JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
longsor pada perdagangan Senin (27/4) ini. Pada perdagangan sesi
pertama, IHSG anjlok 2,7% atau 143,56 poin menjadi 5.291,79.
Pelemahan IHSG pada hari ini, lebih besar dibandingkan dengan penurunan indeks dalam satu minggu yang sebesar 2,26% dan penurunan bulanan yang sebesar 1,49%.
Sampai sesi I, seluruh sektor memerah. Pelemahan indeks dipimpin oleh sektor pertanian sebesar 5,79%. Diikuti sektor keuangan 4,14%, industri aneka 3,98%, infrastruktur 2,51%, pertambangan 2,39%, industri dasar 2,08%, konstruksi 2,04%.
Sektor manufaktur juga melemah 1,98%, perdagangan 1,38%, dan sektor barang konsumen 0,95%. Tercatat sebanyak 30 saham menguat, 283 saham melemah dan 39 saham tidak bergerak. Total volume perdagangan saham yang terjadi sebanyak 4,67 miliar lots senilai Rp 5,12 triliun.
Anjloknya indeks terjadi seiring dengan kaburnya investor asing di pasar modal dalam negeri. Tercatat investor asing melakukan aksi jual saham sebesar Rp 1,9 triliun dan aksi beli saham sebesar Rp 877,8 miliar. Itu berarti net sell investor asing mencapai lebih dari Rp 1 triliun, hari ini saja.
Pelemahan IHSG pada hari ini, lebih besar dibandingkan dengan penurunan indeks dalam satu minggu yang sebesar 2,26% dan penurunan bulanan yang sebesar 1,49%.
Sampai sesi I, seluruh sektor memerah. Pelemahan indeks dipimpin oleh sektor pertanian sebesar 5,79%. Diikuti sektor keuangan 4,14%, industri aneka 3,98%, infrastruktur 2,51%, pertambangan 2,39%, industri dasar 2,08%, konstruksi 2,04%.
Sektor manufaktur juga melemah 1,98%, perdagangan 1,38%, dan sektor barang konsumen 0,95%. Tercatat sebanyak 30 saham menguat, 283 saham melemah dan 39 saham tidak bergerak. Total volume perdagangan saham yang terjadi sebanyak 4,67 miliar lots senilai Rp 5,12 triliun.
Anjloknya indeks terjadi seiring dengan kaburnya investor asing di pasar modal dalam negeri. Tercatat investor asing melakukan aksi jual saham sebesar Rp 1,9 triliun dan aksi beli saham sebesar Rp 877,8 miliar. Itu berarti net sell investor asing mencapai lebih dari Rp 1 triliun, hari ini saja.
Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Di akhir tahun lalu dan awal tahun
ini banyak analis yang sangat optimistis melihat kondisi perekonomian
Indonesia. Pemerintahan yang baru sepertinya berhasil meyakinkan pasar,
bahwa mereka berkomitmen bekerja memperbaiki infrastruktur dan
perekonomian negeri ini. Tapi ternyata setelah berjalan satu kuartal di
tahun 2015, pemerintahan banyak direpotkan oleh berbagai masalah
politik, korupsi, dan kolusi.
Beberapa analis mulai berpikir ulang untuk melakukan beberapa revisi prediksi, salah satunya adalah Aldian Taloputra Head of Economic Research Mandiri Sekuritas. Menurut Aldian, perekonomian Indonesia akan sulit tumbuh seperti proyeksi awalnya di 5,3%. Penurunan investment spending dan target penerimaan pajak yang terlalu tinggi. Akibatnya, perekonomian Indonesia hanya akan bisa tumbuh 4,9%.
Penjualan-penjualan di kuartal 1 memang lemah. Terjadi penurunan penjualan roda 4 sebesar 14% untuk menjadi 282.568 unit, roda 2 turun 18% untuk menjadi 1.621.000 unit, semen turun 3,2%, dan toko-toko ritel pun banyak menderita penurunan penjualan.
