Langsung ke konten utama

6K @ IHSG 2016 yang TERTATAp neH

4600 datang lah :)
5K di depan mata, 6K diekspektasikaN

AWAL JANUARI 2016, kalkulasi kasar gw soal ekspektasi ihsg TERNYATA KEMIRIPAN TREN 2008 n 2015 emang TERBUKTI
secara tren, 2008 sempat AMBLES (minus) 154% dari 2830.26 k 1111.39 dalam waktu 10 bulan, namun MAMPU REBOUND (MANTUL NAEK) sebesar 82% k 2026.78 (per tgl 30 Juni 2009) dalam waktu sekira 163 hari sejak titik AMBLES.
secara tren, 2015 sempat ambles (minus) 32% dari rekor 5523.29 k 4163.73 dalam waktu 4 bulan, namun BERTAHAN DI ATAS BOTTOM s/d 30 Desember 2015 pada 4593.
nah ekspektasi gw: berdasarkan kalkulasi kasar JUMLAH DANA YANG DIGELONTORKAN OLEH CHINA (2015) n AMRIK / AS (2008) untuk KELUAR DARI KRISIS 2015, n 2008, yaitu $400 miliar (china) n $ 1 triliun (AS). Kayaknya angka +30% kenaekan @ ihsg terdalam 2015 akan LEBE DEKAT EKSPEKTASI OPTIMISTIK gw : 5446 per tgl 22 April 2016. SEMUA HANYA EKSPEKTASI OPTIMISTIK, bukan KEPASTIAN.
WELL, gw berusaha membuat ekspektasi serealistis mungkin :)

per tgl 14 Maret 2016: 
simak batas bullish (secara indikatif menggunakan tren sma 200 day), khususnya saat
ihsg menyentuh DI ATAS 5k @ 5200, 5500: 
SMA 200d saat itu @ area 3500-4500
jadi, ada jarak (5200-3500) dan (5500-4500), secara kasar:
1000-1700 poin, berarti wajib KUAT BANGET tren ihsg NAEK di atas sma 200day
well, saat ini area jenuh beli @ stochastic yang menunjukkan bahwa:
JENUH BELI KUAT BANGET
nah, artinya BERLAWANAN antara sasaran BELI KUAT dan JENUH BELI KUAT
... mungkin koreksi IMUT dibutuhkan agar area jenuh beli teratasi n terhindarkan
atawa
BREAKOUT secara mendadak menuju 5K
atawa
menunggu periode BELI KUAT banget dalam waktu JANGKA PANJANG
... well, gw pikir: 3 skenario di atas yang paling gw ekspektasikan tentu aza 
@ koreksi imut dulu, langsung terjun ke jenuh jual dalam jangka pendek

lalu disusul pembelian secara kuat bertahap dalam jangka menengah (lebe 1 bulan)
sehingga akhirnya bisa tercapai 5K 
... well, tampaknya jarak ihsg (14 Maret 2016) membuat banyak investor/trader
yang berekspektasi BREAKOUT ke atas yang KUAT
... well, liat aza :) 

per tgl 03 Maret 2016: 
batas SMA 200D yang cenderung merupakan batas bawah BULLISHness ihsg @ 4646 (tren NAEK dalam JANGKA PANJANG) tlah tertembus n ditaklukkan oleh tren IHSG riil @ 4836 ... well, ekspektasi teknikal ini mirip ujaran positif : MENKO perekonomian n FAISAL BASRI bahwa REBOUND EKONOMI makro tlah terjadi n pernyataan FB (2 Mar 2016) saat SEMINAR brikut. 
... nah gw dah MEMBANDINGKAN tren ihsg n FAKTA GEMURUH ekono global antara yang terjadi @ 2008 n @ 2015: nah ada KEMIRIPAN TREN ihsg saat KRISIS, nah yang gw tunggu n terbukti terjadi yaitu REBOUND / mantul naek ihsg lage seperti 2009-2010, moga2 bertahan n nyaman... :)
ati-ati jenuh BELI ya, manfaatkan koreksi @ TIME2BUY :)
dalam 2 SEMINAR imut EKONOMI sebuah koperasi komunitas spiritualis, gw menyampaikan beberapa
ilustrasi yang sama dalam waktu berjarak sekira 2 bulan dalam 2015 ... gw 
membaca, menganalisis, dan menyatakan bahwa ilustrasi2 tersebut akan n sedang terjadi
sehingga ekspektasi positif ekonomi makro kita akan berbalik arah menjadi positif ... coba simak: 



namun yang mesti dibuktikan kebenaran n kedahsyatannya: EKSPOR TIONGKOk k AMRIK yang meningkat lage .... karna faktanya ekspor Tiongkok maseh turun, termasuk k amrik
sehingga ekspor komoditas, terutama energi n tambang, dari Indonesia maseh
lom naek lage ... jadi pembalikan arah terutama terjadi karna PEMBELANJAAN
n PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR yang dilakukan pemerintah + KONSUMSI
rakyat Indonesia yang mase tinggi (terutama karena DEFLASI atawa INFLASI RENDAH)
... yang terpenting: TLAH TERJADI PEMBALIKAN ARAH



menurut catatan gw: indeks bursa saham amrik EMANG FLUKTUATIF, tapi ternyata dalam JANGKA PANJANG (1985-2016 = 31 taon aza) tetap memberikan POTENTIAL GAIN% yang lumayan gede (+1300%an)... nah, sejak pasca krisis subprime mortgage di amrik yaitu 2009, maka tren kenaekan indeks bursa saham amrik (Dow Jones Industrial Average Index) mencapai + 162% ... emang seh, indeks bursa saham amrik dah ga menjanjikan tren PG% yang lebe tinggi dibandingkan dgn tren ihsg (sekira + 2600% sejak pasca krismon 1997, atawa sekira + 1300% sejak 2002)... namun tren kenaekan indeks DJIA ini memberikan INDIKASI bahwa ekonomi amrik, yang menjadi LOKOMOTIF ekonomi GLOBAL, mulai semakin pulih n bahkan akan menarik ekonomi global lebe cepat (akseleratif)... well, liat aza :-)


NEW YORK. Wall Street kembali menghijau pada transaksi Senin (15/8) kemarin. Bahkan, ketiga indeks acuan Amerika ditutup pada level rekor tertingginya sepanjang sejarah.Mengutip data CNBC, pada pukul 16.00 waktu New York, indeks Dow Jones Industrial Average melesat 0,32% menjadi 18.636,05. Posisi saham top gainersdihuni oleh DuPont. Sedangkan di posisi top losers terdapat WUni tedHealth Group.
Sementara, indeks S&P 500 ditutup dengan kenaikan 0,28% menjadi 2.190,15. Sektor bahan baku memimpin kenaikan tujuh sektor lainnya. Sektor utiliti menjadi sektor dengan penurunan terbesar.
Adapun indeks Nasdaq melesat 0,56% menjadi 5.262,02.
Menurut Bruce McCain, chief investment strategist Key Private Bank, gambaran fundamental secara umum saat ini terlihat beragam. "Sehingga sulit melihat alasan reli pasar saham yang terlihat solid," imbuhnya.
Dia juga mencatat, calon presiden AS dari Partai Demokrat Hillary Clinton tampak memimpin suara dalam sejumlah polling dibanding pesaingnya dari Republik, Donald Trump. McCain menilai, hal ini juga turut mendorong reli pasar saham.
"Saya tidak akan mengatakan kandidat mana yang terbaik, namun biasanya market lebih suka jika partai incumbent yang bertahan di Gedung Putih," jelasnya.
Tidak hanya itu, tiga indeks acuan AS ini juga mencatatkan posisi harian tertinggi barunya. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing menembus level 2.188,45 dan 5.238,54 tak lama setelah pembukaan. Sedangkan indeks Dow Jones Industrial Average mencatat level harian tertinggi baru di 18.638,34.


IMQ, Jakarta —  Artikel saya terakhir yang saya publikasikan adalah March Effect Made in Indonesia pada 20 Februari 2013 yang lalu. Sejak artikel terakhir tersebut, banyak sekali pembaca yang mengirimkan tanggapan serta pertanyaan mengenai kapan artikel selanjutnya akan saya publikasikan?

Sebelumnya, saya mengacupkan terima kasih atas dukungan dan perhatian yang diberikan oleh pembaca terhadap artikel-artikel saya tersebut. Memang sejak artikel saya terakhir dipublikasikan, saya belum memiliki kesempatan untuk menulis artikel yang baru karena kesibukan yang sangat padat dalam memberikan edukasi Pasar Modal kepada masyarakat.

Selain hal tersebut, membagikan pengetahuan melalui tulisan membutuhkan topik yang spesifik dan menarik untuk membaca serta waktu yang khusus sehingga terhindar dari gangguan yang mungkin terjadi selama penulisan artikel tersebut.

Beberapa hari terakhir banyak sekali pertanyaan yang ditujukan kepada saya terhadap penurunan IHSG melalui email atau blackberry saya, sehingga saya menemukan topik yang spesifik yang saya sampaikan sebelumnya untuk dapat saya bagikan kepada masyarakat, dan saya merasa inilah waktu yang tepat untuk menulis suatu artikel kembali.

Pada artikel ini, saya ingin mencoba menggunakan bahasa yang sedikit berbeda dan campuran antara Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa dan Bahasa Gaul khas anak muda jaman sekarang.

IHSG selama 2013

Sejak IHSG dibuka kembali pada tanggal 2 Januari 2013 dengan level 4.322,58, IHSG mengalami rally hingga mencapai level tertinggi nya yaitu 5.251,29 pada 21 Mei 2013 atau sekitar 5 bulan. Dalam kurun waktu 5 (lima) bulan tersebut tentunya IHSG yang ngebut tersebut juga mengalami penurunan yang relatif kecil atau biasa dikatakan sebagai koreksi minor (minor correction), yaitu 7 – 11 Januari 2013 (-3%), 8 – 22 Maret 2013 (-3,7%), 3 – 16 April 2013 (-2,6%), 1 – 3 Mei 2013 (-3,1%), dan terakhir 21 – 28 Mei 2013 (-3,3%) dengan durasi koreksi tersebut kurang dari 1 (satu) bulan.

Data tersebut merupakan gambaran awal yang terjadi pada IHSG selama Semester I 2013 ini.

IHSG Mencapai 5,200

Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, hanya dalam kurun waktu 5 bulan sejak awal tahun 2013 IHSG dengan cepat menyentuh level 5.200 dari sebelumnya dibuka pada level 4.300 hingga banyak analis yang melakukan perubahan atau adjustment target IHSG mereka di tahun 2013 yang rata-rata 5,000 menjadi lebih tinggi lagi karena sentimen positif atas pasar yang bullish.

Sebelum saya melanjutkan penjelasan saya, saya ingin mengajak pembaca untuk mengetahui apa yang sedang saya lakukan pula dalam kurun waktu 5 bulan tersebut selama tahun 2013 ini. Dengan profesi saya menjadi seorang motivator, trainer atau pembicara, selama 5 bulan terakhir saya banyak memberikan edukasi Pasar Modal melalui seminar, training atau workshop kepada perusahaan baik tertutup maupun perusahaan terbuka (emiten), universitas maupun masyarakat melalui program Sekolah Pasar Modal (SPM) yang sangat bagus dan diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) secara gratis (Baca: Sekolah Gratis, Why Not?).

Ketika saya menjadi pembicara di dalam acara-acara tersebut, sebelum saya memulai selalu saya bertanya pertanyaan yang sama di setiap acara edukasi tersebut yaitu “Siapa yang menikmati kenaikan IHSG di 4.300, 4.400, 4.500, …. 5.200?”.

Tentunya saya menyesuaikan level IHSG saat itu dengan acara yang mengundang saya sebagai pembicaranya. Hal yang menarik adalah kurang dari 10 orang yang mengangkat tangannya dari rata-rata peserta 100 – 200 orang.

Hal demikian terjadi di semua acara tersebut, bahkan ketika saya bertanya lebih lanjut kepada peserta yang merupakan staf dari perusahaan yang terbuka yang mengundang saya sebagai pembicara “Siapa yang membeli saham perusahaan tempat Anda bekerja?”, kembali saya menemukan jawaban yang serupa atau bahkan tidak ada yang mengangkat tangan sama sekali.

Dengan pengalaman selama 5 bulan tersebut hingga ketika IHSG mencapai level 5,200, lantas saya bertanya pada diri sendiri “Siapa yang menikmati kenaikan IHSG tersebut?”. Dengan kata lain bahasa gaul anak muda sekarang ini “terus gw harus bilang wow gitu?”. Bagaimana bisa produk investasi negara sendiri namun tidak banyak yang menikmati?

Tentunya ini adalah pekerjaan kita bersama, tidak hanya saya, pembaca, namun pihak-pihak lain yang terkait Pasar Modal untuk memberikan edukasi Pasar Modal kepada masyarakat sehingga masyarakat Indonesia dapat mengetahui sekaligus mengaplikasikan dan memperoleh manfaat dari investasi di Pasar Modal Indonesia.

IHSG Mencapai 4.500

Sejak mencapai level tertinggi nya pada 21 Mei 2013 hingga artikel ini ditulis pada hari Rabu, 12 Juni 2013 pukul 2 dini hari, IHSG telah mengalami penurunan besar hingga menyentuh level terendah di 4.573 atau 12 – 13 persen dari level tertingginya. Bahkan 8 hari bursa terakhir (30 Mei – 11 Juni 2013) penurunan IHSG telah menyumbang penurunan IHSG lebih dari 11%.

Menurut pembaca, bagaimana kondisi psikologis seorang investor atau trader menghadapi penurunan besar tersebut? Bagaimana menghadapi penurunan lebih dari 10% padahal selama ini koreksi minor IHSG terjadi sekitar 3%? Dan bagaimana pembaca menyikapi hal tersebut?

