MPR (p di tengah: permusyawaratan...)
"Kami bisa menyampaikan, dampak politik biasanya jangka pendek," kata Chatib di lokasi, Senin (6/10).
Chatib menjelaskan, lesunya kondisi ekonomi nasional tidak serta merta diakibatkan panasnya suhu politik di dalam negeri. Kondisi ekonomi global dinilai punya pengaruh yang lebih besar terhadap perkembangan ekonomi nasional.
"Tapi kalau kita liat di pasar global, di Amerika penurunan tajam, Asia Pasifik juga," terangnya.
Sebelumnya, Lead Economist World Bank di Indonesia, Ndiame Diop menyebut kondisi politik akan mempengaruhi perekonomian dan investasi di Indonesia. Investor akan melihat kondisi ini sebagai negatif prestasi.
"Ekonomi dan investasi butuh kejelasan arah, tentunya akan mempengaruhi investasi dan perekonomian Indonesia," kata Ndiame.
Perekonomian Indonesia ke depannya juga masih akan berpengaruh terhadap ekonomi global serta subsidi BBM yang besar. Meski demikian, kondisi politik disebut suatu yang penting dalam menentukan arah.
"Parlemen itu menentukan kebijakan arah yang penting. Parlemen harus bisa menghilangkan yang menimbulkan efek negatif untuk ekonomi," katanya.
JAKARTA – Kekhawatiran pasar bahwa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bakal lumpuh dan tak akan bertahan lama karena parlemen dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP) adalah berlebihan. Pemerintahan Jokowi bisa bekerja efektif karena tak semua kebijakan pemerintah harus meminta persetujuan DPR.
Asalkan melaksanakan visi-misinya secara konstitusional dengan dukungan kabinet yang bersih, jujur, dan ahli di bidangnya (zaken kabinet), pemerintahan Jokowi bakal mampu menggerakkan roda pemerintahan dan membenahi perekonomian nasional.
Meski demikian, para investor di lantai bursa tetap menunggu jurus-jurus jitu Jokowi-JK dalam mendinginkan suhu politik nasional yang tidak kondusif. Kegaduhan politik di parlemen menjadi sinyal negatif bagi pemodal, meski faktor fundamental ekonomi Indonesia masih kokoh. Jokowi-JK diharapkan bisa menyingkirkan sentimen negatif tersebut.
Hal itu terungkap dalam wawancara Investor Daily dengan Kepala Riset Universal Broker Securities Satrio Utomo, analis PT Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, ekonom senior Standard Chartered Bank Indonesia Fauzi Ichsan, analis Mega Capital Oktavianus Marbun, Head of Research PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada, dan analis First Asia Capital David Setyanto. Mereka dihubungi di Jakarta, akhir pekan lalu.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meninggalkan level psikologis 5.000 setelah tergerus 1,03% ke posisi 4.949,35 pada penutupan perdagangan Jumat (3/10). Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (foreign net sell) hingga Rp 868,8 miliar.
Posisi tersebut semakin memperparah posisi IHSG sehari sebelumnya, Kamis (2/10), yang tergelincir 2,73% ke level 5.000,81 dengan aksi jual bersih investor asing mencapai Rp 1,49 triliun. Jika diakumulasi, investor asing telah melakukan net sell sebesar Rp 4,18 triliun sepanjang pekan lalu.
http://id.beritasatu.com/marketandcorporatenews/kekhawatiran-pasar-berlebihan/96404
Sumber : INVESTOR DAILY
Tribunnews.com, Jakarta - Hari ini, Senin (6/10/2014) akan dilangsungkan pemilihan pimpinan MPR. Dewan Perwakilan Daerah memutuskan untuk menjadi penengah bagi Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat dalam pemilihan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Koalisi Merah Putih berisi partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pilpres lalu. Sedangkan Koalisi Indonesia Hebat digagas pendukung Jokowi-JK.
Sekretaris Kelompok DPD di MPR Asri Anas, mengatakan, DPD merasa perlu mengambil sikap agar suasana polarisasi politik di DPR tidak terbawa hingga ke MPR.
"Standing politik kami adalah berdiri di tengah-tengah. Kami ingin agar Indonesia Hebat ini merasa puas dan kami ingin Koalisi Merah Putih akan puas," ujar Asri di Jakarta, Minggu (5/10/2014).
Oleh karena itu, kata Asri, kelompok DPD mengusung tema "Mengawal Merah Putih menuju Indonesia Hebat" dalam rapat paripurna pemilihan pimpinan MPR. Dengan tema tersebut, kata Asri, diharapkan kedua kubu koalisi dapat mengusung prinsip musyawarah di MPR, tanpa berpikir tentang kalah atau menang.
"Jadi tidak boleh yang merasa kalah dan menang di MPR ini. Kami lihat bahwa polarisasi politik di luar sangat gencar, tetapi seluruh masyarakat ingin DPD ini bisa mencairkan suasana politik," kata Asri.
Asri mengatakan, kelompok DPD telah melakukan lobi politik terhadap fraksi-fraksi di DPR secara maksimal. Bahkan, kelompok DPD berencana melakukan rapat konsultasi dengan seluruh pimpinan fraksi dan partai-partai politik dengan DPD, Senin (6/19/2014) siang.
"Kami akan berjuang supaya kedua kelompok ini merasa terwakili, jadi sama sekali tidak ada yang ditinggalkan," ujarnya.
TEMPO.CO , Jakarta:Pergerakan indeks saham dan kurs rupiah masih dipengaruhi gonjang-ganjing politik. Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada, Tony Prasetiantono, investor menunggu rencana koalisi partai pendukung Prabowo terkait pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Namun hal ini tak sepenting jabatan sebagai pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. "Peran MPR dalam memonitor pemerintahan sehari-hari tidak ada. DPR jauh lebih powerful," kata dia melalui pesan singkat pada Tempo pada Ahad, 5 Oktober 2014.