Selain itu, kemungkinan kabar buruk dari S&P. Sebelumnya banyak investor berharap S&P akan menaikkan peringkat Indonesia. Pemerintah Indonesia dilihat banyak orang sudah berhasil memperbaiki struktur anggarannya, salah satu yang cukup drastis adalah dengan menghapus subsidi BBM. “Harapannya outlooknya dulu akan naik dari stabil menjadi positif. Tapi kelihatannya sih mungkin tidak, mereka masih akan tetap netral,” tutur John Rachmat Head of Equity Research Mandiri Sekuritas.
Kekhawatiran itu bisa dilihat di perdagangan saham Senin (27/4). IHSG langsung melorot turun pada waktu dibuka pagi dan mendarat di 5288.556 atau turun 146,79 poin. Saham-saham blue chip pun berguguran harganya.
Memang bukan semuanya kabar buruk. Menurut John, ketakutan pasar modal di seluruh dunia untuk kemungkinan naiknya Fed Fund Rate, sepertinya sudah jauh berkurang. Dari pertemuan para petinggi bank sentral AS, banyak analisis yang melihat kenaikan suku bunga The Fed kemungkinan baru akan terjadi tahun depan.
“Jadi saya pikir pasar saham kita akan naik dalam 3-4 bulan mendatang didorong rupiahnya yang lebih stabil,” terang John. Rupiah dan hampir semua mata uang dunia memang akan lebih stabil kalau pasar percaya The Fed tidak akan segera menaikkan suku bunganya. Menurut John, kalau rupiah bergerak stabil di kisaran Rp 12.800-13.000, investor asing sudah cukup nyaman untuk tetap masuk ke pasar Indonesia.
Kalau rupiah bisa stabil, Indonesia masih sangat atraktif untuk investor asing. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu sebesar 5,1% sudah dua kali lipat dibandingkan Thailand yang hanya 2,3%,” terang John. Sementara kalau dilihat kenaikan indeks pasar saham sepanjang tahun ini, kenaikan Thailand sudah 26,6% dibandingkan Indonesia yang hanya 20,7%. Jadi asalkan rupiah bisa stabil Indonesia masih akan bisa menarik investor-investor asing.
Jadi Mandiri Sekuritas memperkirakan IHSG akan melambung ke 5.800 pada Juli-Agustus dan kembali ke 5.450 di Desember mendatang.
Beberapa saham yang menjadi pilihan Mandiri Sekuritas dengan masing-masing target harganya:
BBRI (Bank Rakyat Indonesia) Rp 13.500, BDMN (Bank Danamon) Rp 4.600, SMRA (Summarecon Agung) Rp 2.000, LPCK (Lippo Cikarang) Rp 12.300, WIKA (Wijaya Karya) Rp 4.000, TLKM (Telekomunikasi Indonesia) Rp 2.900, ULTJ (Ultra Jaya Milk) Rp 5.100, TBIG (Tower Bersama) Rp 10.800, dan WTON (Wika Beton) Rp 1.600.
Beberapa analis mulai berpikir ulang untuk melakukan beberapa revisi prediksi, salah satunya adalah Aldian Taloputra Head of Economic Research Mandiri Sekuritas. Menurut Aldian, perekonomian Indonesia akan sulit tumbuh seperti proyeksi awalnya di 5,3%. Penurunan investment spending dan target penerimaan pajak yang terlalu tinggi. Akibatnya, perekonomian Indonesia hanya akan bisa tumbuh 4,9%.
Penjualan-penjualan di kuartal 1 memang lemah. Terjadi penurunan penjualan roda 4 sebesar 14% untuk menjadi 282.568 unit, roda 2 turun 18% untuk menjadi 1.621.000 unit, semen turun 3,2%, dan toko-toko ritel pun banyak menderita penurunan penjualan.
Selain itu, kemungkinan kabar buruk dari S&P. Sebelumnya banyak investor berharap S&P akan menaikkan peringkat Indonesia. Pemerintah Indonesia dilihat banyak orang sudah berhasil memperbaiki struktur anggarannya, salah satu yang cukup drastis adalah dengan menghapus subsidi BBM. “Harapannya outlooknya dulu akan naik dari stabil menjadi positif. Tapi kelihatannya sih mungkin tidak, mereka masih akan tetap netral,” tutur John Rachmat Head of Equity Research Mandiri Sekuritas.
Kekhawatiran itu bisa dilihat di perdagangan saham Senin (27/4). IHSG langsung melorot turun pada waktu dibuka pagi dan mendarat di 5288.556 atau turun 146,79 poin. Saham-saham blue chip pun berguguran harganya.