Well, melihat email yang masuk ke dalam inbox saya, status di profil blackberry atau social media, broadcast dan lain sebagainya, saya menemukan ada 2 jenis yang menyikapi kondisi tersebut yaitu Pertama, orang-orang yang panik terhadap penurunan tersebut dan Kedua, orang-orang yang happy terhadap penurunan tersebut. Kok bisa?

Jakarta Great Sale dan Pekan Raya Jakarta di tahun 2013

Sebelum saya melanjutkan penjelasan saya diatas, mulai bulan Juni 2013 ini di Jakarta domisili saya saat ini sedang memiliki 2 (dua) peristiwa tahunan yaitu Jakarta Great Sale dan Pekan Raya Jakarta (PRJ). Jakarta Great Sale dimulai pada tanggal 1 Juni hingga 14 Juli 2013 (Sumber: tempo.co. Baca “Jakarta Great Sale 2013, Pesta Diskon di 74 Mal”) dan Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang dimulai pada 6 Juni hingga 7 Juli 2013 (Sumber: suaramerdeka.com. Baca “Malam ini SBY buka Pekan Raya Jakarta 2013”).

Bila pembaca telah membuka 2 (dua) link sumber berita yang saya berikan, pembaca akan mengetahui bahwa kedua tersebut diikuti oleh lebih banyak pusat pembelanjaan atau peritel dari tahun sebelumnya, target transaksi yang diharapkan lebih besar dari tahun sebelumnya, dan jenis-jenis potongan harga atau diskon yang lebih beragam seperti diskon up to 70% atau late night shopping dan lain sebagainya.

Dengan program-program yang menarik tersebut, tentu masyarakat secara umum akan tergoda untuk melakukan pembelian di saat ada event dan timing. Dan dengan target transaksi yang lebih besar tersebut dibandingkan tahun sebelumnya, tentu volume transaksi diharapkan meningkat pada tahun 2013 ini.

Lantas, apa kaitannya dengan IHSG? Saya ingin mengajak pembaca untuk melihat kedua acara tersebut dengan penurunan IHSG saat ini? Menurut pembaca, dimanakah letak kesamaannya? Selain terjadi pada bulan yang sama (bukan sulap atau sihir), kesamaan yang terpenting yang saya maksudkan disini adalah adanya pesta diskon. Saat ini IHSG sedang mengalami diskon.

Menyambung penjelasan saya sebelumnya mengenai jenis orang yang panik dan happy menyikapi penurunan IHSG tersebut, di dalam pengalaman saya, ketika kita berbicara events seperti Jakarta Great Sale atau Pekan Raya Jakarta, masyarakat berbondong-bondong ingin memanfaatkan event dan timing acara tersebut untuk memperoleh barang yang ingin dibeli atau bahkan diidam-idamkan sejak lama namun menantikan program diskon tersebut.

Namun, ketika kita bicara investasi di Pasar Modal, seringkali masyarakat berlaku terbalik, bukannya menantikan diskon tersebut namun panik menyikapinya.

Oleh sebab itu, saya melihat jenis orang yang happy menyikapi penurunan IHSG justru menantikan event penurunan IHSG ini dan menentukan timing yang tepat untuk melakukan pembelian produk-produk yang sedang diskon dalam hal IHSG berarti saham-saham yang sedang mengalami diskon. Kapan lagi mendapatkan harga murah? Menarik bukan?

Krisis = Peluang ???

Pepatah mengatakan “Belajarlah hingga ke negeri China”, Presiden AS yang ke 35, yaitu John F. Kennedy (JFK) pernah menyampaikan kalimat “The Chinese use two brush strokes to write the word “crisis”. One brush stroke stand for danger, the other for opportunity. In a crisis, be aware of danger, but recognize the opportunity” yang berarti kata krisis (wei ji) di dalam bahasa Cina terdiri dari dua kata yaitu bahaya (wei xian) dan peluang (ji hui).

Penurunan IHSG yang terjadi belakangan ini tentunya tergantung cara kita menyikapinya pula, apakah pembaca lebih fokus pada krisis nya (jenis orang yang panik) atau lebih fokus pada peluang nya (jenis orang yang happy).

Setiap masalah selalu ada solusinya bukan? (Every problem has its own solution) dan pepatah yang lainnya pula yang mengatakan habis gelap terbitlah terang. Tentunya keputusan bagaimana menyikapi penurunan IHSG tersebut saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca, namun saya harapkan pembaca memilih jenis orang yang melihat bahaya sebagai suatu peluang.

Sejarah Koreksi IHSG

Mengapa Jakarta Great Sale dan Pekan Raya Jakarta selalu diadakan mulai bulan Juni? Bila pembaca melihat historisnya, hal ini terkait dengan ulang tahun Jakarta yang jatuh pada tanggal 22 Juni sehingga bulan tersebut menjadi suatu pesta ulang tahun bagi kota Jakarta maupun masyarakatnya.

Mengapa melihat sejarah cukup penting? Bila pembaca memahami penjelasan saya tersebut diatas, maka pembaca akan menantikan bulan Juni setiap tahunnya untuk memperoleh barang yang pembaca inginkan dengan harga diskon bukan? Hal tersebut menunjukkan pentingnya kita melihat sejarah untuk mengambil suatu tindakan.

Hal tersebut berlaku pula dengan IHSG, oleh sebab itu, pada kesempatan ini saya ingin menunjukkan kepada pembaca selama beberapa tahun terakhir berapa persen penurunan IHSG, tentunya penurunan disini yang saya maksudkan adalah koreksi besar diatas 10% dan bukan koreksi minor yang rata-rata 3%.

Pada kesempatan ini, saya menggunakan data 3 (tiga) tahun terakhir yaitu
2010 – 2012. Pada tahun 2010, koreksi besar IHSG diatas 10% terjadi 2 (dua) kali yaitu:

1. 20 Januari di level 2.689 – 8 Februari 2010 di level 2.431 dengan penurunan sekitar 10% dan durasi waktu kurang dari 1 bulan
2. 3 Mei 2010 di level 2.982 – 25 Mei 2010 di level 2.502 dengan penurunan sekitar 19% dan durasi waktu kurang dari 1 bulan.

Pada tahun 2011, koreksi besar IHSG diatas 10% terjadi 3 (tiga) kali yaitu:
1. 6 Januari di level 3.789 – 21 Januari 2011 di level 3.379 dengan penurunan sekitar 12,5% dan durasi waktu kurang dari 1 bulan,
2. 2 Agustus di level 4.195 – 9 Agustus 2011 di level 3.590 dengan penurunan sekitar 14% dan durasi waktu kurang dari 1 bulan
3. 9 September di level 4.028 – 26 September 2011 di level 3.217 dengan penurunan sekitar 20% (Krisis Hutang Eropa) dan durasi waktu kurang dari 1 bulan.

Pada tahun 2012, koreksi besar IHSG diatas 10% terjadi hanya 1 (satu) kali yaitu:

1. 4 Mei di level 4.234 – 4 Juni 2012 di level 3,635 dengan penurunan sekitar 14% dan durasi waktu 1 bulan. (Baca: JDW: Weekly Market Update (4-8 Juni 2012).

Berdasarkan data historis tersebut, rata-rata koreksi besar IHSG selama kurun waktu 2010 – 2010 berkisar 10 – 20%. Bila data historis tersebut saya gunakan untuk melakukan estimasi terhadap penurunan IHSG di tahun 2013 ini, maka penurunan IHSG dari level tertinggi 5.251,29 pada 21 Mei 2013 akan berkisar pada level 4.200 - 4.720.

Apakah pasti terjadi? Sekali lagi artikel ini hanya bertujuan memberikan estimasi dengan sudut pandang yang berbeda yang seringkali digunakan oleh para analis dengan analisa fundamental atau para trader dengan analisa teknikal nya. Saya menggunakan matematika dengan logika yang sederhana saja karena saya tidak suka perhitungan yang njlimet (susah) dimengerti atau indikator-indikator teknikal yang berbagai macam jenisnya.

Hal ini terkait dengan profesi saya yang memungkinkan berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga penyampaian kepada masyarakat haruslah sesederhana mungkin namun menyeluruh, dalam kata lain simple but powerfull dan keep it simple.

Pada saat artikel ini ditulis, IHSG sudah menyentuh level 4,500 (11 Juni 2013) dari level tertinggi nya 5.251 (21 Mei 2013) dengan durasi kurang dari 1 bulan tentunya dari penjelasan saya sebelumnya ada kemungkinan IHSG hampir menyentuh level terendahnya.

Dan dari pertimbangan Risk (4.600 – 4.200 = 400 poin) dan Reward (5.250 – 4.600 = 650 poin) maka kondisi Reward saat ini mulai lebih besar dibandingkan Risk.

Dan bila pembaca membuka link yang saya berikan diatas atau pada artikel saya yang terakhir yaitu March Effect Made in Indonesia, riset yang saya lakukan terhadap bulan Maret beberapa tahun terakhir menunjukkan di tahun 2013 besar kemungkinan penutupan IHSG di akhir tahun 2013 nanti akan lebih besar dibandingkan pada pembukaan IHSG pada awal tahun 2013.

Trading Plan

Bila kita mempelajari ilmu manajemen, maka kita mengetahui bahwa fungsi pertama dan utama di dalam manajemen adalah perencanaan (planning), demikian pula dengan investasi di Pasar Modal. Ketika pembaca melakukan investasi tentunya pembaca harus mempersiapkan planning yang matang di dalam pengambilan keputusan investasi.

Bila pembaca seorang investor, tentu pembaca sudah cukup lama berinvestasi di Pasar Modal untuk mengetahui bahwa pergerakan IHSG dengan kenaikan dan penurunannya bila pembaca simpan dalam jangka panjang akan memberikan return yang optimal dan setiap penurunan akan memberikan peluang top up secara bertahap terhadap portofolio pembaca.

Warren Buffet sebagai seorang investor ulung dan menjadi salah satu orang terkaya di dunia selalu mengatakan “Beranilah saat orang lain takut dan takutlah saat orang lain berani”.

Bila pembaca seorang trader, tentu pembaca akan berusaha untuk mencari titik terendah (entry point) untuk melakukan pembelian pada harga semurah mungkin (market timing), semoga penjelasan saya diatas dapat memberikan tambahan informasi dari sudut pandang yang berbeda dan berusaha sesederhana mungkin. Perhatikan 3 level IHSG sebagai titik balik (turning point), yaitu 4.300, 4.400 dan 4.500.

Baik investor atau trader, jangan lupa untuk memilih saham-saham dengan fundamental yang bagus dengan entry point terbaik secara teknikal dengan disiplin investasi baik cut loss maupun profit taking.

Sekali lagi, artikel ini hanya bertujuan memberikan tambahan informasi dan wawasan dari sudut pandang berbeda, tidak ada jaminan 100% tepat adanya karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. “if you fail to plan, you plan to fail”.

Akhir kata, sukses selalu dan selamat berinvestasi.
Author: Jimmy Dimas Wahyu



Nonresident Senior Fellow,Foreign PolicyBrookings-Tsinghua Center

Just how much economic trouble is China in? To judge by global markets, a lot. In the first few weeks of the year, stock markets around the world plummeted, largely thanks to fears about China. The panic was triggered by an 11 percent plunge on the Shanghai stock exchange and by a small devaluation in the renminbi. Global investors—already skittish following the collapse of a Chinese equity-market bubble and a surprise currency devaluation last summer—took these latest moves as confirmation that the world’s second-biggest economy was far weaker than its relatively rosy headline growth numbers suggested.