Menurut Tony, walau tak sekrusial pimpinan DPR, dengan dikuasainya MPR sentiment negatif dari pasar atau keraguan terhadap efektivitas pemerintahan Jokowi akan semakin kuat. Tony menilai, selain MPR, melemahnya rupiah dan indeks saham yang disebabkan keraguan pasar bisa terjadi apabila Presiden Joko Widodo tak mampu menggolkan program-program yang disusun timnya di depan DPR. "Misalnya APBN 2015," katanya.
Tony menilai, kunci utama dari gejolak politik ini adalah kebesaran hati Megawati Soekarnoputri untuk berembuk dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pencapaian koalisi. "Ditambah juga koalisi dengan PPP," katanya.
Rupiah, kata Tony, kemungkian besar berpeluang menguat ketika pengumuman kabinet nanti yang diharapkan pasar terwujud. Pasar menantikan kabinet yang diisi para profesional. Walau menguat, Tony menilai masih belum cukup baik karena ada faktor eksterneal seperti sentimen ekonomi AS yang membaik.
PRIO HARI KRISTANTO
TEMPO.CO , Jakarta:Pengamat pasar modal, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan, pasar membutuhkan kepastian untuk menjaga kurs rupiah dan indeks saham stabil. Sejumlah momen politik saat ini bisa menimbulkan ketidakpastian bagi pasar yang. "Pasar ingin melihat kepastian," kata dia ketika dihubungi pada Ahad, 5 Oktober 2014. (Baca : Penghapusan Pilkada Langsung Tekan Kurs Rupiah)
Menurut Purbaya, rencana koalisi Prabowo untuk memimpin Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bisa menyebabkan rupiah dan saham anjlok. Jika MPR nanti dipegang oleh koalisi Prabowo, maka ada kemungkinan kinerja atau sejumlah program pemerintah akan terganggu atau tak jalan. "Kalau kinerja pemerintah enggak jalan, ya pasar ragu," katanya. (Baca : Formasi Pimpinan DPR Mengecewakan Investor)
Satu-satunya harapan dalam gonjang ganjing poltik, kata Purbaya, adalah pengumuman kabinet milik Jokowi. Purbaya menilai, jika nanti menteri-menteri yang dipilih oleh Jokowi, terutama ekonomi, sesuai dengan keinginan pasar, maka kondisi rupiah dan saham bisa kembali normal atau membaik. Apalagi, Purbaya menilai, jika kebijakan yang dikeluarkan oleh menteri-menteri bidang ekonomi nanti bisa sesuai. "Tapi nanti kalau dari politik (menteri-menteri ekonomi), malah makin melemah (kebalikannya)," kata dia.
Untuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dari presiden terkait RUU Pilkada, Purbaya melihat dampaknya bagi pasar akan kecil. Jika berhasil, yang menggagalkan di DPR pun adalah pemerintahan SBY bukan Jokowi. Pasar tidak melihat subsansti RUU Pilkada, tetapi ingin melihat pemerintahan ekskeutif kedepan dalam bertarung dengan legislatif.
Menurut Purbaya, disahkannya RUU Pilkada dan juga komposisi ketua DPR yang dari koalisi merah putih sebelumnya sudah melemahkan rupiah dan saham karena ada keraguan dari pasar. Pasar melihat, dengan diloloskannya RUU Pilkada dan Ketua DPR yang berasal dari koalisi Prabowo, maka dapat dijadikan ukuran gangguan kestabilan pemerintahan ke depan dalam menjalankan program-programnya. "Bukan (substansi) RUU pilkada, tapi masalah kestabilan pemerintahan ke depan (bagi pasar)," kata dia.
PRIO HARI KRISTANTO
INILAHCOM, Jakarta - Perkembangan situasi politik yang tak kondusif akibat adanya beberapa kebijakan yang ditetapkan membuat pasar kecewa. Tercatat, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar Rupiah yang beberapa hari terakhir ini masih anjlok.
"Dah tahu, kan penyababnya apa, yang pasti eksternal di luar turun pastinya sentimen eksternal di globalnya negatif, dan yang pasti banyak orang yang khawatir dengan perkembangan politik dalam negeri," ujar Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Jum'at (03/10/2014).
Menurut Wamenkeu, pengaruh sentimen luar dan dalam negeri memang sama-sama membuat pengaruh pasar keuangan Indonesia.
"Nggak bisa ditentuin, tapi dua-duanya berpengaruh," jelas dia.
Berita sebelumnya, IHSG sedang lesu, namun Jumat (03/10/2014) IHSG berhasil melepaskan diri dari sentimen negatif yang membayangi dalam beberapa hari terakhir. Sempat berada pada penghujung 5.000, pada pembukaan Jumat (03/10/2014) ini IHSG berhasil naik 20,52 poin atau 0,4 persen ke 5.021,33. Sementara itu, nilai tukar Rupiah masih berada dilevel Rp12.138 per US$. [aji]
JAKARTA. Pasar saham domestik semakin tertekan di akhir pekan. Pada Jumat (3/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terpangkas 1,03% menjadi 4.949,34. Dalam sepekan terakhir, IHSG merosot 3,57%.
Sedangkan pasar saham Asia yang tecermin dari laju MSCI Asia Pacific naik tipis 0,3% ke level 138,91 pada Jumat pukul 16:03 waktu Hong Kong. Namun selama sepekan bursa Asia melemah 2,2%.
Koreksi tajam IHSG dipengaruhi sentimen negatif dari dalam dan luar negeri. Dominasi Koalisi Merah Putih, yang merupakan oposisi pemerintahan Jokowi-JK, ikut menekan indeks saham. "Pasar juga masih menunggu kabinet baru Jokowi," kata Analis Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih.