Memang bukan semuanya kabar buruk. Menurut John, ketakutan pasar modal di seluruh dunia untuk kemungkinan naiknya Fed Fund Rate, sepertinya sudah jauh berkurang. Dari pertemuan para petinggi bank sentral AS, banyak analisis yang melihat kenaikan suku bunga The Fed kemungkinan baru akan terjadi tahun depan.
“Jadi saya pikir pasar saham kita akan naik dalam 3-4 bulan mendatang didorong rupiahnya yang lebih stabil,” terang John. Rupiah dan hampir semua mata uang dunia memang akan lebih stabil kalau pasar percaya The Fed tidak akan segera menaikkan suku bunganya. Menurut John, kalau rupiah bergerak stabil di kisaran Rp 12.800-13.000, investor asing sudah cukup nyaman untuk tetap masuk ke pasar Indonesia.
Kalau rupiah bisa stabil, Indonesia masih sangat atraktif untuk investor asing. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu sebesar 5,1% sudah dua kali lipat dibandingkan Thailand yang hanya 2,3%,” terang John. Sementara kalau dilihat kenaikan indeks pasar saham sepanjang tahun ini, kenaikan Thailand sudah 26,6% dibandingkan Indonesia yang hanya 20,7%. Jadi asalkan rupiah bisa stabil Indonesia masih akan bisa menarik investor-investor asing.
Jadi Mandiri Sekuritas memperkirakan IHSG akan melambung ke 5.800 pada Juli-Agustus dan kembali ke 5.450 di Desember mendatang.
Beberapa saham yang menjadi pilihan Mandiri Sekuritas dengan masing-masing target harganya:
BBRI (Bank Rakyat Indonesia) Rp 13.500, BDMN (Bank Danamon) Rp 4.600, SMRA (Summarecon Agung) Rp 2.000, LPCK (Lippo Cikarang) Rp 12.300, WIKA (Wijaya Karya) Rp 4.000, TLKM (Telekomunikasi Indonesia) Rp 2.900, ULTJ (Ultra Jaya Milk) Rp 5.100, TBIG (Tower Bersama) Rp 10.800, dan WTON (Wika Beton) Rp 1.600.
Editor: Djumyati Partawidjaja
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
anjlok dan mengukir pelemahan terdalam selama enam bulan terakhir.
Anjloknya indeks saham terjadi seiring dengan melemahnya ekonomi yang
membuat kinerja perusahaan memburuk.
Portfolio manager PT Sinarmas Asset Management Jeffrosenberg Tan, seperti dikutip Bloomberg mengatakan, investor menyesuaikan kenyataan bahwa ekonomi Indonesia memang dalam tren penurunan. "Kami telah memangkas portofolio sejumlah saham," katanya, Senin (27/4).
Seperti diketahui IHSG longsor pada perdagangan Senin (27/4). Sampai sesi pertama, IHSG anjlok 2,7% atau 143,56 poin menjadi 5.291,79.
Seluruh sektor memerah. Pelemahan indeks dipimpin oleh sektor pertanian sebesar 5,79%. Diikuti sektor keuangan 4,14%, industri aneka 3,98%, infrastruktur 2,51%, pertambangan 2,39%, industri dasar 2,08%, konstruksi 2,04%.
Sektor manufaktur juga melemah 1,98%, perdagangan 1,38%, dan sektor barang konsumen 0,95%. Tercatat sebanyak 30 saham menguat, 283 saham melemah dan 39 saham tidak bergerak. Total volume perdagangan saham yang terjadi sebanyak 4,67 miliar lots senilai Rp 5,12 triliun.
Anjloknya indeks terjadi seiring kaburnya investor asing di pasar modal dalam negeri. Tercatat investor asing melakukan aksi jual saham sebesar Rp 1,9 triliun dan aksi beli saham sebesar Rp 877,8 miliar. Itu berarti net sell investor asing mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Portfolio manager PT Sinarmas Asset Management Jeffrosenberg Tan, seperti dikutip Bloomberg mengatakan, investor menyesuaikan kenyataan bahwa ekonomi Indonesia memang dalam tren penurunan. "Kami telah memangkas portofolio sejumlah saham," katanya, Senin (27/4).