  • February 10, 2016
In one sense, markets overreacted. China’s economy grew by 6.9 percent in 2015; financial media headlines bewailed this as “the lowest growth rate in a quarter century,” but neglected to mention that this is still by a good margin the fastest growth of any major economy except for India. Even at its new, slower pace, China continues to grow more than twice as fast as developed economies. Some doubt the reliability of China’s economic statistics, of course, but most credible alternative estimates (based on hard-to-fake indicators of physical output) still suggest that China is growing at around 6 percent, and that if anything there was a slight pickup in activity in late 2015.
It’s true that construction and heavy industry, which drove China’s growth from 2000 to 2013, are now nearing recession levels. But services—which now account for over half of China’s economy—and consumer spending remain strong, underpinned by solid employment and wage gains. The latest Nielsen survey of consumer confidence ranked China eighth of 61 countries in consumer optimism, and confidence actually increased in the last quarter of 2015. All in all, another year of 6 percent-plus growth should be achievable in 2016.
Markets also exaggerate the risk of financial crisis, with their breathless talk of capital fleeing the country. Most of this so-called “capital flight” is simply a matter of companies prudently paying down foreign-currency debts, or hedging against the possibility of a weaker renminbi by shifting their bank deposits into dollars. In the main, these deposits remain in the mainland branches of Chinese banks. Domestic bank deposits grew by a healthy 19 percent in 2015 and now stand at $21 trillion—double the country’s GDP and seven times the level of foreign exchange reserves. The continued fast rise in credit is an issue that policymakers will need to address eventually. But they have time, because lending to households and companies is backed one-for-one by bank deposits. By contrast, the United States on the eve of its crisis in 2008 had nearly four dollars of loans for every dollar of bank deposits. As long as China’s financial system stays so securely funded, the chance of a crisis is low.
Yet while we should not worry about an imminent economic “hard landing” or financial crisis, there are reasons to be seriously concerned about the country’s economic direction. The core issue is whether China can successfully execute its difficult transition from an industry- and investment-intensive economy to one focused on services and consumption, and how much disruption it causes to the rest of the world along the way. History teaches us that such transitions are never smooth. And indeed, China’s transition so far has been much rougher than the gradual slowdown in its headline GDP numbers suggests.
Remember that when China reports its GDP growth, this tells you how much its spending grew in inflation-adjusted renminbi terms. But to measure China’s impact on the rest of the world in a given year, it is better to look at its nominal growth—that is, not adjusted for inflation—in terms of the international currency: the U.S. dollar. This is because nominal U.S.-dollar figures better show how much demand China is pumping into the global economy, both in volume terms (buying more stuff) and in price terms (pushing up the prices of the stuff it buys).
When we look at things this way, China’s slowdown has been precipitous and scary. At its post-crisis peak in mid-2011, China’s nominal U.S.-dollar GDP grew at an astonishing 25 percent annual rate. During the four-year period from 2010 to 2013, the average growth rate was around 15 percent. By the last quarter of 2015, though, it had slowed to a tortoise-like 2 percent (see chart). In short, while investors are wrong to complain that China distorts its GDP data, they are right to observe that, for the rest of the world, China’s slowdown feels far worse than official GDP numbers imply.
This dramatic fall in the growth of China’s effective international demand has already hit the global economy hard, through commodity prices. In the past 18 months, the prices of iron ore, coal and oil, and other commodities have all fallen by about two-thirds, thanks in part to the slowdown in Chinese demand and in part to the glut of supply built up by mining companies that hoped China’s hunger for raw materials would keep growing forever. This has badly hurt emerging economies that depend on resource exports: Brazil, for instance, is now mired in its worst downturn since the Great Depression. The slowdown also hurts manufacturers in rich countries like the United States and Japan, which rely on sales of equipment to the mining and construction industries.
This helps explain why markets react so fearfully at every hint the renminbi might fall further in value: A weaker currency reduces the dollar value of the goods China can buy on international markets, creating more risk of a further slowdown in an already languid world economy.
There is a silver lining: The flattening of its commodity demand shows China has turned its back on an unsustainable growth model based on ever-rising investment. The question now is whether it can succeed in building a new growth model based mainly on services and consumer spending. As we noted above, growth in services and consumer spending is solid. But it is still not strong enough to carry the whole burden of driving the economy. For that to happen, much more reform is needed. And the pace of those reforms has been disappointing.
The crucial reforms all relate to increasing the role of markets, and decreasing the role of the state in economic activity. China has an unusually large state sector: OECD researchers have estimated that the value of state-owned enterprise assets is around 145 percent of GDP, more than double the figure for the next most state-dominated economy, India.[1] This large state sector functioned well for most of the last two decades, since the main tasks were to mobilize as many resources as possible and build the infrastructure of a modern economy—tasks for which state firms, which are not bound by short-term profit constraints, are well suited.
Now, however, the infrastructure is mostly built and the main task is to make the most efficient use of resources, maximize productivity, and satisfy ever-shifting consumer demand. For this job, markets must take a leading role, and the government must wean itself off the habit of using state-owned firms to achieve its economic ends. And the big worry is that, despite the promises in the November 2013 Third Plenum reform agenda, Beijing does not seem all that willing to let markets have their way.
The concerns stem from the government’s recent interventions in the equity and currency markets. Last June, when a short-lived stock market bubble popped, the authorities forced various state-controlled firms and agencies to buy up shares to stop the rout. This stabilized the market for a while, but left people wondering what would happen when these agencies started selling down the shares they had been forced to buy. To enable these holdings to be sold without disrupting the market, the authorities instituted a “circuit breaker” which automatically suspended stock-exchange trading when prices fell by 5 percent in one day. Instead of calming the market, this induced panic selling, as traders rushed to dump their shares before the circuit breaker shut off trading. The government canceled the circuit breaker, and the market remains haunted by the risk of state-controlled shareholders dumping their shares en masse.
Similarly, Beijing got into trouble in August when it announced a new exchange-rate mechanism that would make the value of the renminbi more market determined. But because it paired this move with a small, unexpected devaluation, many traders assumed the real goal was to devalue the renminbi, and started pushing the currency down. So the People’s Bank of China (PBOC) intervened massively in the foreign exchange markets, spending down its foreign-currency reserves to prop up the value of the renminbi. This stabilized the currency, but brought into question the government’s commitment to a truly market-driven exchange rate. 
Then, in December, PBOC made another change, by starting to manage the renminbi against a trade-weighted basket of 13 currencies, rather than against the dollar as in the past. Because the dollar has been strong lately, this in effect meant that PBOC was letting the renminbi devalue against the dollar. Again, PBOC argued that its intention was not to devalue, but simply to establish a more flexible exchange rate. And again, it undermined the credibility of this intention by intervening to prevent the currency from falling against the dollar.
One could argue that these episodes were merely potholes on the road to a greater reliance on markets. This may be so, but investors both inside and outside China are not convinced. The heavy-handed management of the equity and currency markets gives the impression that Beijing is not willing to tolerate market outcomes that conflict with the government’s idea of what prices should be. This runs against the government’s stated commitment in the Third Plenum decision to let market forces “play a decisive role in resource allocation.”
Another source of unease is the slow progress on state enterprise reform.  Momentum seemed strong in 2014, when provinces were encouraged to publish “mixed ownership” plans to diversify the shareholding of their firms. This raised hopes that private investors would be brought in to improve the management of inefficient state companies. Yet to date only a handful of mixed-ownership deals have been completed, and many of them involve the transfer of shares to state-owned investment companies, with no private-sector participation. Plans to subject the big centrally controlled state enterprises to greater financial discipline by putting them under holding companies modeled on Singapore’s Temasek have been incessantly discussed, but not put into action. Meanwhile the number of state firms continues to grow, rising from a low of 110,000 in 2008 to around 160,000 in 2014.
So long as Beijing continues to intervene in markets to guide prices, and fails to deliver on the key structural reforms needed to create a sustainable consumer-led economy, markets both inside and outside China will continue to be nervous about the sustainability of growth, and we will see more “China scares” like the one we endured in January. A clearer sense of direction is required, as is better communication.
For three decades, China sustained fast economic growth by steadily increasing the scope of markets, even as it preserved a large role for the state. Because investors were confident in the general trend towards more markets and more space for private firms, they were happy to invest in growth. Today neither private entrepreneurs in China, nor traders on global financial markets, are confident in such a trend. By the end of 2015 growth in investment by non-state firms had slowed to only about two-thirds the rate posted by state-owned firms, ending nearly two decades of private-sector outperformance.
Doubts are amplified by the government’s failure to communicate its intentions. During the last several months of confusion on foreign exchange markets, no senior official came forth to explain the goals of the new currency policy. No other country would have executed such a fundamental shift in a key economic policy without clear and detailed statements by a top policymaker. As China prepares for its presidency of the G-20, the government owes it both to its own people and to the global community of which it is now such an important member to more clearly articulate its commitment to market-oriented reforms and sustainable growth.

[1] P. Kowalski et al., “State-owned Enterprises: Trade Effects and Policy Implications,” OECD Trade Policy Papers No. 147 (2013). http://dx.doi.org/10.1787/5k4869ckqk7l-en


per tgl 02 Maret 2016: Jakarta Detik -Perekonomian Indonesia saat ini dinilai lebih baik terlihat dari kondisi bursa saham yang mulai menunjukkan penguatannya. Selain itu, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga terus menguat.

"Daya tahan perekonomian Indonesia relatif baik. Lihat saja hari ini rupiah kita (Rp 13.273). Jadi dapat dikatakan segi daya tahan Indonesia secara keseluruhan masih berada di zona positif dan relatif oke. Capital flow (aliran dana) pun positif," kata Ekonom Faisal Basri dalam Acara Market & Economic Outlook 2016 "Strategi Investasi di Tahun Monyet", di Jakarta, Rabu (2/3/2016).

Dia menyebutkan, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) perlahan mulai menguat. Secara year to date (ytd), IHSG sudah naik di kisaran 4%, meskipun secara year on year(yoy) masih mencatat minus 14%. Siang ini, IHSG 'lompat' 1,10% ke 4.831,759.

"Bicara soal saham, saham kita lumayan, year to date-nya 4%. Walaupun year on year-nya masih minus 14%. Ditambah lagi, saat ini Indonesia dalam 2 minggu berturut-turut berada di posisi nomor 1 terbaik dunia (in USD terms). Dengan emerging market yang positif yakni 5,9%," sebut dia.

Menurut Faisal, jika IHSG terus meroket, maka tidak menutup kemungkinan akan bisa menjadi terbaik di dunia. 

"Jadi pesan saya, untuk Bapak, Ibu para investor dalam negeri yang hadir di sini, belilah saham di dalam negeri, berinvestasilah di dalam negeri, sebelum saham ke 4.500 lagi," kata dia.

Faisal menambahkan, positifnya IHSG dan rupiah juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada di angka 5,2%.

"Saya sendiri pun sejujurnya masih sangat optimistis Indonesia bisa mencapai 5,2%. Saya bahkan lebih optimistis dari yang diprediksikan majalah-majalah ekonomi, IMF, dan Bank Indonesia," tandasnya.
(drk/drk) 

per tgl 16 Feb 2016: JAKARTA – Pasar saham yang dalam tren bullish diperkirakan mendorong IHSG menguat ke level 4.850 hingga akhir kuartal I-2016. Penguatan ini didukung data ekonomi dalam negeri yang hampir semuanya baik dan naiknya kembali harga minyak yang mengurangi kekhawatiran global.

Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2016 kembali surplus US$ 50 juta, karena surplus sektor nonmigas mencapai US$ 160 juta atau melebihi defisit sektor migas sebesar U$ 110 juta.

Demikian rangkuman pendapat Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio, analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee, dan analis senior Trimegah Securities Gina N Nasution. Mereka memberikan keterangan secara terpisah di Jakarta, Senin (15/2).

Tito mengatakan, data-data ekonomi domestik yang dirilis selama Februari ini diapresiasi pasar. Data neraca perdagangan Januari lalu juga dinilai positif sehingga ikut mendorong kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI, kemarin. Pada penutupan perdagangan saham Senin (15/2), IHSG menguat 26,33 poin atau 0,56% ke level 4.740,73, dengan asing mencatatkan net buy(pembelian bersih) Rp 146,4 miliar.

Akumulasi pembelian bersih oleh asing dari Januari 2016 hingga kemarin bertambah menjadi Rp 1,66 triliun. Padahal, tahun lalu, asing mencatatkan net sell (penjualan bersih) Rp 22,58 triliun. Sementara itu, rupiah sedikit melemah 5 poin ke level 13.476 per dolar AS pada 15 Februari 2016 berdasarkan kurs tengah BI.

“Laju IHSG selanjutnya akan tergantung dari hasil rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Februari 2016. Saya berharap BI dapat menurunkan BI rate lagi, sehingga bisa berpotensi meningkatkan kepercayaan pasar,” kata dia di Jakarta, Senin (15/2).  (fik/b1/sumber lain/en)

Baca selanjutnya di

per tgl 05 Feb 2016 : Bisnis.com, JAKARTA— Indeks harga saham gabungan melanjutkan penguatan pada perdagangan hari ini, JUmat (5/2/2016).
IHSG dibuka naik 0,19% atau 8,79 poin ke level 4.674,61.
Kemarin, IHSGditutup menguat 69,71 poin atau 1,52% ke 4.665,82.
IHSG menguat di saat sejumlah data dalam negeri menjadi sentimen positif, dan kondusifnya sentimen dari luar negeri.
Pada hari ini IHSG akan menunggu data PDB dari dalam negeri.
per tgl 05 Feb 2016, TLAH TERKONFIRMASI ANALISIS TEKNIKAL bahwa TREN BULLISH JANGKA PANJANG (sma 200d) TLAH DITEMBUS TREN IHSG : 



per tgl 04 Februari 2016: JAKARTA kontan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan peningkatan signifikan sore ini (4/2). Berdasarkan data RTI, pada pukul 16.00 WIB, indeks tercatat melaju 1,52%. Dengan demikian, posisi terakhir indeks hari ini 4.665,817.
Sementara itu, jumlah saham yang melesat sebanyak 173 saham. Sedangkan jumlah saham yang turun sebanyak 96 saham dan 101 saham lainnya tak berubah posisi.
Volume transaksi hari ini melibatkan 4,114 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 5,720 triliun.
Bicara mengenai sektoral, tak ada satu pun sektor yang tertekan. Tiga sektor dengan kenaikan terbesar antara lain sektor barang konsumen naik 2,33%, sektor manufaktur naik 2,02%, dan sektor keuangan naik 1,85%.
Saham-saham indeks LQ 45 dengan kenaikan tertinggi antara lain: PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) naik 11,39% menjadi Rp 264, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) naik 11,11% menjadi Rp 1.350, dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) naik 7,83% menjadi Rp 620.
Adapun saham-saham top losers indeks LQ 45 hari ini yaitu: PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) turun 2,21% menjadi Rp 1.770, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) turun 0,83% menjadi Rp 2.400, dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) turun 0,5% menjadi Rp 1.005.

