupiah melemah," tandasnya.
Jelang penutupan perdagangan sore ini, IHSG berada di level 5.461,947 setelah naik 13,599 poin (0,25%). Posisi tertinggi IHSG hari ini ada di level 5.476,626.
Komentar
Posting Komentar