Seperti diketahui IHSG longsor pada perdagangan Senin (27/4). Sampai sesi pertama, IHSG anjlok 2,7% atau 143,56 poin menjadi 5.291,79.
Seluruh sektor memerah. Pelemahan indeks dipimpin oleh sektor pertanian sebesar 5,79%. Diikuti sektor keuangan 4,14%, industri aneka 3,98%, infrastruktur 2,51%, pertambangan 2,39%, industri dasar 2,08%, konstruksi 2,04%.
Sektor manufaktur juga melemah 1,98%, perdagangan 1,38%, dan sektor barang konsumen 0,95%. Tercatat sebanyak 30 saham menguat, 283 saham melemah dan 39 saham tidak bergerak. Total volume perdagangan saham yang terjadi sebanyak 4,67 miliar lots senilai Rp 5,12 triliun.
Anjloknya indeks terjadi seiring kaburnya investor asing di pasar modal dalam negeri. Tercatat investor asing melakukan aksi jual saham sebesar Rp 1,9 triliun dan aksi beli saham sebesar Rp 877,8 miliar. Itu berarti net sell investor asing mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Editor: Uji Agung Santosa
Sumber: Bloomberg
kontan: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini hanya berhasil menguat di hari Selasa pada level 5.460,57, namun lonjakan 1,11% pada hari itu cukup untuk mendorong indeks naik 0,46% dalam sepekan. Namun, pada akhir pekan IHSG ditutup di zona merah pada level 5.435,35. Investor asing juga terlihat masih melakukan aksi jual (net sell) senilai Rp 261,06 miliar.
Krishna D Setiawan yang analis Lautandhana Securindo bilang, sentimen positif dari dalam dan luar negeri selama sepekan ini berhasil menjadi penahan ketika indeks tertekan lantaran asing yang terus net sell. Sentimen tersebut di antaranya, pengumuman para emiten yang membagikan dividen. Serta, dari luar di mana indeks Nikkei yang tembus ke level tertingginya karena efek stimulus.
Pekan depan, Krishna dan Aditya Perdana Putra yang analis Semesta Indovest sepakat mengatakan bahwa para investor cenderung menanti laporan keuangan para emiten di kuartal I-2015. Lalu, menunggu pengumuman hasil FOMC meeting The Fed pada 29 April 2015. Kemudian juga ada dari data PDB Amerika dam GDP Indonesia di kuartal I-2015.
Dengan begitu Aditya mengira pekan depan IHSG masih akan melemah di kisaran 5.388—5.471. Adapun Krishna menerka IHSG dapat rebound di pekan depan di 5.378—5.475.
Berikut pergerakan IHSG selama sepekan:
Senin (20/4), IHSG memerah di awal perdagangan. Data RTI menunjukkan indeks tergelincir 0,30% atau 15,178 poin atau 5.395,833 pukul 09.20 WIB. Tercatat 107 saham bergerak turun, 58 saham naik, dan 60 saham stagnan. Awal perdagangan ini melibatkan 404 juta lot saham dengan nilai transaksi Rp 496 miliar.
IHSG ditutup memerah. Data RTI menunjukkan indeks terkoreksi 0,18% atau 9,841 poin ke level 5.400,803. Tercatat 176 saham bergerak turun, 107 saham bergerak naik, dan 88 saham stagnan. Perdagangan awal pekan ini melibatkan 12,7 miliar lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 21,6 triliun.
Selasa (21/3), IHSG menguat pada awal pembukaan perdagangan. Data RTI menunjukkan indeks naik 0,29% atau 15,726 poin ke level 5.416,616 pada pukul 09.15 WIB. Tercatat 102 saham bergerak naik, 31 saham bergerak turun, dan 31 saham stagnan. Awal perdagangan ini melibatkan 532 juta lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 479 miliar.
IHSG berhasil ditutup dengan menguat 59,77 poin atau 1,11% menjadi 5.460,57. Sebanyak 172 saham bergerak menguat. Adapun 117 saham melandai. Sebanyak 97 saham lainnya tak bergerak.