Bisnis.com, JAKARTA--Indeks harga saham gabungan (IHSG) berpeluang untuk rally setelah terjadi teknikal rebound dan konsolidasi bursa saham global. Sebulan terakhir, IHSG berhasil ditutup naik 1% dan berkinerja terbaik di dunia.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, mengatakan teknikal rebound masih akan berlanjut pada bursa global setelah pekan lalu terjadi konsolidasi. Tekanan terhadap bursa saham global mulai mereda setelah kembali naiknya harga minyak dunia ke atas level US$30 per barel.
"Akan terjadi teknikal rebound dan bagus bagi IHSG. Saya melihat IHSG berpeluang untuk tren naik yang cukup panjang alias rally pada Februari," ungkapnya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (31/1/2016).
Reli panjang IHSG disokong oleh kondisi bursa global yang juga melaju. Tidak hanya itu, fundamental ekonomi Indonesia terbilang berada pada level stabil, sehingga pelaku pasar hanya akan menanti data pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015 yang bakal dirilis pemerintah.
Kondisi pada kuartal IV/2015, sambungnya, pertumbuhan ekonomi biasanya jauh lebih buruk ketimbang kuartal sebelumya. Namun, sinyalemen membaiknya kondisi pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun lalu tampaknya mulai terlihat.
Sementara itu, data inflasi Januari 2016 juga ditunggu oleh pelaku pasar. Bila saat pemerintahan sebelumnya, periode Januari selalu tidak banyak mengalami pergerakan lantaran mayoritas anggaran belum dicairkan.
Akan tetapi, pada pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, pemerintah telah menyiapkan paket kebijakan yang dirilis sejak akhir tahun lalu. Sehingga, likuiditas dana pemerintah dapat diatasi dan pencairan anggaran dapat dilakukan sejak awal tahun.
Dalam 10 tahun masa pemerintahan sebelumnya, kata dia, pemerintah selalu berjuang agar harga bahan bakar minyak (BBM) tidak dinaikkan pada akhir tahun. Sehingga, APBN selalu tekor karena dana APBN ludes untuk alokasi subsidi BBM.
Kondisi berbeda terjadi saat ini. Pemerintah tidak lagi kesulitan likuiditas pada akhir dan awal tahun karena tak memiliki beban untuk menahan harga BBM setelah subsidi dicabut.
Pada pekan ini, IHSG diproyeksi berada pada level support 4.570 dan resistance 4.639. Awal pekan ini, IHSG berpeluang reli ke level 4.800-5.000 apabila Indeks berhasil menembus level tertinggi 4.639.
"Peluang rally bisa bertahan hingga akhir bulan. Sentimen dari ekonomi dan teknikal reboundbursa global harga minyak," paparnya.
Pada saat bersamaan, dia mengatakan nilai tukar rupiah masih berada pada kisaran yang cukup bagus. Terlebih lagi, Bank Indonesia masih memiliki peluang untuk menurunkan suku bunga acuan alias BI Rate.
Pekan ini, kurs rupiah diproyeksi bergerak pada level support Rp13.600 per dolar AS dan levelresistance Rp14.000 per dolar AS. Kecenderungannya, kurs rupiah masih flat dan mengalami penguatan tipis.
Secara terpisah, Head of Corporate Strategy & Research PT Bahana Securities Harry Su, mengatakan pekan ini investor menunggu rilis data inflasi Januari 2016 oleh pemerintah.
Inflasi sepanjang awal 2016 tersebut, katanya, perlu dicermati akibat mulai merangkaknya harga beras sebagai efek dari elnino. Inflasi dari sektor pangan dinilai perlu dicermati lantaran bila lebih tinggi dari ekspektasi, kurs rupiah bakal terpuruk.
Pelaku pasar, sambungnya, juga tengah menanti rilis data pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun lalu. Bank Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2015 berada pada level 4,9% dengan proyeksi full year 2015 mencapai 4,7%-4,8%.
Adapun, Bahana Securities memproyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2015 hanya 4,8% dan 4,7% untuk proyeksi sepanjang tahun lalu. Proyeksi itu terjadi seiring dengan masih lemahnya harga komoditas, terganggunya pendapatan petani, tergerusnya ekspor, dan pelemahan ekonomi global, serta depresiasi rupiah.
Depresiasi rupiah dinilai mempengaruhi banyak margin perusahaan manufaktur. Selain itu, katanya, paruh pertama tahun lalu terjadi merger sejumlah kementrerian sehingga diperlukan adanya perubahan nomenklatur dan mengakibatkan keterlambatan penyerapan anggaran.
Pada tahun ini, Bahana memproyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1% berbanding dengan proyeksi BI 5,2%-5,5%, serta pemerintah 5,3%. Proyeksi Bahana lebih rendah dari perkiraan pemerintah dan BI lantaran pendapatan pajak diperkirakan akan terkoreksi, sehingga mengganggu target APBN.
Sementara itu, kurs rupiah diproyeksi akan melemah ke level Rp14.500 per dolar AS hingga akhir tahun. Pelemahan rupiah terjadi akibat kenaikan impor yang bakal menekan kurs saat produk domestik bruto (PDB) mulai menggeliat naik.
Saat ini, kurs rupiah dinilai masih stabil karena pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2016 diperkirakan masih lemah. Seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi Indonesia, nilai impor juga bakal meningkat dan bakal menekan kurs rupiah.
Sebaliknya, analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Surya Wijaya menilai IHSG terlihat akan bergerak konsolidatif, pasca kenaikan beruntun dalam beberapa hari belakangan. Jika terjadi koreksi sehat selama tidak menembus level support, maka dapat dilakukan aksi akumulasi beli.
"Pergerakan IHSG akan bervariatif dengan potensi penguatan yang masih cukup besar untuktimeframe jangka panjang," ujarnya.
Sementara, untuk jangka pendek, IHSG memiliki kecenderungan tertekan dengan potensi menguji support 4.502 dengan target resistance terdekat saat ini berada pada level 4.639. Potensi penguatan akan cukup dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas minyak serta nilai tukar, dan akan ditopang oleh sentimen dari rilis data perekonomian yang diperkirakan cukup stabil.
Akhir pekan lalu, IHSG ditutup naik 0,27% sebesar 12,23 poin ke level 4.615,16 dengan catatan net buy investor asing Rp1,41 triliun. Sejak awal tahun, investor asing masih tercatat net sell sebesar Rp2,34 triliun.
Sepanjang pekan lalu, IHSG berhasil naik 3,55% sebesar 158,42 poin ke level 4.615,16 dari minggu sebelumnya 4.456,74. IHSG berhasil menembus level psikologis 4.600 setelah sebelumnya volatiledi bawah level tersebut.

per tgl 03 Februari 2016: INILAHCOM, Jakarta - Pemerintah sedang mengembangkan infrastruktur sebagai penopang pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, saham-saham berbasis infrastruktur dan perbankan mendapat rekomendasi positif untuk dikoleksi.
Sekretaris Jenderal Ikatan Pialang Efek Indonesia (IPEI) Boris Sirait mengatakan, saham infrastruktur terutama yang berasal dari emiten plat merah.
"Saya kira bagus pemerintah kalau saat ini akan mengembangkan infrastruktur Ekonomi Indonesia akan ditopang oleh infrastructure. Jadi saham-saham infrastructure terutama yang dari BUMN semuanya bagus, tinggal pilihannya mau lebih rakus atau kurang rakus gitu saja," kata dia di Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Lalu saham yang patut untuk dikoleksi menurut dia adalah saham - saham di sektor perbankan. Selama tidak krisis, saham di sektor ini tetap layak sebagai portofolio yang postif.
"Kalau saham perbankan saya perhitungkan ya, karena saham perbankan itu dalam keadaan apapun kecuali kita dalam keadaan krisis berat dia baru akan jelek," kata dia.
Namun ia mengisyaratkan agar berhati - hati untuk memilih saham berbasis tambang karena rentan terhadap gejolak.
"Mungkin yang akan menurun itu Sektor yang berhubungan dengan transportasi dalam tanda petik minyak. Atau saham yang berhubungan dengan energi, itu masih belum. Jadi kalau soal tambang, kelapa sawit, ya harus hati-hati," tuturnya. [jin]
- See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2271586/saham-infrastruktur-dan-perbankan-bisa-dikoleksi#sthash.J7wVJ6oo.dpufper tgl 02 Februari 2016:
INILAHCOM, Jakarta- Perseroan Terbatas Bursa Efek Indonesia menilai keputusan Lembaga Pemeringkat Moody's Investor Service yang kembali mengafirmasi peringkat Indonesia pada level layak investasi (investment grade) dapat meningkatkan minat investasi di dalam negeri.
"Keputusan Lembaga Pemeringkat Moody's Investor Service terkait dengan peringkat akan membuat Indonesia, khususnya pasar modal domestik akan makin dipercaya sebagai negara tujuan investasi oleh para pemodal, baik di dalam maupun di luar negeri," kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, ketika perekonomian dunia dilanda resesi, laju perekonomian Indonesia memang tergolong stabil.
Ia mengemukakan bahwa hal itu terlihat dari laju inflasi di sepanjang 2015 yang mencapai 3,35 persen secara tahunan (Januari hingga Desember 2015) atau merupakan yang terendah dalam 5 tahun terakhir sejak 2010.
Di sisi lain, lanjut dia, tingkat imbal hasil pasar modal Indonesia dalam 5 tahun terakhir juga masih merupakan yang tertinggi, yakni sebesar 178,51 persen jika dibandingkan pasar modal di kawasan Asia Tenggara, seperti Thailand (169,61 persen), Malaysia (127,95 persen), dan Singapura (90,79 persen).
"Ke depannya, serangkaian program pengembangan yang telah dan akan kami lakukan, akan kami buat dengan lebih baik lagi untuk menunjang pertumbuhan pasar modal dalam jangka menengah dan jangka panjang," kata Tito Sulistio.
Moody's menegaskan bahwa permintaan akan peringkat utang negara atau "sovereign credit rating" (SCR) Republik Indonesia pada "Baa3" dengan outlook stabil.
Outlook stabil dinilai Moody's juga mencerminkan bahwa perekonomian Indonesia memiliki ketahanan yang baik khususnya dalam menghadapi tekanan eksternal sebagai akibat dari pelemahan harga komoditas dunia.
Meskipun tekanan eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi dunia kemungkinan masih akan tetap terjadi, perekonomian Indonesia diyakini masih akan mampu untuk tetap tumbuh lebih baik dibandingkan negara dengan peringkat yang sama. [tar]
- See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2270826/bei-keputusan-moodys-dongkrak-minat-investasi#sthash.rVXGLERO.dpuf

Bisnis.com, JAKARTA--Indeks harga saham gabungan (IHSG) diproyeksi bersiap untuk rally panjang setelah investor asing mengambil posisi borong saham lantaran minyak dunia yang mulai stabil.
Sepekan lalu, aksi borong saham yang dilakukan oleh investor asing mencapai Rp12,96 triliun dengan net buy Rp1,58 triliun. Sedangkan, sejak awal tahun, investor asing masih membukukannet sell senilai Rp2,34 triliun.
Investor asing terus merangsek masuk ke lantai bursa. Perdagangan Senin (1/2/2016), investor luar negeri itu memborong saham senilai Rp2,6 triliun dengan net buy Rp416,68 miliar.
Aksi net buy kian mengikis perolehan jual bersih yang dicatatkan oleh investor asing sejak awal tahun menjadi Rp1,9 triliun. Kemarin, total transaksi yang terjadi di lantai bursa mencapai Rp5,3 triliun dengan volume 3,87 miliar lembar saham.
Analis LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo menilai target IHSG berada pada kisaran 4.650-4.700 dalam jangka menengah. Sentimen yang perlu diperhatikan adalah di Amerika Serikat, pelaku pasar tengah melakukan akumulasi beli.
"Kondisi itu mendorong perilaku IHSG menguat, karena dominasi perilaku asing akan mendorong kinerja mayoritas saham yang ada di regional asia akan menguat," ungkapnya saat dihubungiBisnis.com, Senin (1/2/2016).
Untuk itu, investor asing ke depan diproyeksi berada pada posisi net buy. Penguatan IHSG juga didorong oleh apresiasi rupiah yang hari ini menguat cukup tinggi 146 poin atau 1,06% ke level Rp13.632 per dolar AS.
Penguatan rupiah juga mendorong investor asing untuk terus masuk ke pasar modal Tanah Air. Investor menunggu realisasi paket kebijakan yang telah dirilis oleh pemerintah agar segera diimplementasikan.
Dari AS, sambungnya, pekan lalu bank sentral Federal Reserve telah menggelar rapat dan memutuskan untuk menunda penaikkan suku bunga acuan The Fed. Keputusan itu tentu menjadi sentimen positif bagi lantai bursa Indonesia.
Kebetulan, katanya, suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate telah lebih dulu dipangkas pada Januari 2016. Begitu pun harga minyak mentah dunia yang kembali stabil di atas US$30 per barel setelah bulan sebelumnya menyentuh US$27 per barel.
Dari dalam negeri, rilis data ekonomi tidak mendapat perhatian khusus oleh pelaku pasar. Investor menilai data ekonomi diproyeksi tidak terlampau bagus lantaran harga komoditas masih lemah.
"Januari 2016, seluruh pasar dihajar habis-habisan oleh harga minyak. Sentimen itu akan mempengaruhi kinerja IHSG," katanya.
Sementara itu, kurs rupiah diproyeksi berada pada kisaran Rp13.200 per dolar AS hingga Rp13.400 per dolar AS. Pekan ini, target rupiah akan menguat hingga Rp13.500 per dolar AS dengan ruang gerak di level Rp13.500 per dolar AS hingga Rp13.700 per dolar AS.
Potensi penguatan kurs rupiah diproyeksi terjadi lantaran harga minyak mentah dunia telah menguat. Hal itu bisa menjadi indikator karena investor dunia paling menghawatirkan anjloknya harga minyak.
Secara terpisah, analis PT Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengatakan IHSG kembali bergerak konsolidatif, di tengah capital inflow yang masih terus berlangsung. Rilis data perekonomian inflasi yang dilansir terlihat cukup stabil tentunya memberikan sentimen yang menopang pergerakan IHSG.
Menurutnya, koreksi yang terjadi pada IHSG dapat dimanfaatkan sebagai peluang melakukan pembelian oleh investor yang memiliki timeframe jangka panjang.
"Saat ini support berada pada level 4.521 dengan target resistance 4.639 yang wajib ditembus untuk mengawali pola uptrend jangka pendek bagi IHSG, hari ini IHSG berpeluang menguat," katanya.
Lanjar Nafi, analis PT Reliance Securities Tbk., secara terpisah memprediksi secara teknikal IHSG kembali terkonsolidasi melanjutkan tren positif, namun membentuk pola hanging man denganbullish candle pada area upper bollinger bands.
Dia menilai, indikator stochastic berindikasi dead-cross dengan momentum jenuh beli. Hal tersebut memberi sinyal terkoreksi cukup besar.
"Diperkirakan IHSG akan bergerak kembali tertekan hingga melemah dengan range pergerakan 4.550-4.640," paparnya.
Dia menambahkan, data Kinerja sektor manufaktur Indonesia yang keluar cukup baik di level 48,9 dari 47,8. Begitu pula dengan turunnya inflasi ke level 0,51% dari 0,96% mampu menumbuhkan kepercayaan investor asing pada akhir sesi, meskipun sempat terjadi aksi profit taking pada awal sesi perdagangan.

