Langsung ke konten utama

ihsg per tgl 07 Mei 2015


Jakarta- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pagi ini dibuka melemah. IHSG pada awal sesi pertama ini langsung anjlok 35,55 poin atau turun 0,68 persen ke level 5.149,4.
Sebanyak 35 saham menguat, 112 saham melemah, dan 63 saham  stagnan.
Jumlah saham yang ditransaksikan sebanyak 348,37 juta lot saham dengan nilai transaksi sebesar Rp 381,85 miliar.
Indeks LQ45  tercatat melemah 10,18 poin atau turun 1,13 persen ke level 887,52.
Semua sektor pada awal perdagangan pagi ini melemah. Sektor aneka industri menjadi penyumpang terbesar anjloknya indeks dengan penurunan sebesar 21,4 persen.
Saham-saham penyumbang anjloknya indeks dan berada di jarajan top looser antara lain GGRM melemah Rp 725 (turun 1,5 persen) ke Rp 47.450, INTP melemah Rp 425 (turun 1,9 persen) ke Rp 21.600, LPPF melemah Rp 425 (turun 2,5 persen) ke Rp Rp 16.575, UNVR melemah Rp 325 (turun 0.7 persen) ke Rp 44.850, dan  AALI melemah Rp 300 (turun 1,4 persen) ke Rp 20.675.
Sedangkan, saham-saham yang menguat dan berada di jajaran top gainer antara lain ERTX menguat Rp 100 (naik 7,9 persen) ke Rp 1.365, MIKA menguat Rp 100 (naik 0,4 persen) ke Rp 24.100, AKRA menguat Rp 50 (naik 0,9 persen) ke Rp 5.325,
BBNI menguat Rp 50 (naik 0,8 persen) ke Rp 6.600, dan ULTJ menguat Rp 50 (naiuk 1,3 persen) ke Rp 4.000.
Paulus Nitbani/PCN

 Indeks diperkirakan masih berpotensi terjadi tekanan jual karena sentiment negatif dari pelemahan dari bursa global terkait estimasi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat. Indeks harga saham gabungan diprediksi akan bergerak mixed dengan kecendrungan menguat, support 5.145 dan resist 5.220. Beberapa saham yang bisa dicermati antara lain: AKRA, INCO, WIKA dan BMRI.

Author : Research Department


Bisnis.com, JAKARTA— Indo Premier Securities memprediksikan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Kamis (7/5/2015) berada di kisaran 5.145 –5.220.
Tim Riset Indo Premier Securities mengatakan indeks akhirnya berhasil ditutup di atas EMA5 dan membentuk pola white closing marubozu yang merupakan sinyal bullish continuation, namun dengan volume yang tidak terlalu besar. Stochastic berada pada area netral sedangkan MACD masih negatif.
“Target kenaikan indeks pada level 5.220, kemudian 5.250. Support di 5.145 dan 5.120,” tulis Tim Riset Indo Premier Securities dalam risetnya yang diterima hari ini, Kamis (7/5/2015).
Indo Premier Securities mengemukakan saham yang dapat dieprtimbangkan pada perdagangan hari ini adalah:
Rekomendasi: Spec BUY
Candle breakout MA20 dengan dukungan volume di atas VMA5 dan membentuk pola long white marubozu yang merupakan sinyal bullish continuation, stochastic golden cross dan MACD bullish cross over zero line. Target kenaikan harga pada level 5.400 kemudian 5.500 dengan support di 5.100, cut loss jika break 5.000
INCO (3.100)
Rekomendasi: BUY
Candle baru saja break resist EMA50 dengan volume di atas VMA5. Stochastic keluar dari oversold namun MACD masih negatif. Support 3.020, target harga 3.290. Cut loss jika break 2.855
WIKA (2.970)
Rekomendasi: Buy On Weakness
Harga mulai flat setelah turun tajam. Kondisi masih oversold, ROC dan MACD negatif. Konfirmasi mulai reversal jika mampu break resist 3.040 sekaligus menjadi target utama. Support 2.925, cut loss jika closing di bawah 2.835

 JAKARTA ID-Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih prospektif pada semester kedua kendati mengalami pelemahan pada triwulan I-2015. Optimisme itu dilandasi oleh upaya pemerintah untuk menggerakkan perekonomian domestik dan memperlancar belanja pemerintah. Sebab, dua komponen tersebut selama ini merupakan penyangga utama perekonomian Indonesia.
“Anggaran negara memang belum terserap dengan baik. Namun, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan percepatan penyerapan anggaran, sehingga akan memacu pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya,” kata William Henley, CEO Indosterling Capital, di Jakarta, Rabu (6/5).
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2015 sebesar 4,71 persen. Angka pertumbuhan tersebut mengalami penurunan sebesar 0,18 persen dalam tiga bulan pertama yang berakhir Maret 2015. Angka ini juga berarti melemah dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun 2014 yang sebesar 5,14 persen.