Andy Ferdinand, analis Batavia Prosperindo Sekuritas, juga mengatakan pergerakan IHSG pada pekan ini sangat sensitif dengan pemberitaan politik dalam negeri. "Kalau ada suatu berita politik langsung direspons oleh pasar," ungkap dia.
Tak hanya itu, kedua analis juga sepakat parlemen yang dikuasai Koalisi Merah Putih berpotensi menghambat kebijakan pemerintahan baru. Kemudian, indeks saham domestik juga masih dipengaruhi kabar dari Amerika Serikat. Seperti diketahui, Bank Sentral AS (The Fed) berencana untuk menaikan bunga acuan lebih cepat.
Alfatih dan Andy memperkirakan, IHSG pada pekan depan masih melanjutkan tren pelemahan. Alfatih menargetkan, IHSG berada di rentang 4.840 hingga 5.015. Sedangkan Andy memprediksi, IHSG akan bergerak di kisaran 4.835 hingga 5.002.
JAKARTA. Pada sesi I hari ini (6/10), Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan wajah tersenyum. Data RTI
menunjukkan, pada pukul 12.00 WIB, indeks tercatat naik 0,39% menjadi
4.968,75.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menjelaskan, positifnya sejumlah data ekonomi global yang membuat bursa global dan regional kembali positif telah menjadi penetralisir sentimen negatif dari dalam negeri, yakni soal ketidakpastian kondisi politik dalam negeri.
Sentimen positif dari bursa asing tersebut telah membuat IHSG sesi pertama tadi sukses menguji resistance 4.075-4.980. Perlu diketahui, level ini secara teknikal merupakan level kunci bagi IHSG untuk kembali ke level 5.000.
Sementara, sesi pertama tadi IHSG ditutup diatas level resistance tersebut. "Ini menunjukkan ada kesempatan IHSG mengalami teknikal rebound hingga kisaran 5.050-5.100," imbuh Satrio.
Kendati demikian, para pemodal sebaiknya tetap realistis. Tetap waspadai akan adanya tekanan jual dari asing. Sebab, selama mereka belum berhenti, IHSG masih akan melanjutkan trend turun jangka pendeknya.
Satrio menambahkan, setelah level psikologis di 5.000 gagal bertahan, suport berikutnya ada di 4.835–4.875 IHSG akan mengakhiri trend naik jangka menengah jika berhasil mencetak level terendah baru dibawah 4.835.
Analis First Asia Capital David Sutyanto sependapat. Penguatan Wall Street akhir pekan lalu telah menjadi penopang rebound di pasar saham Asia awal pekan ini dan juga IHSG.
Perlu diketahui juga, IHSG sudah terkoreksi 3,7% dalam dua sesi perdagangan terakhir. Hal ini membuat harga saham sektoral terutama unggulan berada di area oversold. Jadi, IHSG kembali memiliki ruang yang lebih lebar untuk mengalami rebound.
"IHSG kembali dijalur positif dengan target resistance 5.000 dengan support 4.920," pungkas David.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menjelaskan, positifnya sejumlah data ekonomi global yang membuat bursa global dan regional kembali positif telah menjadi penetralisir sentimen negatif dari dalam negeri, yakni soal ketidakpastian kondisi politik dalam negeri.
Sentimen positif dari bursa asing tersebut telah membuat IHSG sesi pertama tadi sukses menguji resistance 4.075-4.980. Perlu diketahui, level ini secara teknikal merupakan level kunci bagi IHSG untuk kembali ke level 5.000.
Sementara, sesi pertama tadi IHSG ditutup diatas level resistance tersebut. "Ini menunjukkan ada kesempatan IHSG mengalami teknikal rebound hingga kisaran 5.050-5.100," imbuh Satrio.
Kendati demikian, para pemodal sebaiknya tetap realistis. Tetap waspadai akan adanya tekanan jual dari asing. Sebab, selama mereka belum berhenti, IHSG masih akan melanjutkan trend turun jangka pendeknya.
Satrio menambahkan, setelah level psikologis di 5.000 gagal bertahan, suport berikutnya ada di 4.835–4.875 IHSG akan mengakhiri trend naik jangka menengah jika berhasil mencetak level terendah baru dibawah 4.835.
Analis First Asia Capital David Sutyanto sependapat. Penguatan Wall Street akhir pekan lalu telah menjadi penopang rebound di pasar saham Asia awal pekan ini dan juga IHSG.
Perlu diketahui juga, IHSG sudah terkoreksi 3,7% dalam dua sesi perdagangan terakhir. Hal ini membuat harga saham sektoral terutama unggulan berada di area oversold. Jadi, IHSG kembali memiliki ruang yang lebih lebar untuk mengalami rebound.
"IHSG kembali dijalur positif dengan target resistance 5.000 dengan support 4.920," pungkas David.
Editor: Barratut Taqiyyah
MERDEKA.COM.
Masih panasnya persaingan politik antara kubu presiden terpilih Joko
Widodo dengan kubu Koalisi Merah Putih yang dikomandoi Prabowo Subianto
disebut-sebut bakal mengganggu kondisi ekonomi Indonesia.
Namun, kondisi itu diyakini hanya terjadi dalam waktu singkat. Hal
itu dikatakan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri saat jumpa pers di
Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat."Kami bisa menyampaikan, dampak politik biasanya jangka pendek," kata Chatib di lokasi, Senin (6/10).
Chatib menjelaskan, lesunya kondisi ekonomi nasional tidak serta merta diakibatkan panasnya suhu politik di dalam negeri. Kondisi ekonomi global dinilai punya pengaruh yang lebih besar terhadap perkembangan ekonomi nasional.