JAKARTA ID – Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) optimistis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tembus level 5.500 hingga akhir tahun tahun ini.

Ketua Umum AAEI Har yajid Ramelan mengatakan, penguatan indeks akan didukung ekspektasi berjalannya program pemerintah, khususnya proyek infrastruktur.

“Dari infrastruktur bisa menjadi sentimen positif, khususnya program pemerintah yang menganggarkan dana senilai Rp 5.000 triliun untuk pengembangan infrastruktur hingga lima tahun ke depan,” ujar Haryajid di Jakarta, Jumat (22/1).

Pergerakan positif indeks, menurut dia, kemungkinan mulai terlihat sejak semester II-2015. Hal ini didukung atas muai berjalannya beberapa program pemerintah.

“Program pemerintah ini banyak yang bagus baru dijalankan. Dengan effort yang besar, dipastikan kepercayaan investor local dan asing segera pulih, sehingga bisa menjadi sentimen positif terhadap pergerakan indeks,” terangnya.

Terkait pergerakan indeks semester I-2015, dia menjelaskan, masih tertekan akibat sentimen negatif dari global, terutama berlanjutnya pelemahan harga minyak dunia hingga di bawah US$ 30 per barel. Hal itu berimbas dengan kinerja perusahaan yang berkorelasi dengan minyak. Sentimen negatif lainnya datang dari perlambatan ekonomi Tiongkok dan rencana Bank Sentral Amerika Serikat naikkan suku bunga acuan.

Syariah
Dia menambahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan SRO diharapkan gencar memperkuat pasar modal syariah sebagai alternatif pendanaan bagi masyarakat.

“Perlu ada peraturan-peraturan baru untuk meningkatkan pasar modal syariah, karena sudah didengung-dengungkan pemerintah. Namun ini memang masih belum bergairah termasuk di jumlah investor dan harus mulai dipacu di semua sektor,” paparnya.

Pihaknya juga berharap banyak perusahaan menggelar penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham tahun ini, sehingga ada peningkatan jumlah emiten di BEI. “Jika banyak yang IPO, terutama BUMN akan terasa signifikan efeknya. Tapi saya rasa peran perusahan-perusahaan untuk go public ini akan membawa trigger tersendiri di tahun 2016,” jelasnya.



Sektor-sektor yang bagus menurut dia untuk emisi efek adalah infrastruktur, properti, dan telekomunikasi masih menjanjikan. Otomotif juga relatif aman walaupun tidak sebagus tahun lalu. (ian)


JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) optimistis pertumbuhan industri meningkat pada 2016 nanti. Sektor industri manufaktur diproyeksikan dapat tumbuh pada kisaran antara 5,7 persen hingga 6,1 persen dengan didukung oleh peningkatan investasi pada kelompok industri tertentu yang terjadi pada 2014 dan 2015. 

Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin, dampak dari berbagai paket kebijakan pemerintah diperkirakan akan dapat dirasakan pada 2016 dan mendongkrak kinerja industri. “Bahkan jika upaya-upaya maksimal bisa dilakukan, industri non migas diperkirakan bisa tumbuh di atas 6 persen,” kata Saleh, di Jakarta, Jumat (18/12).

Tahun depan, sektor manufaktur diyakini menjadi motor penggerak pertumbuhan industri non migas. Sektor industri tersebut meliputi industri kimia, farmasi, dan obat tradisional; industri barang logam, dan peralatan listrik; industri makanan dan minuman; serta industri mesin dan perlengkapan.

Selain itu, pertumbuhan yang relatif tinggi diperkirakan terjadi pada kelompok industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 8,5  persen hingga 8,7 persen, serta industri makanan dan minuman yang diperkirakan tumbuh sekitar 7,4 persen hingga 7,8 persen.  “Perkiraan tersebut berdasarkan kemungkinan akan meningkatnya pertumbuhan industri kimia dasar di Indonesia seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang akan membaik,” katanya. 

Pertumbuhan industri kimia dasar didorong oleh naiknya kebutuhan bahan kimia dari berbagai kelompok industri, seperti industri plastik yang diperkirakan naik sekitar 8 persen dan semen yang diproyeksi naik sekitar 10 persen hingga 14 persen. “Kenaikan kebutuhan akan membuat permintaan bahan kimia dasar seperti petrokimia akan meningkat,” tambahnya.

Pertumbuhan yang juga relatif tinggi diperkirakan akan dicapai oleh Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik yang diperkirakan dapat tumbuh sekitar 8,0 persen hingga 8,2 persen.

Dari kelompok industri ini, industri barang logam bukan mesin dan peralatannya diperkirakan akan mempunyai andil paling besar dalam menyumbang pertumbuhan kelompok ini, karena industri ini sejak tahun 2011 cenderung mempunyai pertumbuhan nilai tambah yang tinggi, yang didorong tidak saja oleh permintaan ekspor tetapi juga oleh pertumbuhan investasinya yang relatif tinggi.

Kinerja 2015
Kemenperin sendiri terus berupaya menjaga konsistensi pertumbuhan industri di atas pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2015. Berbagai program dan kebijakan strategis telah dikeluarkan guna mendorong kemudahan dan kepastian pelaku usaha berinvestasi di Indonesia. 

“Di tengah kondisi perekonomian yang belum stabil, kita harus bersyukur karena industri non migas dapat tumbuh sebesar 5,2 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 4,7 persen pada triwulan III tahun 2015,” ujar Saleh.

Bahkan, Menperin optimistis, kinerja industri non migas sampai akhir tahun 2015 akan tumbuh hingga 5,5 persen. "Optimisme itu masih realistis karena didasari dari arus investasi yang terus masuk serta realisasi ekspor dan produksi yang terus meningkat dari sektor industri kecil, menengah, hingga besar," ulasnya.

Dapat disampaikan, ekspor produk industri sampai dengan triwulan III tahun 2015 sebesar US$ 81,26 miliar atau memberikan kontribusi sebesar 66,55 persen dari total ekspor nasional yang mencapai US$ 115,13 miliar. Sementara itu, impor produk industri sampai dengan triwulan III tahun 2015 sebesar US$ 81,53 miliar. 

Di sisi lain, investasi PMDN mencapai Rp 63,60 triliun, sedangkan investasi PMA sebesar US$ 8,52 miliar, sehingga nilai total investasi sampai dengan triwulan III tahun 2015 mencapai US$ 13,60 miliar. “Dari berbagai kunjungan kerja kami ke luar negeri, para investor mengatakan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan berinvestasi dan akan dijadikan basis produksi mereka untuk pasar ekspor. Hal ini yang meyakini kami, nilai investasi tahun depan akan meningkat,” ungkap Saleh.

Ia mengakui, perkembangan ekonomi nasional dalam beberapa waktu ke depan masih dihantui ketidakpastian. Namun demikian, imbuhnya, ekonomi dunia pada tahun 2016 akan tumbuh lebih tinggi dibanding tahun ini. Peningkatan pertumbuhan tersebut akan berdampak positif pada ekspor barang industri dari Indonesia. 

“Pertumbuhan ekonomi nasional juga diproyeksi lebih tinggi dari tahun ini. Dengan perekonomian nasional yang lebih bergairah diperkirakan dapat meningkatkan permintaan terhadap barang industri sehingga sektor industri dapat tumbuh lebih tinggi,” paparnya.


Sumber : Sinar Harapan




Jakarta detik -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan bergerak lebih agresif ke level 5.600-6.200 di tahun depan. Di tahun monyet api tersebut, perekonomian Indonesia bakal lebih bergairah.

Senior Financial Advisor AAM and Associates Aidil Akbar mengungkapkan, faktor kepercayaan publik dan pembangunan infrastruktur yang agresif menjadi pendorong utama indeks bisa kembali melambung.

"Perkiraan indeks 5.600-6.200 tahun depan, naik sekitar 20%. Itu karena faktor infrastruktur dan kepercayaan publik balik lagi, dan penurunan BBM, yang paling penting daya beli meningkat," jelas dia saat ditemui di Dapur Sunda, Pacific Place, Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Aidil menyebutkan, di sepanjang tahun ini IHSG sudah turun cukup dalam dari kisaran 5.500 ke posisi terendah di 4.121 sebelum akhirnya kembali rebound ke posisi 4.300-4.500 saat ini.

"Akhir tahun dengan window dressing perkiraan IHSG bisa 4.500-4.600, masih dapat," katanya.

Meski demikian, Aidil mengungkapkan, indeks berpotensi naik ke depannya. Sejarah mencatat, setiap kali bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunganya, IHSG pun ikut naik.

"Beberapa kali sebelumnya saat The Fed menaikkan suku bunga, IHSG dalam waktu 3-6 bulan justru naik," tandasnya.

(drk/ang) 


Pasar akan terbebas dari sandera pada petinggi the Fed Janet Yellen dan para koleganya dengan asumsi pada tanggal 17 Desember 2015, the Fed Fund Rate (FFR) jadi dinaikkan. Seperti kita ketahui, bursa-bursa saham di emerging market sudah disandera oleh the Fed hampir 1 tahun soal rencana kenaikan suku bunga tersebut. Kenaikan the Fed Fund Rate (FFR) harus dilihat dari sisi positif, yaitu sinyal bangkitnya ekonomi Amerika Serikat khususnya dan global pada umumnya. - See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29739/1-pasar-terbebas-dari-sandera-the-fed#sthash.4Bdwr06U.dpuf
Rencana penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) & gas di awal tahun 2016 akan menjadi suplemen ekonomi bagi rakyat khususnya dan dunia bisnis umumnya.Begitu juga dengan peluang turunnya BI rate. Sebab, tantangan ekonomi sudah tidak seberat 2015. Ini akan memperkuat struktur ekonomi nasional. - See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29741/3-rencana-penurunan-bi-rate-harga-bbm-gas#sthash.SlOKvoQk.dpuf
Normalnya, nilai tukar dolar AS mengarah ke nilai wajar. Saat ini, indeks dolar AS masih tinggi mendekati 100 karena  the Fed Fund Rate (FFR) dipastikan naik (kepastian) dan adanya perimbangan yuan yang akan memberi harapan bagi sektor komoditas.

Dalam studi korelasi intermarket, harga komoditas sangat terkait dengan nilai tukar dolar AS. Jika dolar AS kuat, harga komoditas lemah. Begitu juga sebaliknya. Kalau nilai tukar dolar AS lemah akan menjadi kabar baik bagi bangkitnya harga komoditas. - See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29742/4-normalnya-nilai-tukar-dolar-as-berangsur-wajar#sthash.dvHZIRmg.dpuf
Indonesia adalah rumahnya sektor komoditas. Bangkitnya komoditas akan semakin memperkuat amunisi ekonomi nasional dan tentu IHSG juga. - See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29743/5-indonesia-rumah-sektor-komoditas#sthash.iudsw9D6.dpuf
2016 adalah tahun ke-2 pemerintahan Presiden Jokowi yang tentu akan lebih solid dan kinerja lebih baik daripada tahun pertama, karena sudah lebih berpengalaman.
- See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29744/6-2016-tahun-ke-2-pemerintahan-jokowi#sthash.zWkDXAp1.dpuf
Paduan kepastian the Fed Fund Rate (FFR) dan kekuatan fundamental ekonomi nasional akan sanggup mem-pulkam-kan atau mengembalikan rupiah ke rumah fundamental 12.000-13.000. Saat ini rupiah masih di harga rantau psikilogis.

Pulkamnya rupiah ke nilai fundamental akan memberi harapan bangkitnya sektor non-komoditas yang selama ini berbeban berat karena rupiah tidak berdaya. - See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29745/7-kepastian-the-fed-dan-kuatnya-ekonomi-nasional#sthash.DGmWM0J5.dpuf
Di Bursa Efek Indonesia (BEI), ada puluhan bahkan ratusan saham yang tergeletak di harga kaki lima. Saham-saha tersebut tinggal menunggu momentum untuk pulih dan bangkit. - See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29746/8-ratusan-saham-lesu-di-harga-kaki-lima#sthash.LH9EXkbu.dpuf
Dampak positif dari dimulainya era percepatan pembangunan infrastruktur nasional sejak awal pemerintahan presiden Jokowi akan menyebar ke berbagai sektor emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). - See more at: http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2260288/inilah-9-sandaran-logis-optimisme-ihsg-2016/29747/9-dampak-positif-percepatan-infrastruktur#sthash.JAOOmj07.dpuf