Rabu (22/4), IHSG memerah di pembukaan perdagangan. Data RTI menunjukkan indeks turun 0,23% atau 12,496 poin ke level 5.447,27 pada pukul 09.20 WIB. Tercatat 75 saham bergerak turun, 77 saham bergerak naik, dan 66 saham stagnan. Awal perdagangan hari ini melibatkan 768 juta lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 728 miliar.
IHSG kehilangan 23 poin pada penutupan sore. Merosot 0,43%, indeks ditutup di level 5.437,12. Sebanyak 172 saham menyeret IHSG ke zona merah, melampaui 103 saham yang menguat. Adapun 104 saham lain tak bergerak. Hanya satu sektor yang bergerak menguat yaitu barang konsumer, itu pun kenaikannya 0,06%. Sembilan sektor lain merosot.
Kamis (23/4), IHSG melompat pada pembukaan perdagangan. Data RTI menunjukkan indeks naik 0,30% atau 15.308 ke level 5.451,63 pada pukul 09.21 WIB. Tercatat 119 saham bergerak naik, 47 saham bergerak turun, dan 67 saham stagnan. Di perdagangan pembukaan kali ini melibatkan 614 juta lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 474 miliar.
IHSG gagal bertahan di zona hijau. Sore ini, Kamis (23/4), indeks ditutup dengan pelemahan tipis 0,02% atau tak sampai 1 poin ke level 5.436,21. Sebanyak 160 saham memberatkan langkah IHSG, melampaui 127 saham yang turun. Sedangkan 104 saham lainnya tak bergerak.
Jumat (24/4), IHSG dibuka menguat di perdagangan akhir pekan. Data RTI menunjukkan indeks naik 0,41 atau 22,459 poin atau 5.457, 48 pada pukul 09.26 WIB. Tercatat 116 saham bergerak naik, 41 saham bergerak turun, dan 71 saham stagnan. Awal perdagangan ini melibatkan 490 juta lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 757 miliar.
IHSG pukul 16.00 ditutup melemah tipis sebesar 0,85 poin atau 0,01 persen di level 5.435,35. Volume perdagangan mencapai 4,66 miliar lot saham senilai Rp 4,97 triliun. Penguatan indeks ditopang oleh 125 saham yang diperdagangkan positif, sementara itu, pelemahan disumbang oleh 152 saham yang diperdagangkan turun dan sisanya 93 saham diperdagangkan stagnan.
Emas
Harga emas kembali lagi bergerak di atas US$ 1.200 per ons troi. Harga emas bergerak naik turun di level ini tanpa tren sekitar sembilan hari perdagangan terakhir. Sampai Rabu (22/4), mengutip Bloomberg, harga emas berada di level US$ 1.2030 per ons troi.
Namun, pada Kamis (23/4) harga emas turun ke level US$ 1.187,40 per ons troi. Harga tersebut sedikit rebound dari pergerakan Kamis pagi yang sempat menyentuh level US$ 1.184 per ons troi. Si emas masih bertahan tidak jauh dari level itu. Pada hari Jumat (24/4) pukul 13.10, harga emas berada di level US$ 1.191,20 per ons troi. Harga turun 0,26% dibandingkan dengan hari sebelumnya. Setelah sebelumnya sempat berada di dekat US$ 1.198 per ons troi pada Kamis (23/4) malam.
Ariston Tjendra, Head of Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan, penguatan harga emas Kamis malam ke area US$ 1.198 per ons troi didukung oleh pelemahan dollar AS dan kekhawatiran ketidakjelasan bailout Yunani.
Adapun harga emas Antam pekan ini cenderung stagnan. Harga emas Antam masih berada pada kisaran Rp 547.000. Hanya ada kenaikan sedikit pada Rabu (22/4) di level Rp 548.000. Berikut perkembangan harga emas Antam selama satu minggu ini:
Senin (20/4), dikutip dari situs Logam Mulia, harga pecahan 1 gram emas Antam Rp 547.000.
Selasa (21/4), seperti dikutip dari situs Logam Mulia, harga pecahan 1 gram emas Antam Rp 546.000. Angka ini turun Rp 1.000 dibandingkan dengan posisi harga Senin (20/4).
Rabu (22/4), seperti dikutip dari situs Logam Mulia, harga pecahan 1 gram emas Antam Rp 548.000. Angka ini naik Rp 2.000 dibandingkan dengan posisi harga Selada (21/4).