"Tapi kalau kita liat di pasar global, di Amerika penurunan tajam, Asia Pasifik juga," terangnya.
Sebelumnya, Lead Economist World Bank di Indonesia, Ndiame Diop menyebut kondisi politik akan mempengaruhi perekonomian dan investasi di Indonesia. Investor akan melihat kondisi ini sebagai negatif prestasi.
"Ekonomi dan investasi butuh kejelasan arah, tentunya akan mempengaruhi investasi dan perekonomian Indonesia," kata Ndiame.
Perekonomian Indonesia ke depannya juga masih akan berpengaruh terhadap ekonomi global serta subsidi BBM yang besar. Meski demikian, kondisi politik disebut suatu yang penting dalam menentukan arah.
"Parlemen itu menentukan kebijakan arah yang penting. Parlemen harus bisa menghilangkan yang menimbulkan efek negatif untuk ekonomi," katanya.
JAKARTA – Kekhawatiran pasar bahwa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bakal lumpuh dan tak akan bertahan lama karena parlemen dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP) adalah berlebihan. Pemerintahan Jokowi bisa bekerja efektif karena tak semua kebijakan pemerintah harus meminta persetujuan DPR.
Asalkan melaksanakan visi-misinya secara konstitusional dengan dukungan kabinet yang bersih, jujur, dan ahli di bidangnya (zaken kabinet), pemerintahan Jokowi bakal mampu menggerakkan roda pemerintahan dan membenahi perekonomian nasional.
Meski demikian, para investor di lantai bursa tetap menunggu jurus-jurus jitu Jokowi-JK dalam mendinginkan suhu politik nasional yang tidak kondusif. Kegaduhan politik di parlemen menjadi sinyal negatif bagi pemodal, meski faktor fundamental ekonomi Indonesia masih kokoh. Jokowi-JK diharapkan bisa menyingkirkan sentimen negatif tersebut.
Hal itu terungkap dalam wawancara Investor Daily dengan Kepala Riset Universal Broker Securities Satrio Utomo, analis PT Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, ekonom senior Standard Chartered Bank Indonesia Fauzi Ichsan, analis Mega Capital Oktavianus Marbun, Head of Research PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada, dan analis First Asia Capital David Setyanto. Mereka dihubungi di Jakarta, akhir pekan lalu.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meninggalkan level psikologis 5.000 setelah tergerus 1,03% ke posisi 4.949,35 pada penutupan perdagangan Jumat (3/10). Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (foreign net sell) hingga Rp 868,8 miliar.
Posisi tersebut semakin memperparah posisi IHSG sehari sebelumnya, Kamis (2/10), yang tergelincir 2,73% ke level 5.000,81 dengan aksi jual bersih investor asing mencapai Rp 1,49 triliun. Jika diakumulasi, investor asing telah melakukan net sell sebesar Rp 4,18 triliun sepanjang pekan lalu.
http://id.beritasatu.com/marketandcorporatenews/kekhawatiran-pasar-berlebihan/96404
Sumber : INVESTOR DAILY
Tribunnews.com, Jakarta - Hari ini, Senin (6/10/2014) akan dilangsungkan pemilihan pimpinan MPR. Dewan Perwakilan Daerah memutuskan untuk menjadi penengah bagi Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat dalam pemilihan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Koalisi Merah Putih berisi partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada pilpres lalu. Sedangkan Koalisi Indonesia Hebat digagas pendukung Jokowi-JK.
Sekretaris Kelompok DPD di MPR Asri Anas, mengatakan, DPD merasa perlu mengambil sikap agar suasana polarisasi politik di DPR tidak terbawa hingga ke MPR.
"Standing politik kami adalah berdiri di tengah-tengah. Kami ingin agar Indonesia Hebat ini merasa puas dan kami ingin Koalisi Merah Putih akan puas," ujar Asri di Jakarta, Minggu (5/10/2014).
Oleh karena itu, kata Asri, kelompok DPD mengusung tema "Mengawal Merah Putih menuju Indonesia Hebat" dalam rapat paripurna pemilihan pimpinan MPR. Dengan tema tersebut, kata Asri, diharapkan kedua kubu koalisi dapat mengusung prinsip musyawarah di MPR, tanpa berpikir tentang kalah atau menang.
"Jadi tidak boleh yang merasa kalah dan menang di MPR ini. Kami lihat bahwa polarisasi politik di luar sangat gencar, tetapi seluruh masyarakat ingin DPD ini bisa mencairkan suasana politik," kata Asri.
Asri mengatakan, kelompok DPD telah melakukan lobi politik terhadap fraksi-fraksi di DPR secara maksimal. Bahkan, kelompok DPD berencana melakukan rapat konsultasi dengan seluruh pimpinan fraksi dan partai-partai politik dengan DPD, Senin (6/19/2014) siang.
"Kami akan berjuang supaya kedua kelompok ini merasa terwakili, jadi sama sekali tidak ada yang ditinggalkan," ujarnya.
JAKARTA kontan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
tersungkur, pekan lalu. Gejolak politik domestik ikut membenamkan IHSG
hingga ke 4.949,34 atau turun 1,03%, Jumat (3/10).
Dalam pekan ini, tak banyak sentimen positif yang bisa membalikkan tren IHSG. Setelah menembus level psikologis 5.000, IHSG masih bisa turun ke support baru.
Analis Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan, memang isu yang mempengaruhi IHSG saat ini adalah kondisi politik Indonesia yang terlihat memburuk. Investor akan menanti seberapa kuat pemerintahan baru bisa merangkul lawan politiknya dan tetap menjalankan kebijakan yang dicanangkan sejak awal. "Sebaiknya melihat pasar global juga," imbuh Chandra Pasaribu, analis Indo Premier Securities.