Bisnis.com, JAKARTA-- Sejumlah pihak menilai pasar saham tahun depan akan lebih baik dibandingkan dengan tahun ini meski masih akan fluktuaktif. Adapun, sejumlah saham di sektor infrastruktur, perbankan dan konsumer bisa dijadikan pilihan.
Presiden Direktur PT HD Capital Tbk. Antony Kristanto mengatakan outlook pasar modal tahun depan masih positif. Meski tidak berekepetasi besar dengan target indeks harga saham gabungan (IHSG) di kisaran 5.200, pihaknya masih cukup optimistis dengan sejumlah saham di sektor tertentu tahun depan.
“Saya lihat masih telekomunikasi, perbankan, konsumer, dan infrastruktur masih cukup bagus tahun depan dan bisa dijadikan pilihan,” kata Antony di sela-sela acara Economic and Capital Market Outlook 2016 di Jakarta, Senin (7/12/2015).
Untuk sektor konsumer, katanya, daya beli masyarakat memang tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini. Meski demikian, bagaimanapun juga masyarakat pasti membutuhkan barang-barang di sektor konsumer untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sementara, untuk sektor infrastruktur, dia melihat hal tersebut akan bagus dengan realisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Ada sentimen positif dengan dilakukannnya lelang proyek tahun depan yang sudah dilakukan sejak Oktober tahun ini.
Adapun untuk sektor komoditas, dia menilai belum bisa dijadikan pilihan karena hal tersebut terjadi atas pengaruh global.
Menurutnya, masih terjadinya pelemahan ekonomi global juga menjadi salah satu alasan HD Capital tidak muluk-muluk dalam memutuskan target IHSG di akhir tahun depan.
“Hanya 5.200 karena memang saya lihat masih ada perlambatan ekonomi dunia yang menghambat, kita perlu driver pertumbuhan ekonomi dunia yang baru lagi. Perlambatan ekonomi dunia berarti komoditas akan tetap low,” jelasnya.
Dia menilai Bank Indonesia harus menurunkan suku bunga acuannya, atau BI rate. Saat ini merupakan momen yang tepat untuk menurunkan BI rate. “Khawatirnya nanti ketika ada sentimen negatif lagi, justru BI rate harus dinaikkan. Lebih baik sekarang diturunkan, inflasi juga sudah terkendali.”
Sementara itu, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai sektor keuangan, infrastruktur dan turunannya, serta sektor konsumer bisa dijadikan pilihan saham tahun depan. Untuk sektor infrastruktur, tahun depan proyek pemerintah masih akan menjadi pendorong ekonomi.
“Belanja pemerintah akan mulai masuk dari awal tahun, tidak seperti tahun ini yang terlambat. Sektor turunannya yang menarik tentu sektor semen dan konstruksi,” katanya.
Adapun, untuk sektor konsumer, konsumsi di Indonesia masih menarik karena kelas menengah yang besar. Dia menilai, ekonomi Indonesia tahun depan berpeluang membaik dan BI rate berpeluang turun. Dia menargetkan IHSG tahun depan ada di kisaran 5.800-6.100.
Di sektor keuangan, saham pilihan yakni Bank Mandiri (BMRI), Bank BRI (BBRI), Bank BCA (BBCA), dan Bank BNI (BBNI). Di sektor infrastruktur dan turunannya bisa dipilih saham Semen Indonesia (SMGR), Indocement Tunggal Prakarsa (INTP), Jasa Marga (JSMR), Telkom Indonesia (TLKM), Wijaya Karya (WIKA), Waskita Karya (WSKT) dan  PTPP. “Untuk konsumer ada ICBP, INDF dan AISA”

per tgl 7 Des 2015 Detik: Jakarta -Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan membaik di tahun depan. Dengan asumsi kondisi perekonomian membaik, IHSG diperkirakan akan bergerak di level 5.700 di tahun 2016.

"Tahun depan IHSG 5.700, naik sekitar 20%, karena Earning Per Share (EPS) naik 10-10,5%," ujar Direktur dan Kepala Riset Ekuitas Citi Investment Ferry Wong‎ dalam Seminar “Economic and Capital Market Outlook 2016” diAssembly Hall, Plaza Bapindo, Jakarta, Senin (7/12/2015).

Dia menjelaskan, kenaikan IHSG tahun depan didorong oleh beberapa sektor yang terkait dengan program pemerintah di proyek-proyek infrastruktur.

Saham-saham yang menjadi pilihan di antaranya saham sektor infrastruktur, konsumer, semen, dan perbankan.

"Saham-saham pilihan Astra, BNI, MAPI, Indocement, PTPP, Adhi Karya. Astra karena harganya sudah turun banyak. MAPI, karena rupiah most of product imported, awal depan kena hit yang cukup besar," katanya.

Sementara itu, Ferry menyebutkan, hingga akhir tahun ini pergerakan IHSG akan berada di kisaran 4.700-4.800. Aksi window dressing yang akan dilakukan emiten di akhir tahun tidak akan berdampak signifikan.

"Akhir tahun saya rasa 4.700-4.800. Window dressing akan ada setiap akhir tahun. Mayoritas window dressing ada di big cap, tapi dampak tidak terlalu signifikan," kata Ferry.

(drk/ang)


per 1 Des 2015: ID: Di pasar modal Indonesia, tutup tahun tak ubahnya seperti perayaan di atas sebuah pentas terbuka. Semua peserta kontes akan berusaha tampil kemilau di atas panggung.

Ketika seseorang harus tampil dan menjadi sorotan di panggung publik, maka penampilan perlu dipoles. Ibarat peserta kontes kecantikan, bagi yang vital statistiknya memesona, tampil dengan bikini (baca: transparansi) boleh jadi bukan urusan yang rumit. Tapi, bagi yang kinerjanya hancurhancuran, upaya tampil memukau bukan pekerjaan yang gampang.

Emiten, misalnya, akan berusaha menutup kurs sahamnya, pada hari perdagangan terakhir, di tingkat harga yang paling tinggi yang memungkinkan. Laporan keuangan tahunan, bagi emitan yang tahun bukunya berakhir 31 Desember, baru akan dipublikasikan tiga bulan mendatang. Boleh jadi kinerja tiga kuartal pertama, cukup kinclong, sinyal pun sudah dikirim melalui peningkatan jumlah dividen interim, namun harga saham tak kunjung naik. Kalau likuiditas longgar boleh jadi perlu dikirim sinyal lain: buy back!

Yang paling getol bersolek di akhir tahun adalah para manajer investasi. Bagi yang unjuk kerja portfolionya tidak menggembirakan, karena di bawah target yang mereka umumkan di awal tahun, tutup tahun merupakan kesempatan terakhir untuk menggunakan “trick” pamungkas. Peluang para manajer investasi ini lebih besar ketimbang peluang emiten. Pada akhir tahun, para manajer investasi itu digerakkan oleh target yang sama: mengerek harga saham. Kalau mereka benar membaca tren, maka tampilan portfolio mereka dapat lebih berkilau dalam waktu singkat, dengan memasukkan saham-saham yang diperkirakan akan naik.

Fenomena January Effect
Bagi para manajer investasi, tampilan akhir tahun nyaris menjadi segalanya. Itu meliputi publikasi portfolio mereka di media massa, rating dana yang mereka kelola, potensi peserta di tahun yang akan datang, besarnya fee yang akan mereka kantongi dan bonus tahunan.

Dalam konteks ini, para pemegang unit reksadana perlu diberikan warning. Para manajer investasi punya batasan dalam pembentukan portfolionya. Batasan itu tercantum jelas dalam prospektus. Kebutuhan untuk melakukan window dressing, memicu godaan untuk melompati pagar yang telah mereka tetapkan sendiri, misalnya dengan membeli aset yang tidak masuk dalam kategori portfolio mereka.

Gejala ini juga dinikmati oleh para spekulan, karena mereka ikut mendompleng kegelisahan para manajer investasi untuk mendapat peluang keuntungan abnormal. Selama delapan tahun terakhir, hanya satu kali indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup turun pada bulan Desember (MOM), yaitu pada tutup tahun 2013. Boleh jadi di tengah arus yang bergejolak memang lebih mudah menangguk ikan.

Terbalik dengan December window dressing, yang seringkali mereka sebut sebagai Santa Rally, karena nyaris berhimpit waktunya dengan Hari Raya Natal, para akadermisi dan praktisi di pasar modal Amerika Serikat, tak pernah berhenti berbantah tentang hadirnya January Anomaly atau January Effect. Sama-sama anomaly namun dengan tren yang berlawanan. Banyak yang meyakini secara empiris bahwa harga saham di pasar modal Amerika Serikat akan cenderung turun pada Desember, dan akan mencatat kenaikan di atas normal pada bulan Januari. Walaupun tidak kurang pula akedemisi yang menganggap isu January Effect hanya sebagai ilusi atau lelucon.

Dengan demikian kalau Santa Rally menyarankan agar investor membeli saham pilihan pada bulan Novemver dan menjauhinya pada hari- hari perdagangan terakahir bulan Desember, January Effect menyarankan agar investor membeli saham di akhir tahun dan menjualnya di awal tahun berikutnya.

Ada dua argumen yang sering dikemukakan oleh para akademisi maupun praktisi tentang fenomena January Effect ini.Pertama, menyodorkan bahwa pada dua minggu terakhir setiap tahun, para manajer investasi sudah menjalani liburantahunan, sehingga pasar menjadi sepi dan transaksi menjadi tipis.

Argumen yang lebih masuk akal adalah pertimbangan perpajakan. Karena pajak capital gain di Amerika Serikat dihitung berdasarkan naiknya nilai portfolio akhir tahun, year on year, maka para manajer investasi cenderung merealisasikan kerugian dari anggota por tfolionya yang mengalami penurunan nilai, di akhir tahun, untuk menurunkan beban pajak. Nanti setelah masuk bulan Januari, dan tekanan jual mereda, mereka akan membeli kembali untuk mengisi portfolio mereka dengan saham saham yang berpotensi naik.

Permintaan meningkat. Studi Marc Reinganum (1983), misalnya, menemukan bukti empiris bahwa keuntungan bulan Januari untuk saham-saham kecil yang harganya mengalami penurunan di akhir tahun sebelumnya, secara signifikan berada di atas rata-rata keuntungan pasar. Sebaliknya, Burton Malkiel (2003), mantan direktur The Vanguard Group, meyakini bahwa anomaly musiman tersebut tidak memberikan peluang keuntungan abnormal melalui transaksi arbitrase.  Ia bahkan menyebut January Effect sebagai Wall Street joke.

Pasar Paling Efisien
Dalam pakem akademis, baik Santa Rally maupun January Effect merupakan sesuatu penyimpangan (anomaly). Para pakar setuju bahwa bursa saham merupakan pasar yang paling efisien. Hipotesa tentang efisiensi pasar ini membawa konsekuensi bahwa “security price follow a random walk, it should be impossible to predict future returns based on publicly available information. Specifically, it should be impossible to predict changes in stock prices based on past price behavior” (Richard H. Thaler, 1987).

Pelaku pasar memang tak terlalu peduli dengan postulat akademis. Tak jadi soal apakah suatu pasar berada di tingkatweak efficiency, semi strong ef ficiency atau strong efficiency, pasar yang menjanjikan peluang abnormal profit, akan selalu lebih menarik.

Saya jadi ingat dialog tragis tapi lucu dalam buku Meg Cabot yang berjudul Runaway, yang saya kutip di bawah ini:“Why does anyone commit murder?’ he asked in a low voice. ‘I blinked. ‘How should I know?’ Three reasons,’ Christopher said. He held up one finger. ‘Love.’ Another finger. ‘Revenge.’ And finally, a third finger. ‘Profit...”
Hasan Zein Mahmud, Tim Ekselensi Learning Center, pengajar pada Kwik KIan Gie School of Business

per 30 Nov 2015: Bisnis.com, JAKARTA--Maybank Kim Eng Holdings Limited. memprediksi Indeks harga saham gabungan bakal menembus level 6.000 pada 2016 yang didorong oleh stabilitas ekonomi, nilai tukar rupiah, dan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Analis PT Maybank Kim Eng Securities Isnaputra Iskandar mengaku telah mengubah pandangan terhadap pasar modal Indonesia pada tahun depan menjadi lebih positif. Dia meyakini, tekanan terburuk telah dilewati oleh lantai bursa Tanah Air.
"Target kami IHSG mencapai 6.000 atau 14,9x 2017 P/E lebih tinggi dari rerata 6 tahun. Dipengaruhi oleh sensitivitas suku bunga, infrastruktur, tembakau, dan sektor telekomunikasi," ungkapnya dalam riset berjudul Every Cloud Has A Silver Lining yang dipublikasikan pada Rabu (25/11/2015).
Menurutnya, produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) pada kuartal III/2015 stabil pada level 4,73%. Diperkirakan, pada kuartal IV/2015, PDB akan meningkat tipis menjadi 4,86%.
Pada saat bersamaan, nilai tukar rupiah yang telah stabil diperkirakan tidak akan terjadi goncangan besar akibat kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve.
Begitu pula dengan kinerja perusahaan. Dia memerkirakan akan terjadi pemulihan pendapatan yang berlanjut pada kuartal IV/2015 dan 2016.
Diperkirakan proyeksi laba per saham dasar (earning per share/EPS) bakal meningkat 11% year-on-year (yoy) pada tahun depan. Peningkatan EPS dipimpin oleh emiten yang berfokus pada sektor domestik.
Isnaputra juga memerkirakan, Bank Indonesia pada tahun depan akan melakukan pelonggaran moneter. Bank sentral yang memutuskan penurunan giro wajib minimum (GWM) sebesar 50 basis poin pada rapat dewan gubernur (RDG) terakhir, membuat Kim Eng Securities menilai BI akan memangkas suku bunga acuan atau BI Rate pada kuartal I/2015.
Prediksi pemotongan BI Rate pada awal tahun depan mengingat fakta adanya penurunan tekanan atas risiko dari faktor eksternal.
"Kami perkirakan total pemotongan BI Rate sebesar 50 bps pada tahun depan sangat mungkin. ASII, perbankan, dan saham-saham properti akan diuntungkan," paparnya.
Untuk jangka panjang, Kim Eng Securities meyakini prospek ekonomi Indonesia bakal tumbuh positif. Hal itu ditandai dengan rencana pemerintah yang akan menggenjot proyek infrastruktur.
Pada tahun depan, sambungnya, pemerintah menganggarkan 2,4% dari total PDB untuk sektor infrastruktur. Pemerintah juga menjanjikan penyederhanaan proses perijinan investasi, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) diatur secara tahunan.
Kenaikan UMP tersebut, katanya, harus didasarkan pada pertumbuhan PDB dan inflasi. Semua janji yang diumumkan pemerintah itu tentunya akan membuat iklim investasi kian positif.
Pada Jumat (27/11/2015), IHSG terkoreksi 0,79% atau 36,50 pon, dan kian mempertebal koreksi sejak awal tahun menjadi 12,75% ke level 4.560,56. Sedangkan, investor asing membukukan jual bersih atau net sell Rp19,71 triliun yoy.
Secara terpisah, analis PT Henan Putihrai Securities PT Alexander Margaronis, menilai korelasi yang tinggi dengan perkembangan indeks Bursa China, menjadi katalis penting bagi iklim investasi 2015. Selain itu, sentimen normalisasi suku bunga oleh The Fed juga menjadi katalis penting untuk diperhatikan.
"Kami masih menilai peluang rebound pada harga komoditas masih sangat terbatas sejalan dengan rendahnya peluang upside surprise pada pertumbuhan ekonomi dan global secara keseluruhan," katanya dalam riset belum lama ini.
Akan tetapi, sejalan dengan hal tersebut, dia memerkirakan inflasi akan cenderung terkendali. Sehingga, diperkiakan hal itu akan memberikan peluang penurunan BI Rate sebesar 20-50 bps.
Dia menilai, potensi penurunan suku bunga bertambah tinggi khususnya apabila stabilisasi nilai tukar rupiah tetap terjaga, sejalan dengan normalisasi bertahap oleh The Fed.
Penurunan BI Rate dinilai akan memberikan dorongan pada permintaan domestik dan kepercayaan investasi bisnis maupun masyarakat.
"Apabila skenario tersebut berjalan, kami memperkirakan terjadinya pelebaran pada current account namun berpotensi memberikan dampak pertumbuhan PDB pada kisaran 5,3% ditopang oleh belanja domestik," tuturnya.