Kamis (23/4), seperti dikutip dari situs Logam Mulia, harga pecahan 1 gram emas Antam Rp 545.000. Angka ini turun Rp 3.000 dibandingkan dengan posisi harga Rabu (22/4).
Jumat (34/4), seperti dikutip dari situs Logam Mulia, harga pecahan 1 gram emas Antam Rp 547.000. Angka ini naik Rp 2.000 dibandingkan dengan posisi harga Kamis (23/4).
Rupiah
Rupiah pekan ini masih berada di level Rp 12.900-an. Penguatan terjadi pada hari Senin (20/4), rupiah berada di level Rp 12.893, sedang pada Rabu (22/4) rupiah bertengger di Rp 12.895.
Penguatan ini, menurut Trian Fatria, Research and analyst Divisi Treasury PT BNI Tbk, didominasi oleh faktor domestik. Sentimen positif penggerak rupiah antara lain masuknya aliran modal (capital inflow) di bursa saham dalam negeri dan naiknya harga obligasi domestik.
Selain itu, penguatan rupiah makin dikukuhkan oleh intervensi dari Bank Indonesia (BI). Untuk diketahui, BI melakukan intervensi apabila volatilitas rupiah lebih dari 10% dalam sehari. “Adapun faktor eksternal yang mendukung rupiah adalah spekulasi pelaku pasar mengenai penundaan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS,” ujar Trian.
Namun, di luar hari itu rupiah terlihat melemah. Hal itu, menurut David Sumual, Ekonom Bank BCA, indeks dollar AS memang sedang unggul. Data ekonomi positif menjadi sinyal perekonomian AS semakin membaik. “Pasar pun semakin yakin bahwa kenaikan suku bunga dapat terjadi di tahun 2015 ini,” kata David. Sentimen eksternal ini menjadi fokus utama yang menahan laju pergerakan rupiah di pasar.
Adapun mengenai penguatan rupiah sebesar 0,12% pada hari Jumat (24/4) dari sebelumnya Rp 12.954 per dollar AS menjadi Rp 12.939. Penguatan ini menurut Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada, karena berkurangnya kekhawatiran pelaku pasar uang terhadap kenaikan lebih cepat suku bunga bank sentral AS (Fed fund rate) menjadi salah satu penopang mata uang rupiah.
Berikut pergerakan kurs rupiah selama sepekan:
Senin (20/4), rupiah tak sanggup melanjutkan penguatan terhadap dollar AS. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) hari ini mencatat rupiah melemah 0,09% menjadi Rp 12.875 per dollar AS. Sementara itu, di pasar spot pasangan USD/IDR naik 0,33% ke level Rp 12.893.
Selasa (21/4), rupiah kembali tak berdaya di hadapan dollar AS. Merujuk pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah melemah ke Rp 12.942 per dollar AS atau 0,52% dari sebelumnya Rp 12.875 per dollar AS. Mengacu data Bloomberg, di pasar spot rupiah pun melemah Rp 12.950 per dollar AS atau melemah 0,44% dari Rp 12.893 per dollar AS.
Rabu (22/4), rupiah ditutup menguat pada perdagangan. Di pasar spot, rupiah menguat 0,46% dibandingkan dengan hari sebelumnya menjadi Rp 12.895. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan bahwa rupiah melemah tipis 10 poin dibandingkan dengan hari sebelumnya yang Rp 12.952.
Kamis (23/4), rupiah menjadi salah satu mata uang negara berkembang yang tertekan keunggulan dollar AS di pasar global. Berdasarkan Bloomberg, rupiah di pasar spot melemah 0,42% menjadi Rp 12.954 per dollar AS. Kurs tengah Bank Indonesia pagi tadi padahal sempat menunjukkan rupiah menguat 0,1% ke Rp 19.939 per dollar AS, dibanding kemarin.
Jumat (24/4), mengacu data Bloombergdi pasar spot rupiah menguat Rp 12.939 per dollar AS atau menguat 0,12% dari sebelumnya Rp 12.954 per dollar AS. Penguatan rupiah dipicu sentimen dari negatifnya data ekonomi AS.
Editor: Tri Adi
Komentar
Posting Komentar