Jika pasar masih tidak menentu, investor harus lebih selektif dalam memilih saham. Chandra mengatakan, dalam jangka pendek, saham yang berkapitalisasi besar alias blue chips layak dicermati karena harganya sudah turun tajam. Di antara saham big caps pilihan Chandra, yakni ASII, TLKM, BMRI, BBRI, dan ICBP.
Namun, bagi Alfatih, harga beberapa saham big caps masih rentan longsor. Dia justru menyarankan agar investor menyiangi saham-saham lapis kedua yang pergerakannya berbeda dengan tren IHSG. Dus, sebaiknya investor tenang dan tidak buru-buru mengakumulasi saham. "Jangan memaksakan membeli di level support karena dengan tren break low seperti ini, support akan mudah ditembus," ungkap dia.
Analis First Asia Capital David Sutyanto menyarankan, bagi investor jangka panjang, saat ini sebaiknya mengambil posisi jual dan kembali masuk ketika aksi jual investor asing mereda. Saham yang bisa dicermati adalah saham defensif, misalnya saham emiten rokok. "Income stocks juga bisa dikoleksi," kata dia.
Income stocks adalah saham-saham yang rutin membagikan dividen dengan imbal hasil dividen yang tinggi.
Secara teknikal, David melihat, di awal pekan ini akan ada technical rebound sesaat. Namun, IHSG diduga kembali terkoreksi sembari menunggu pengumuman kabinet pemerintahan baru.
Ia menilai, valuasi IHSG sudah terlalu tinggi sehingga konsolidasi indeks yang terjadi masih dalam taraf wajar. Apalagi, kinerja emiten dan nilai tukar rupiah masih melemah. Dia memperkirakan, pada pekan ini, IHSG bergerak di kisaran 4.850-5.100.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo melihat, IHSG masih bisa berkubang di support 4.850. Di tengah tren turun ini, jor-joran dalam mengakumulasi saham juga bukan pilihan bijak karena IHSG masih dalam tren bearish cukup kuat.
Saran dia, investor bisa mengambil posisi spekulatif untuk saham penggerak pasar, seperti saham bank dan konstruksi. Sektor itu menjadi motor IHSG dalam setengah tahun terakhir. Pilihan Satrio, termasuk saham BBRI, WIKA, ASII, BMRI, ADHI, WTON, dan PTPP.
Dalam pekan ini, tak banyak sentimen positif yang bisa membalikkan tren IHSG. Setelah menembus level psikologis 5.000, IHSG masih bisa turun ke support baru.
Analis Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan, memang isu yang mempengaruhi IHSG saat ini adalah kondisi politik Indonesia yang terlihat memburuk. Investor akan menanti seberapa kuat pemerintahan baru bisa merangkul lawan politiknya dan tetap menjalankan kebijakan yang dicanangkan sejak awal. "Sebaiknya melihat pasar global juga," imbuh Chandra Pasaribu, analis Indo Premier Securities.
Jika pasar masih tidak menentu, investor harus lebih selektif dalam memilih saham. Chandra mengatakan, dalam jangka pendek, saham yang berkapitalisasi besar alias blue chips layak dicermati karena harganya sudah turun tajam. Di antara saham big caps pilihan Chandra, yakni ASII, TLKM, BMRI, BBRI, dan ICBP.
Namun, bagi Alfatih, harga beberapa saham big caps masih rentan longsor. Dia justru menyarankan agar investor menyiangi saham-saham lapis kedua yang pergerakannya berbeda dengan tren IHSG. Dus, sebaiknya investor tenang dan tidak buru-buru mengakumulasi saham. "Jangan memaksakan membeli di level support karena dengan tren break low seperti ini, support akan mudah ditembus," ungkap dia.
Analis First Asia Capital David Sutyanto menyarankan, bagi investor jangka panjang, saat ini sebaiknya mengambil posisi jual dan kembali masuk ketika aksi jual investor asing mereda. Saham yang bisa dicermati adalah saham defensif, misalnya saham emiten rokok. "Income stocks juga bisa dikoleksi," kata dia.
Income stocks adalah saham-saham yang rutin membagikan dividen dengan imbal hasil dividen yang tinggi.
Secara teknikal, David melihat, di awal pekan ini akan ada technical rebound sesaat. Namun, IHSG diduga kembali terkoreksi sembari menunggu pengumuman kabinet pemerintahan baru.
Ia menilai, valuasi IHSG sudah terlalu tinggi sehingga konsolidasi indeks yang terjadi masih dalam taraf wajar. Apalagi, kinerja emiten dan nilai tukar rupiah masih melemah. Dia memperkirakan, pada pekan ini, IHSG bergerak di kisaran 4.850-5.100.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo melihat, IHSG masih bisa berkubang di support 4.850. Di tengah tren turun ini, jor-joran dalam mengakumulasi saham juga bukan pilihan bijak karena IHSG masih dalam tren bearish cukup kuat.
Saran dia, investor bisa mengambil posisi spekulatif untuk saham penggerak pasar, seperti saham bank dan konstruksi. Sektor itu menjadi motor IHSG dalam setengah tahun terakhir. Pilihan Satrio, termasuk saham BBRI, WIKA, ASII, BMRI, ADHI, WTON, dan PTPP.
Editor: Sandy Baskoro
TEMPO.CO , Jakarta:Pergerakan indeks saham dan kurs rupiah masih dipengaruhi gonjang-ganjing politik. Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada, Tony Prasetiantono, investor menunggu rencana koalisi partai pendukung Prabowo terkait pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Namun hal ini tak sepenting jabatan sebagai pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. "Peran MPR dalam memonitor pemerintahan sehari-hari tidak ada. DPR jauh lebih powerful," kata dia melalui pesan singkat pada Tempo pada Ahad, 5 Oktober 2014.