per tgl 04 November 2015: the expectation that IHSG would go to 6K is not really off the table, guys:


secara tradisi, JANUARY EFFECT diekspektasikan POSITIF s/d akhir Januari setiap taonnya, namun bisa juga tidak terbukti seh ... secara kasar pada taon 2012-2014 memang naek kecil seh ... secara teknikal bollinger band, 5286 merupakan batas atas sehingga bisa menjadi ekspektasi resistensi ihsg setidaknya s/d akhir Januari 2015 ... namun kewaspadaan diekspektasikan bisa terjadi support pada 4900 seh ... karena secara teknikal sinyal beli maseh simpang siur seh ... let's c :)
... banyak ANALIS BURSA SAHAM YAKIN 6K bisa tercapai s/d akhir 2015 seh ... well, yang mengganggu ekspektasi itu terutama THE FED ACTION ... jika terjadi peningkatan suku bunga simpanan the fed fund rate maka ekspektasi 6K akan goyah, begitu para analis beranggapan ... sekale lage, let's c :)
ekspektasi TREN IHSG k 6K 2015 ini MASEH MUNGKIN


JAKARTA kontan. Pasar saham yang kembali melaju sejak awal Oktober, dimanfaatkan oleh sebagian manajer investasi (MI) untuk menggemukkan porsi aset dasar saham di reksadana.
Kinerja reksadana saham yang sudah terpangkas cukup dalam sepanjang tahun ini diprediksi bakal membaik. Gairah baru di pasar saham juga terasa pada kinerja reksadana saham bulan ini.
Per 13 Oktober 2015, rata-rata return reksadana saham yang tercermin pada Infovesta Equity Fund Index secara month on month (mom) naik 2,7%.
Paula Rianty Komarudin, Direktur PT Ciptadana Asset Management, menuturkan, pulihnya pasar dalam negeri sejak awal Oktober 2015 memang terlalu cepat. Oleh karena itu, perusahaan ini secara bertahap menambah porsi saham dalam portofolio reksadana saham.
"Secara bertahap porsi saham akan kami tambah dari 80% menjadi maksimal 95%," ujarnya, kemarin.
Namun, mereka tetap akan mencermati laporan kinerja emiten kuartal III-2015 yang diprediksi positif. Selain itu, data produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang diharapkan sekitar 4,8% menjadi salah satu acuan.
Sedangkan sektor saham pilihan, menurut Head of Investment Ciptadana Asset Management Tenno Tinodo, tidak banyak berubah, yakni saham sektor infrastruktur, properti, konstruksi dan farmasi.
Alasannya, prospek sektor ini cerah karena diuntungkan oleh program pemerintahan Joko Widodo. PT Sucorinvest Asset Management juga melakukan langkah serupa.
Investment Director Sucorinvest Jemmy Paul Wawointana juga mengungkapkan, perusahaan mulai agresif masuk ke pasar saham dengan menambah porsi dari 80% menjadi 92% saat ini.
Jika kondisi pulih, porsi saham akan ditingkatkan hingga maksimal 97%. Sisanya sekitar 3% berupa uang tunai (cash) untuk keperluan penjualan kembali (redemption). "Kami memilih saham sektor perbankan dan infrastruktur, seperti semen dan konstruksi," jelas Jemmy.
Apalagi valuasi saham bank menurutnya sudah sangat murah mendekati tahun 2008. Namun, saat daya beli masyarakat dan perekonomian mulai bangkit, saham perbankan melaju lebih dulu.
Senior Fund Manager BNI Asset Management Hanif Mantiq juga bilang, di reksadana campuran, perusahaan sudah memperbesar porsi saham dari 50%-60% menjadi 75%. Begitu pula dengan aset dasar reksadana saham dari 90% ditambah menjadi 95%.
BNI Asset Management akan memperbesar porsi saham sektor perbankan, properti, otomotif, dan media. "Kami melihat prospek instrumen saham dan obligasi yang akan menguntungkan ketimbang deposito karena tren bunganya menyusut, sejalan dengan tren inflasi yang turun," ujarnya.
Faktor The Fed Jemmy optimistis, perekonomian Indonesia akan membaik seiring belanja pembangunan infrastruktur yang mulai mengalir. Ekspektasi ekonomi Tanah Air akan pulih juga disokong penguatan rupiah dan membaiknya infrastruktur dalam negeri.
Dengan catatan, pemerintah berkomitmen merealisasikan paket kebijakan ekonomi yang sudah diluncurkan. Perekonomian China juga diprediksi lebih stabil, sehingga bisa menjadi katalis positif bagi harga komoditas.
"Menurut saya, faktor ketidakpastian tidak ada lagi, karena Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed akan menaikkan suku bunga acuan paling telat awal tahun 2016," tuturnya.
Jemmy memprediksi, rata-rata return reksadana saham bakal di minus 10% hingga minus 15% sepanjang tahun 2015. Sedangkan tahun 2016, return sekitar 20% atau sejalan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diperkirakan bakal bertengger di 5.700–6.000.
Sedangkan Hanif memprediksi, rata-rata return reksadana saham bakal minus 5% di akhir tahun ini, dengan posisi IHSG di level 4.900. Sedangkan tahun 2016, prediksi return 15% dengan posisi IHSG di sekitar 5.600.
Alasannya, relaksasi berbagai ketentuan pemerintah, terutama paket kebijakan ekonomi jilid III berdampak positif. Bagi emiten akan positif karena koordinasi dan road map program pemerintah terlihat lebih jelas.
Editor: Barratut Taqiyyah.




Analis Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Guntur Tri Haryanto mengatakan, ekspor Indonesia masih terpengaruh oleh perlambatan ekonomi Tiongkok. Guntur memperkirakan IHSG tahun ini mencapai level 5.700 atau tumbuh 9%. Target tersebut merupakan revisi dari target level IHSG sebelumnya di level 6.000. Sektor yang bakal menopang pergerakan IHSG adalah properti, infrastruktkur, konsumer, dan perbankan.



Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada berpendapat, sampai akhir tahun, IHSG akan berada di kisaran 5.600-5.700. Namun, target tersebut akan dilihat kembali pada akhir Juni apakah akan ada perubahan atau tidak. Pada September juga akan dilihat apakah ada atau tidak ada sentimen pelemahan seperti tahun lalu. “Kalau ada sentimen pelemahan, indeks bisa menyentuh level 5.500 karena pasar masih mengkhawatirkan pelemahan ekonomi Tiongkok, penaikan suku bunga The Fed, dan penyelesaian utang Yunani.



Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee menjelaskan, pergerakan IHSG tahun ini sangat terpengaruh oleh sentimen luar negeri terutama rencana The Fed menaikkan suku bunganya. Perkembangan keputusan Yunani terhadap Zona Euro juga akan sangat berpengaruh. “Apabila Yunani keluar dari Zona Euro, IHSG bisa turun sangat dalam,” kata dia.



Dia berharap ada sentimen positif dari dalam negeri, tertutama percepatan penyerapan belanja infrastruktur pemerintah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menarik dana investasi langsung dari luar negeri (FDI). Masuknya dana asing akan memperbaiki nilai tukar rupiah.



Pandangan berbeda yang bernada pesimistis dilontarkan pengamat modal Adrian Rusmana. Menurut dia, memburuknya sentimen negatif masih terus memengaruhi pasar modal hingga kuartal I-2016. “Saya kira hingga akhir tahun IHSG bukan sekedar revisi target 5.500. Kondisi terburuk indeks bisa jatuh di bawah 5.000,” katanya.



Adrian melihat komitmen pemerintah dalam membangun infrastruktur belum jelas. Mestinya pencairan APBN untuk infrastruktur dipercepat dan dijalankan bersamaan dengan BUMN agar pembangunan infrastruktur bisa serentak dan masif. “Penyertaan modal negara ke BUMN harus segera direalisasikan dan dicairkan,” kata dia. (ID/gor)





http://id.beritasatu.com/marketandcorporatenews/target-indeks-akan-direvisi-akhir-juni/117785




Sumber : INVESTOR DAILY



JAKARTA kontan. Di awal tahun ini, para investor di pasar saham masih wait and see dalam meracik portofolionya. Namun, masih ada optimisme tinggi dari pasar saham domestik dalam mengarungi tahun ini.
Lo Kheng Hong, salah satu investor kawakan di Indonesia mulai meramu ulang portofolionya. Hal itu terekam dalam data kepemilikan saham di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).  Investor yang kerap disebut Warren Buffet dari Indonesia ini mengurangi porsi sahamnya di PT Petrosea Tbk (PTRO).
Per 8 Januari 2015, kepemilikan Kheng Hong di PTRO sebesar 9,76% atau 98,48 juta saham. Sebelumnya, Kheng Hong rajin menambah saham PTRO hingga kepemilikannya naik sampai 10,2%, per akhir Desember 2014.
Sementara Ellen May, seorang trader perempuan yang cukup berpengalaman di dunia pasar modal memprediksi, pasar modal pada jangka menengah masih dipengaruhi volatilitas nilai tukar rupiah. Di jangka pendek ini, Ellen lebih menyukai swing trading dan memanfaatkan profit taking. "Karena jangka pendek masih konsolidasi, saya memilih untuk profit taking," kata dia.
Pendiri Ellen May Institute ini masih menyukai saham yang terpengaruh program kerja pemerintah, seperti saham infrastruktur, konstruksi dan sektor perikanan. Dalam beberapa bulan ke depan, saham properti dan perbankan juga diprediksikan menguat. "Sebaiknya trading sampai melewati resistance IHSG di 5.261," kata dia. IHSG kemarin (12/1) ditutup melorot 0,55% ke level 5.187,93.
Ellen menempatkan 50% portofolionya untuk trading. Adapun separuhnya lagi untuk investasi. Di jangka menengah, Ellen mengumpulkan saham konstruksi dan properti seperti WTON, WSKT, PTPP, LPKR dan BSDE. Dalam trading, Ellen murni memanfaatkan analisis teknikal. Dia juga banyak memainkan saham di sektor maritim.
Trader papan atas lainnya, Teguh Hidayat jauh lebih konservatif. Dia mencari saham yang harganya sudah banyak terkikis sejak tahun lalu. Saham yang banyak dihindari ketika IHSG melambung pada tahun lalu, justru menjadi buruannya. Namun, Teguh tak ingin blak-blakan membeberkan isi portofolionya. "Yang jelas, saham yang tertinggal pada tahun lalu, menjadi menarik di tahun ini," ujar dia.
Sedangkan saham konstruksi yang melambung tinggi pada 2014, justru pertumbuhannya semakin terbatas. Teguh sudah banyak merealisasikan untung atas saham di sektor itu.
Dia menilai, saham sektor komoditas yang terseret pelemahan harga minyak dunia bisa dipertimbangkan. Ini lantaran pelemahan harganya sudah terlalu dalam. Koreksi yang cenderung terbatas ini menjadi peluang untuk meraih cuan maksimal.
Sementara investor papan atas lainnya, Benny Tjokrosaputro, masih mempertahankan 90% portofolio sahamnya di sektor properti. Adapun sisanya adalah portofolio lama, yakni di sektor perkebunan dan energi.
Benny masuk saham properti sejak dua tahun lalu. Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) ini mengaku fokus di saham properti lantaran prospek sektor tersebut masih cukup menjanjikan.
Dia berpendapat, tahun ini saham sektor infrastruktur dan consumer goods berpeluang menanjak. Hal ini terkait penurunan harga minyak mentah global.
Investor individu lainnya, Sjambiri Lioe menyarankan, investor sebaiknya memilih saham konstruksi. Sebab, emiten konstruksi meraup berkah dari rencana pemerintah yang menggenjot sektor infrastruktur. Tanpa membeberkan isi portofolionya, Sjambiri menilai, saham bank yang mengucurkan kredit infrastruktur juga turut terangkat.
Editor: Sandy Baskoro

HONG KONG, Jan 05, 2015 (AFP)
 Asian markets were mixed Monday as the first full week of 2015 got under way, while the euro hit a nine-year low against the dollar at one point on growing expectations of fresh European Central Bank stimulus.

Oil extended its losses to sit at five-and-a-half-year lows due to signs of further weakening in the eurozone economy, with both contracts falling towards $50 a barrel.

Tokyo slipped 0.68 percent by the break, Hong Kong lost 0.70 percent, Shanghai gained 0.74 percent, Sydney added 0.24 percent and Seoul was 0.91 percent lower.

The year got off to a tentative start after a broadly positive end to 2014 for most markets.