“Hampir seluruh komponen PDB mengalami pertumbuhan yang negatif. Hanya komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mengalami pertumbuhan hingga 0,11 persen jika dibandingkan kuartal sebelumnya,” jelas William.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga memberikan dorongan besar karena mengalami pertumbuhan hingga 2,75 persen. Pengeluaran konsumsi pemerintah hanya memberikan sumbangan 0,14 persen.

Sementara ekspor dan impor barang dan jasa mengalami kontraksi masing-masing 0,13 persen dan 0,51 persen. Namun demikian, dengan pelemahan rupiah dan masih anjloknya harga komoditas, diperkirakan daya beli masyarakat akan berkurang.
“Jika belanja pemerintah mengalami pertumbuhan yang signifikan, maka akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya,” tambah William.
Ia menjelaskan, belanja pemerintah dan investasi memang belum memberikan sumbangan yang berarti pada triwulan pertama ini. Hal ini disebabkan karena perlambatan dalam proses APBN, setelah terjadinya transisi pemerintahan.

Seperti diketahui, APBN Perubahan (APBNP) 2015 baru disahkan pada medio Januari. Prosesnya harus dilanjutkan dengan administrasi, lelang, yang diharapkan tuntas pada Mei. Ini berarti eksekusi program-program dalam APBN baru lancar pada Juni 2015 atau akhir semester I.
“Setelah proses eksekusi anggaran berjalan lancar, pertumbuhan ekonomi diyakini akan semakin bergerak cepat karena daya beli masyarakat ikut tergerak,” tambah William.
Dari faktor eksternal, Indonesia memang tidak bisa terlalu banyak berharap. Menurut sejumlah analisa, pertumbuhan ekonomi global masih akan mengalami kelesuan sepanjang tahun 2015 ini.

Bank Dunia dalam proyeksi terbarunya memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia hanya akan mencapai 3 persen pada tahun 2015. Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan semula yang dirilis Bank Dunia pada Juni 2014, yakni pada angka 3,4 persen.
“Dengan kelesuan perekonomian global yang jauh dari jangkau Indonesia, maka yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan berupaya menggenjot perekonomian domestik sebagai mesin pertumbuhan ekonomi,” tambah William.
Mengharapkan mesin pertumbuhan domestik sangat dimungkinkan. Apalagi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah mencanangkan mega proyek infrastruktur mulai dari tol laut, jalan tol, hingga proyek listrik 35.000 Megawatt. Dengan lancarnya belanja infrastruktur, diharapkan target Jokowi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 7% pada 2017.
“Proyek-proyek infrastruktur dengan sendirinya menggerakkan perekonomian di sekitar wilayah dan menumbuhkan semangat kreatifitas UKM untuk mengambil kesempatan usaha,” jelas William.
Seperti diketahui, pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur Rp 290 triliun tahun ini, sementara hingga 27 April lalu belanja infrastruktur hanya terserap Rp 7 triliun. Indonesia diperkirakan hanya dapat meraih pertumbuhan ekonomi 5,2% tahun ini dari pencapaian 2014 sebesar 5,02%. (*/hrb)


JAKARTA – Laju inflasi yang terkendali dalam empat bulan terakhir direspons positif oleh pelaku pasar. Hingga akhir tahun, inflasi inti diperkirakan berada di level 5%. Merespons inflasi yang terkendali, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup menguat 54,71 poin (1,08%) ke level 5.141,14 pada perdagangan kemarin setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi April sebesar 0,36%.

Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan, selain faktor positif dari bursa global pada perdagangan akhir pekan lalu, pelaku pasar melihat inflasi pada April yang sebesar 0,36% masih di bawah ekspektasi pasar (konsensus) sebesar 0,38-0,40%.

“Pelaku pasar melihat inflasi yang stabil bisa memberi sentimen positif ke pasar. Pasar melihat bahwa BI rate bisa stabil, penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi terjaga,” kata Reza kepada Investor Daily, kemarin.

Menurut data BPS, selain April, inflasi terjadi pada Maret sebesar 0,17%. Sedangkan pada Januari dan Februari terjadi deflasi masing-masing 0,24% dan 0,36%, sehingga tingkat inflasi tahun kalender 2015 (year to date/ ytd) sebesar -0,08% dan tingkat inflasi tahun ke tahun (April 2015 terhadap April 2014/year on year/yoy) sebesar 6,79%.

Komponen inti pada April 2015 mengalami inflasi sebesar 0,24%, tingkat inflasi komponen inti year to date (ytd) 2015 sebesar 1,49%, dan tingkat inflasi komponen inti year on year (yoy) sebesar 5,04%.

Reza menjelaskan, pelaku pasar melihat kenaikan harga-harga bahan bakar minyak (BBM), angkutan umum, dan tiket kereta, tapi daya beli masyarakat juga sedang turun, sehingga harga-harga untuk kelompok bahan makanan ikut turun.