Menurut Tony, walau tak sekrusial pimpinan DPR, dengan dikuasainya MPR sentiment negatif dari pasar atau keraguan terhadap efektivitas pemerintahan Jokowi akan semakin kuat. Tony menilai, selain MPR, melemahnya rupiah dan indeks saham yang disebabkan keraguan pasar bisa terjadi apabila Presiden Joko Widodo tak mampu menggolkan program-program yang disusun timnya di depan DPR. "Misalnya APBN 2015," katanya.
Tony menilai, kunci utama dari gejolak politik ini adalah kebesaran hati Megawati Soekarnoputri untuk berembuk dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pencapaian koalisi. "Ditambah juga koalisi dengan PPP," katanya.
Rupiah, kata Tony, kemungkian besar berpeluang menguat ketika pengumuman kabinet nanti yang diharapkan pasar terwujud. Pasar menantikan kabinet yang diisi para profesional. Walau menguat, Tony menilai masih belum cukup baik karena ada faktor eksterneal seperti sentimen ekonomi AS yang membaik.
PRIO HARI KRISTANTO
TEMPO.CO , Jakarta:Pengamat pasar modal, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan, pasar membutuhkan kepastian untuk menjaga kurs rupiah dan indeks saham stabil. Sejumlah momen politik saat ini bisa menimbulkan ketidakpastian bagi pasar yang. "Pasar ingin melihat kepastian," kata dia ketika dihubungi pada Ahad, 5 Oktober 2014. (Baca : Penghapusan Pilkada Langsung Tekan Kurs Rupiah)
Menurut Purbaya, rencana koalisi Prabowo untuk memimpin Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bisa menyebabkan rupiah dan saham anjlok. Jika MPR nanti dipegang oleh koalisi Prabowo, maka ada kemungkinan kinerja atau sejumlah program pemerintah akan terganggu atau tak jalan. "Kalau kinerja pemerintah enggak jalan, ya pasar ragu," katanya. (Baca : Formasi Pimpinan DPR Mengecewakan Investor)
Satu-satunya harapan dalam gonjang ganjing poltik, kata Purbaya, adalah pengumuman kabinet milik Jokowi. Purbaya menilai, jika nanti menteri-menteri yang dipilih oleh Jokowi, terutama ekonomi, sesuai dengan keinginan pasar, maka kondisi rupiah dan saham bisa kembali normal atau membaik. Apalagi, Purbaya menilai, jika kebijakan yang dikeluarkan oleh menteri-menteri bidang ekonomi nanti bisa sesuai. "Tapi nanti kalau dari politik (menteri-menteri ekonomi), malah makin melemah (kebalikannya)," kata dia.
Untuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dari presiden terkait RUU Pilkada, Purbaya melihat dampaknya bagi pasar akan kecil. Jika berhasil, yang menggagalkan di DPR pun adalah pemerintahan SBY bukan Jokowi. Pasar tidak melihat subsansti RUU Pilkada, tetapi ingin melihat pemerintahan ekskeutif kedepan dalam bertarung dengan legislatif.
Menurut Purbaya, disahkannya RUU Pilkada dan juga komposisi ketua DPR yang dari koalisi merah putih sebelumnya sudah melemahkan rupiah dan saham karena ada keraguan dari pasar. Pasar melihat, dengan diloloskannya RUU Pilkada dan Ketua DPR yang berasal dari koalisi Prabowo, maka dapat dijadikan ukuran gangguan kestabilan pemerintahan ke depan dalam menjalankan program-programnya. "Bukan (substansi) RUU pilkada, tapi masalah kestabilan pemerintahan ke depan (bagi pasar)," kata dia.
PRIO HARI KRISTANTO
INILAHCOM, Jakarta - Perkembangan situasi politik yang tak kondusif akibat adanya beberapa kebijakan yang ditetapkan membuat pasar kecewa. Tercatat, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar Rupiah yang beberapa hari terakhir ini masih anjlok.
"Dah tahu, kan penyababnya apa, yang pasti eksternal di luar turun pastinya sentimen eksternal di globalnya negatif, dan yang pasti banyak orang yang khawatir dengan perkembangan politik dalam negeri," ujar Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Jum'at (03/10/2014).
Menurut Wamenkeu, pengaruh sentimen luar dan dalam negeri memang sama-sama membuat pengaruh pasar keuangan Indonesia.
"Nggak bisa ditentuin, tapi dua-duanya berpengaruh," jelas dia.
Berita sebelumnya, IHSG sedang lesu, namun Jumat (03/10/2014) IHSG berhasil melepaskan diri dari sentimen negatif yang membayangi dalam beberapa hari terakhir. Sempat berada pada penghujung 5.000, pada pembukaan Jumat (03/10/2014) ini IHSG berhasil naik 20,52 poin atau 0,4 persen ke 5.021,33. Sementara itu, nilai tukar Rupiah masih berada dilevel Rp12.138 per US$. [aji]
JAKARTA. Pasar saham domestik semakin tertekan di akhir pekan. Pada Jumat (3/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terpangkas 1,03% menjadi 4.949,34. Dalam sepekan terakhir, IHSG merosot 3,57%.
Sedangkan pasar saham Asia yang tecermin dari laju MSCI Asia Pacific naik tipis 0,3% ke level 138,91 pada Jumat pukul 16:03 waktu Hong Kong. Namun selama sepekan bursa Asia melemah 2,2%.
Koreksi tajam IHSG dipengaruhi sentimen negatif dari dalam dan luar negeri. Dominasi Koalisi Merah Putih, yang merupakan oposisi pemerintahan Jokowi-JK, ikut menekan indeks saham. "Pasar juga masih menunggu kabinet baru Jokowi," kata Analis Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih.
Andy Ferdinand, analis Batavia Prosperindo Sekuritas, juga mengatakan pergerakan IHSG pada pekan ini sangat sensitif dengan pemberitaan politik dalam negeri. "Kalau ada suatu berita politik langsung direspons oleh pasar," ungkap dia.
Tak hanya itu, kedua analis juga sepakat parlemen yang dikuasai Koalisi Merah Putih berpotensi menghambat kebijakan pemerintahan baru. Kemudian, indeks saham domestik juga masih dipengaruhi kabar dari Amerika Serikat. Seperti diketahui, Bank Sentral AS (The Fed) berencana untuk menaikan bunga acuan lebih cepat.
Alfatih dan Andy memperkirakan, IHSG pada pekan depan masih melanjutkan tren pelemahan. Alfatih menargetkan, IHSG berada di rentang 4.840 hingga 5.015. Sedangkan Andy memprediksi, IHSG akan bergerak di kisaran 4.835 hingga 5.002.
Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung menyampaikan adanya kekhawatiran dunia usaha atas kondisi politik tanah Air belakangan ini. Dunia usaha khawatir pemerintah yang baru tidak bisa bekerja efektif karena tidak didukung parlemen.
"Tentu dunia usaha melihat, adanya kekhawatiran bahwa pemerintah yang akan datang itu nanti tidak bisa bekerja efektif karena ada pengelompokan yang berbbeda, antara pemerintah dengan parlemennya," kata Chairul di Kompleks Istana Negara Jakarta, Jumat (3/9/2014).
Dia menyampaikan, dunia usaha tentu berharap adanya hubungan yang harmonis antara eksekutif dengan legislatif. Hubungan pemerintah dan parlemen yang membangun, kata dia, tentu akan meningkatkan kepercayaan dunia usaha.
"Kadin (Kamar Dagang Indonesia) sendiri sudah menyampaikan imbauannya, sudah menyampaikan concernnya (perhatiannya), tentu saya juga mendengarkan secara langsung banyak sekali pengusaha yang agak khawatir terhadap keadaan yang sekarang," tutur Chairul.
Sejumlah pihak mengkhawatirkan pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya, Jusuf Kalla tidak berjalan efektif nantinya. Hal ini tidak terlepas dari kekuatan politik koalisi partai pendukung Jokowi-Kalla yang gagal menguasai parlemen. DPR dipimpin koalisi merah putih yang bersebrangan dengan partai pendukung Jokowi-Kalla.
Jakarta. Indonesia’s wounded establishment is striking back at Joko Widodo after the former slum child ended years of elite rule with victory in July’s presidential election, handing him a series of early defeats that have sparked concerns for the future of the young democracy.
Widodo enjoyed a meteoric rise through local politics that served as a springboard to the presidency, and is the country’s first leader from outside a small circle of ex-military figures and oligarchs who have ruled Indonesia since the 1998 downfall of dictator Suharto.
The ex-furniture exporter, known by his nickname Jokowi, beat his only rival for the presidency, controversial ex-general Prabowo Subianto, with a man-of-the-people image that helped him overcome his opponent’s well–funded campaign.
When the Constitutional Court rejected Prabowo’s challenge to the results in August, it looked like the end of a closely-fought battle between the old guard and a leader who promised a new, corruption-free style of government for the world’s third-biggest democracy.
Far from it. The large coalition of parties that backed Prabowo, a former son-in-law of Suharto, has defied predictions it would fall apart after the ex-general’s defeat, and is using its majority in parliament to take control of the legislature and pass laws that Widodo’s party oppose.
Observers say not only could Prabowo’s “Red and White” coalition, a nationalistic moniker inspired by the colors of the Indonesian flag, block Widodo’s ambitious reform plans but the ex-general may have a more sinister agenda — to change the constitution and return the country to indirect presidential polls.
Alexius Jemadu, dean of the school of social and political science at Pelita Harapan University, near the capital Jakarta, described recent political developments as “an alarming sign.”
“This is a setback for Indonesian democracy,” he said.
The coalition, which controls over half of parliamentary seats compared to just over a third for parties backing Widodo, made its first strike at the incoming leader with a shock vote late last month to abolish the direct election of local leaders.
The move, which will see top officials selected by local parliaments instead of the public, was criticized as a return to a policy from the time of Suharto.
It was also viewed as an attack on a system that has produced a new generation of leaders, the most famous of which is Widodo himself, who started his political career as a directly elected mayor.
‘He broke the elite’
Prabowo’s supporters “want to prevent another upstart like Jokowi from emerging”, said Yohanes Sulaiman, political expert from the Indonesian Defense University.
“Jokowi’s a nobody basically, he’s a poor guy — and he broke the elite.”
Outgoing President Susilo Bambang Yudhoyono, who came in for criticism after his Democratic Party abstained from voting, has issued an emergency decree to annul the law, although parliament could strike this down within a few months.
A week later, the coalition tightened its grip on the legislature at the start of parliament’s new term by having its backers chosen for the key posts of speaker and his deputies in a rowdy opening session.
Attention is now focused on the possibility that Prabowo will seek to dominate the People’s Consultative Assembly, a joint sitting of the lower and upper houses of parliament, which has the power to change the constitution and reintroduce indirect elections for president
Such a move would see lawmakers in the assembly pick the head of state, a development critics say would concentrate power in the hands of the elite and really drag Indonesia back to the time of Suharto.
Some lawmakers from Prabowo’s coalition have in the past week publicly criticized direct presidential elections. However a spokesman for the coalition, Tantowi Yahya, insisted that the idea they were intent on changing the polls was “not true.”