Selain faktor pasar global dan inflasi, Reza mengatakan, pelaku pasar mempertimbangkan harga-harga saham sudah di bawah setelah merosot tajam beberapa hari sebelumnya.

“Jadi, saatnya bottom fishing. Tapi investor asing lebih dominan masuk pasar, sedangkan investor local masih sedikit dan terlambat masuk pasar,” ujar dia.

Pada perdagangan Senin (4/5), investor asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) di pasar regular sebesar Rp 148 miliar dengan saham yang paling banyak dibeli antara lain BMRI, TLKM, ASII, SMRA, dan LPKR.

Menurut Reza, investor asing coba memanfaatkan kepanikan pasar yang terjadi sebelumnya, sehingga mereka ‘menampung’ saat harga di bawah dan akhirnya indeks terdongkrak pada perdagangan kemarin.

Selain data inflasi, lanjut dia, pelaku pasar akan mencermati data produk domestik bruto (PDB) yang akan dirilis BPS. “Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2015 di kisaran 4,75-5,01%. Sedangkan untuk tahun 2015, kami perkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,15-5,20% atau di bawah asumsi dalam APBN-Perubahan 2015 sebesar 5,7%,” kata dia.

Reza mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 akan melambat. Karena itu, pemeirntah harus menyiapkan langkah-langkah seperti menggenjot belanja kementerian, meningkatkan realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN), serta menjalin kerja sama bilateral untuk meningkatkan ekspor.

“Semua itu harus dipersiapkan. Pemerintah sudah kehilangan momentum pada kuartal I sehingga masih tersisa 9 bulan ke depan. Memasuki bulan puasa pada pertengahan Juni dan Lebaran pada pertengahan Juli kemungkinan aktivitas pembangunan tidak lancar. Jadi mulai Agustus hingga Desember atau hanya lima bulan aktivitas pembangunan akan tinggi,” kata dia. (ad/fik/tim)

Baca selanjutnya di

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ihsg per tgl 2-17 OKTOBER 2017 (pra BULLISH November-Desember 2017)_01/10/2019

  RIBUAN PERSEN PLUS @ warteg ot B gw (2015-2017) ada yang + BELASAN RIBU PERSEN (Januari 2017-Oktober 2017) kalo bneran, bulan OKTOBER terjadi CRA$H @ IHSG, well, gw malah bakal hepi banget jadi BURUNG PEMAKAN BANGKAI lah ... pasca diOCEHIN BANYAK ANALIS bahwa VALUASI SAHAM ihsg UDA TERLALU MAHAL, mungkin satu-satunya cara memBIKIN VALUASI jadi MURAH adalah LWAT CRA$H, yang tidak tau disebabkan oleh apa (aka secara misterius)... well, aye siap lah :)  analisis RUDYANTO @ krisis ekonomi ULANGAN 1998 @ 2018... TLKM, telekomunikasi Indonesia, maseh ANJLOK neh, gw buru trus! analisis ringan INVESTASI SAHAM PROPERTI 2017-2018 Bisnis.com,  JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), akan mendapat sentimen positif dari hijaunya indeks saham Eropa dan Amerika Serikat pada perdagangan terakhir bulan September. Berdasarkan data  Reuters , indeks S&P 500 ditutup menguat 0,50 persen di level 2.976,73, indeks Nasdaq Comp

ihsg per tgl 15 Desember 2014

JAKARTA – Investor asing dipastikan masih bertahan di Indonesia. Kendati bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga hingga 100 bps tahun depan, imbal hasil (yield) portofolio di Indonesia tetap lebih atraktif, sehingga kenaikan Fed funds rate tidak akan memicu gelombang pembalikan arus modal asing (sudden reversal). Imbal hasil surat utang negara (SUN) dan obligasi korporasi Indonesia bertenor lima tahun saat ini berkisar 7-8%, jauh lebih baik dibanding di Eropa dan AS yang hanya 2-2,5%. Begitu pula dibanding negara-negara lain di Asia, seperti Korea dan Thailand sebesar 2,5-3,5%. Di sisi lain, dengan pertumbuhan laba bersih emiten tahun ini sebesar 10-15% dan price to earning ratio (PER) 14 kali, valuasi saham di bursa domestik tergolong murah. Masih bertahannya investor asing tercermin pada arus modal masuk (capital inflow). Secara year to date, asing membukukan pembelian bersih (net buy) di pasar saham senilai Rp 47,54 triliun. Tren

Waspada: ekonomi 2024

  INFLASI: +0.04% (Januari 2024) INFLASI: +0.34% (Februari 2024) INFLASi: inflasi pangan Maret 2024 PDB: +5.05% (2023, yoy) Cadangan Devisa : $144 M, aza Cadangan Devisa: $140,4 M, aza SBY v. Jokowi: ekonomi yang lebe bagus 🍒