Others are more sanguine, and believe that Prabowo’s coalition is still likely to fall apart as some of its members will shift to backing Widodo in exchange for posts in the new Cabinet before his inauguration on October 20.
Whatever happens, most agree that the past two weeks has been a blow to what had previously been looking like a smooth transition of power.
“It’s a very critical period for Indonesia to find some steady course that it can steer, and at the moment that is the last thing that we are getting,” said Keith Loveard, a senior risk analyst at Concord Consulting in Jakarta. (jakarta globe)
Agence France-Presse
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung menyampaikan adanya kekhawatiran dunia usaha atas kondisi politik tanah Air belakangan ini. Dunia usaha khawatir pemerintah yang baru tidak bisa bekerja efektif karena tidak didukung parlemen.
"Tentu dunia usaha melihat, adanya kekhawatiran bahwa pemerintah yang akan datang itu nanti tidak bisa bekerja efektif karena ada pengelompokan yang berbbeda, antara pemerintah dengan parlemennya," kata Chairul di Kompleks Istana Negara Jakarta, Jumat (3/9/2014).
Dia menyampaikan, dunia usaha tentu berharap adanya hubungan yang harmonis antara eksekutif dengan legislatif. Hubungan pemerintah dan parlemen yang membangun, kata dia, tentu akan meningkatkan kepercayaan dunia usaha.
"Kadin (Kamar Dagang Indonesia) sendiri sudah menyampaikan imbauannya, sudah menyampaikan concernnya (perhatiannya), tentu saya juga mendengarkan secara langsung banyak sekali pengusaha yang agak khawatir terhadap keadaan yang sekarang," tutur Chairul.
Sejumlah pihak mengkhawatirkan pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya, Jusuf Kalla tidak berjalan efektif nantinya. Hal ini tidak terlepas dari kekuatan politik koalisi partai pendukung Jokowi-Kalla yang gagal menguasai parlemen. DPR dipimpin koalisi merah putih yang bersebrangan dengan partai pendukung Jokowi-Kalla.
Jakarta. Indonesia’s wounded establishment is striking back at Joko Widodo after the former slum child ended years of elite rule with victory in July’s presidential election, handing him a series of early defeats that have sparked concerns for the future of the young democracy.
Widodo enjoyed a meteoric rise through local politics that served as a springboard to the presidency, and is the country’s first leader from outside a small circle of ex-military figures and oligarchs who have ruled Indonesia since the 1998 downfall of dictator Suharto.
The ex-furniture exporter, known by his nickname Jokowi, beat his only rival for the presidency, controversial ex-general Prabowo Subianto, with a man-of-the-people image that helped him overcome his opponent’s well–funded campaign.
When the Constitutional Court rejected Prabowo’s challenge to the results in August, it looked like the end of a closely-fought battle between the old guard and a leader who promised a new, corruption-free style of government for the world’s third-biggest democracy.
Far from it. The large coalition of parties that backed Prabowo, a former son-in-law of Suharto, has defied predictions it would fall apart after the ex-general’s defeat, and is using its majority in parliament to take control of the legislature and pass laws that Widodo’s party oppose.
Observers say not only could Prabowo’s “Red and White” coalition, a nationalistic moniker inspired by the colors of the Indonesian flag, block Widodo’s ambitious reform plans but the ex-general may have a more sinister agenda — to change the constitution and return the country to indirect presidential polls.
Alexius Jemadu, dean of the school of social and political science at Pelita Harapan University, near the capital Jakarta, described recent political developments as “an alarming sign.”
“This is a setback for Indonesian democracy,” he said.
The coalition, which controls over half of parliamentary seats compared to just over a third for parties backing Widodo, made its first strike at the incoming leader with a shock vote late last month to abolish the direct election of local leaders.
The move, which will see top officials selected by local parliaments instead of the public, was criticized as a return to a policy from the time of Suharto.
It was also viewed as an attack on a system that has produced a new generation of leaders, the most famous of which is Widodo himself, who started his political career as a directly elected mayor.
‘He broke the elite’
Prabowo’s supporters “want to prevent another upstart like Jokowi from emerging”, said Yohanes Sulaiman, political expert from the Indonesian Defense University.
“Jokowi’s a nobody basically, he’s a poor guy — and he broke the elite.”
Outgoing President Susilo Bambang Yudhoyono, who came in for criticism after his Democratic Party abstained from voting, has issued an emergency decree to annul the law, although parliament could strike this down within a few months.
A week later, the coalition tightened its grip on the legislature at the start of parliament’s new term by having its backers chosen for the key posts of speaker and his deputies in a rowdy opening session.
Attention is now focused on the possibility that Prabowo will seek to dominate the People’s Consultative Assembly, a joint sitting of the lower and upper houses of parliament, which has the power to change the constitution and reintroduce indirect elections for president
Such a move would see lawmakers in the assembly pick the head of state, a development critics say would concentrate power in the hands of the elite and really drag Indonesia back to the time of Suharto.
Some lawmakers from Prabowo’s coalition have in the past week publicly criticized direct presidential elections. However a spokesman for the coalition, Tantowi Yahya, insisted that the idea they were intent on changing the polls was “not true.”
Others are more sanguine, and believe that Prabowo’s coalition is still likely to fall apart as some of its members will shift to backing Widodo in exchange for posts in the new Cabinet before his inauguration on October 20.
Whatever happens, most agree that the past two weeks has been a blow to what had previously been looking like a smooth transition of power.
“It’s a very critical period for Indonesia to find some steady course that it can steer, and at the moment that is the last thing that we are getting,” said Keith Loveard, a senior risk analyst at Concord Consulting in Jakarta. (jakarta globe)
Agence France-Presse
Komentar
Posting Komentar