While there are few catalysts to drive business this week, eyes will be on the release on Friday of US jobs data. Traders are already in broad agreement that the Federal Reserve will hike interest rates around the middle of the year and another strong batch of employment figures will reinforce that view.

The greenback, which was already pushing up against the euro, climbed further Monday after the head of the European Central Bank reiterated the possibility of more monetary easing to kickstart the eurozone.

In an interview with German business daily Handelsblatt at the end of last week, ECB President Mario Draghi said deflation was a threat and the central bank needs to be prepared to counter it.

But the risk that the central bank will not be able to move inflation higher "has increased compared to six months ago," he said.

As a result, the ECB "is currently technically preparing to adjust the size, speed and composition of our measures at the start of 2015, should it become necessary", he added.

The comments sent the single currency tumbling to as low as $1.1865 early Monday, the lowest since March 2006, before rebounding to $1.1963. That compares with $1.2002 in New York Friday.

It was also at 143.86 yen against 144.58 yen in US trade and well down from 1.2097 on the last day of 2014.

"The reasons to be selling the euro were pretty clear over the weekend: Draghi being a step closer to quantitative easing and deepening concerns about the Greek political situation," Sean Callow, a currency strategist at Westpac Banking Corp. in Sydney, told Bloomberg.

Adding to downward pressure on the unit is uncertainty in Greece, which holds a general election this month, with concerns that the anti-austerity Syriza party will take control.

Markets fear the party will roll back measures required under the IMF-EU bailout of the country, in turn further weakening the eurozone economy.

In other currency trade the dollar was at 120.39 yen against 120.46 yen in New York.

Oil prices fell further owing to a global supply glut and weak demand. West Texas Intermediate, the US benchmark, eased 35 cents to $52.34 while Brent crude for February fell 41 cents to $56.01.

Gold was at $1,192.13 an ounce, compared with $1,182.36 in end-of-year trading on Friday.
uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu



... memang ihsg 5500 bahkan 6K terlihat di grafik teknikal ... namun sinyal beli lemah akan menyulitkan mencapai batas 5500 tersebut ... ekspektasi gw sekira Juli-Agustus 2015 karena kondisi SUKU BUNGA THE FED akan mempengaruhi arus modal portofolio global termasuk yang ke Indonesia ... semoga bulan PUASA menjadi BULAN PENUH BERKAH kembali ... tren indeks INFRASTRUKTUR, AGRIKULTUR n MANUFAKTUR lah yang menjadi penopang tren ihsg ... moga2 janji2 Jokowi memperkuat infrastruktur segera terealisasikan, bahkan didukung DPR ... :)
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
gw berkalkulasi sederhana: menggunakan DATA IHSG pada tgl2 tertentu: awal 2014 (02 Januari), akhir 2014 (30 Desember 2014), awal 2015 (02 Januari), dan saat ini (09 Januari 2015) ... hasilnya sbb:
eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeNNNNNNNNNNNNNNNNNNeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee


... per tgl 23 Januari 2015, ihsg MENCETAK REKOR TERTINGGI sepanjang SEJARAH lage @ 5323 ... well, suka tidak suka, analisis teknikal LANGSUNG MASUK JENUH BELI, aka akan terjadi PEMBALIKAN ARAH KE JUAL lage (ihsg akan TURUN)... sebuah koreksi tingkat ihsg yang SEHAT akan terjadi awal minggu depan (PEKAN 26 Januari -30 Jan) SEBAGAI penutupan BULAN JANUARY EFFECT... terbawah @4069, well, kayaknya dengan fundamental INFLASI RENDAH ga saatnya tercapai serendah itu ... 5K lage juga sukar terjadi ... 5200an maseh mungkin terjadi ... setidaknya 5500an uda makin JELAS TERLIHAT pada analisis teknikal ihsg ... 6K juga uda mulai tampak ... bandingkan dengan tren DOW JONES industrial average AMRIK, terbukti IHSG selama masa REFORMASI telah mencetak GAIN JAUH DI ATAS tren kenaekan tingkat indeks DOW ... nah, gw tunggu aza pembuktian bahwa PERIODE KEEMASAN ihsg AKAN KEMBALI LAGE meniru periode 2003-2008 (kecuali kuartal akhir 2008)... :)
jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj
per tgl 06 Februari 2015, secara teknikal, menurut yahoo finance, 5500 sudah mulai terlihat sebagai kelanjutan tren IHSG dalam 2015, mungkin analisis sederhananya sbb: 
per tgl 09 Februari 2015, ternyata midday @5361, tembus ke Bollinger Band batas atas @5364, well, let's C what will happen : 
per tgl 18 Februari 2015, ternyata midday @5400an, well, setidaknya nemplok dulu di range 5400-5450 an lah :)

eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee 6300 seh uda keliatan... :)
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

per tgl 27 Februari, akhir buka bursa bulan ke 2 2015, deg-degan jelang 5500 karena RESISTENSI 5457 kuat sekale (batas psikologis menuju 5500 yang secara psikologis akan mendorong ihsg menuju 6K lebe cepat, bahkan tanpa bantuan AS1ENk)... sebaeknya tren ihsg TETAP MEMBAYAR UTANG JURANG tingkat IHSG di 5400an DULU, baru rebound kuat k 5500 ... well, liat aza
per tgl 06 Maret 2015: ihsg mencapai rekor tertinggi dalam sejarah @5514, sementara teknikalitas ihsg menunjukkan tanda positif naek: bullish jangka pendek, stochastic masuk jenuh beli, MFI @73 yang berekspektasi menuju 80-90 lage (90 rekor tertinggi teknikalitas MFI @ihsg), serta batas atas Bollinger Band yang begitu dekat @5518... well, gw bukan peramal, let's c n anticipate !

... ooops waspadai KOREKSI imut n DAHSYAT s/d 5200an ... well, moga2 tidak terjadi :)
BANDINGKAN DENGAN ANALISIS BERIKUT ya ...


JAKARTA kontan.  Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya melampaui level 5.500. IHSG naik 1,17% ke level  5.514,78 pada Jumat (6/3).
Analis UOB Kay Hian Stevanus Juanda, dalam risetnya tanggal 6 Maret 2014 percaya IHSG akan turun di kuartal II-2015, dilatarbelakangi oleh pelemahan rupiah, pendapatan emiten yang mengecewakan dan tingginya valuasi. 
Salah satu yang bisa menyeret IHSG adalah tingginya tingkat suku bunga yang dapat merugikan profitabilitas sektor-sektor kunci seperti keuangan dan properti. Kedua sektor tersebut bernilai 35% dari IHSG. Selain inflasi, potensi kenaikan suku bunga The Fed juga bisa mendorong Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat suku bunga untuk menghadapi arus dana yang kuat.
Selanjutnya, Stefanus melakukan analisis untuk melihat perusahaan yang kemungkinan pertumbuhannya berada di atas atau di bawah IHSG berdasarkan kinerja tahun 2014.  Dalam melakukan analisis, Stefanus menggunakan 2 perhitungan. Pertama,  kontribusi secara historis laba bersih di sembilan bulan pertama terhadap laba setahun penuh selama tiga tahun terakhir. Kedua, pertumbuhan laba bersih di kuartal III-2014 dibandingkan dengan perkiraan laba bersih tahun 2014.
Dengan kedua kombinasi tersebut, Stefanus mendapatkan perusahaan dengan kinerja di bawah dan di atas ekspektasi.
Lima besar  saham yang kemungkinan berada di bawah ekspektasi, diantaranya IMAS, SUPR, BWPT, BMTR, dan CTRP. Lalu 5 besar saham yang kemungkinan berada di atas ekspektasi antara lain ANTM, BSDE, LPCK, JRPT, dan ROTI.
Meski ada koreksi di kuartal II-2015, Stefanus memprediksi di bulan Desember 2015  IHSG akan rebound ke level 5.800.
Beberapa hal yang mendukung kenaikan IHSG antara lain lebih mudahnya perjanjian investasi di Indonesia serta  pembangunan infrastruktur dan efisiensi transportasi.
Pemerintah kini telah menerapkan peraturan one-stop licencing untuk investasi di Indonesia.  Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperkirakan dari tahun 2015 - 2019 realisasi investasi di Indonesia akan mencapai US$ 296 miliar.
Kemudian untuk mendorong pembangunan infrastruktur, pemerintah menaikkan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum sebesar 53,5%. Sementara untuk efisiensi transportasi pemerintah menaikkan anggaran Kementerian Transportasis sebesar 44,5%. Pemerintah kini sedang  berusaha mengalihkan ketergantungan transportasi darat ke laut dan kereta api.
Stefanus menaikkan peringkat sektor perbankan dan property ke overweight. Sementara saham yang menjadi top buy adalah BJBR, BBNI, BSDE, CTRS, INTP, ICBP, GGRM, dan AISA.
Editor: Uji Agung Santosa
Bisnis.com, JAKARTA--Setelah indeks harga saham gabungan (IHSG) rally hingga mencapai rekor tertinggi 5.499 diperkirakan indeks akan terkonsolidasi untuk bersiap mencapai titik rekor baru 5.550.
Analis HD Capital Yaganur Wijanarko mengatakan rally yang membawa IHSG ke all time high baru di 5.499 membuat momentum menjadi lebih positif. Namun, keadaan jenuh beli membuat pelaku pasar melakukan aksi jual di atas sehingga pasar menjadi terkonsolidasi di daerah baru.
"Kisaran support 5.445 dan resistance 5.499," ungkapnya dalam riset Sabtu (7/3/2015).
HD Capital menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar untuk meredakan keadaan jenuh beli harian dan mingguan. Rekomendasi untuk melakukan posisi buy apabila terjadi koreksi atau konsolidasi minor dalam pembentukan strong uptrend baru di IHSG.
Meski IHSG sempat mencetak new high, sambungnya, namun keadaan overbought atau jenuh beli dapat menyebabkan IHSG berubah secara jangka pendek dari strong uptrend ke konsolidasi sideways.
"Sehingga dalam keadaan tersebut lebih bijak untuk buy on weakness versus mengejar kenaikan secara agresif," paparnya.
uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuTTTTTTTTTTTTTTTTTTTuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

... fakta bahwa CRASH GEDE (lingkaran jingga) menjadi ALASAN TERKUAT tuk tren NAEK tinggi (s/d 1200 poin) maka ekspektasi 6K pada akhir 2015 maseh berlaku seh ... well, liat aza ya :)
eeeeeeeeeeeeeeeeFFFFFFFFFFFFFFFFFFFeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee


JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II belum akan membaik. Pasalnya belum banyak realisasi belanja pemerintah yang dilakukan pada kuartal II.

"Jadi semester I (hingga kuartal II) belum terlalu baik," singkat Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung OJK, Senin (27/7/2015).

Meskipun demikian, pihaknya mengaku optimistis dengan pertumbuhan ekonomi pada semester II. Agus menyebutkan, pihaknya menerima laporan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mengerjakan tender hingga 93 persen.

"Kita lihat bantuan desa pemerintah sudah siapkan pendampingan untuk realisasi bantuan desa dan akan membuat paling tidak di kuartal II kita bisa tumbuh 5,2 persen dan kuartal III 5,3 persen," sebutnya.

Sebagai tambahan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2015 sebesar 4,71 persen year on year (yoy). Sedangkan secara kuartalan (qoq) turun sebesar 0,18 persen.

Padahal, pada 2015, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen dalam APBNP-2015.
http://economy.okezone.com/read/2015/07/27/20/1185990/bi-pertumbuhan-ekonomi-semester-i-belum-terlalu-baik






Sumber : OKEZONE.COM

Komentar

  1. Halo, nama saya Mia Aris.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800.000.000 (800 JUTA ) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah i diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com.
    Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.

    BalasHapus
  2. Saya Widaya, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS.Who yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM.

    Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya adalah semua pembohong, saya menghabiskan hampir 40 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Tapi qualityloan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email mereka yang sebenarnya: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. Hati-hati

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ihsg per tgl 2-17 OKTOBER 2017 (pra BULLISH November-Desember 2017)_01/10/2019

  RIBUAN PERSEN PLUS @ warteg ot B gw (2015-2017) ada yang + BELASAN RIBU PERSEN (Januari 2017-Oktober 2017) kalo bneran, bulan OKTOBER terjadi CRA$H @ IHSG, well, gw malah bakal hepi banget jadi BURUNG PEMAKAN BANGKAI lah ... pasca diOCEHIN BANYAK ANALIS bahwa VALUASI SAHAM ihsg UDA TERLALU MAHAL, mungkin satu-satunya cara memBIKIN VALUASI jadi MURAH adalah LWAT CRA$H, yang tidak tau disebabkan oleh apa (aka secara misterius)... well, aye siap lah :)  analisis RUDYANTO @ krisis ekonomi ULANGAN 1998 @ 2018... TLKM, telekomunikasi Indonesia, maseh ANJLOK neh, gw buru trus! analisis ringan INVESTASI SAHAM PROPERTI 2017-2018 Bisnis.com,  JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), akan mendapat sentimen positif dari hijaunya indeks saham Eropa dan Amerika Serikat pada perdagangan terakhir bulan September. Berdasarkan data  Reuters , indeks S&P 500 ditutup menguat 0,50 persen di level 2.976,73, indeks Nasdaq Comp

ihsg per tgl 15 Desember 2014

JAKARTA – Investor asing dipastikan masih bertahan di Indonesia. Kendati bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga hingga 100 bps tahun depan, imbal hasil (yield) portofolio di Indonesia tetap lebih atraktif, sehingga kenaikan Fed funds rate tidak akan memicu gelombang pembalikan arus modal asing (sudden reversal). Imbal hasil surat utang negara (SUN) dan obligasi korporasi Indonesia bertenor lima tahun saat ini berkisar 7-8%, jauh lebih baik dibanding di Eropa dan AS yang hanya 2-2,5%. Begitu pula dibanding negara-negara lain di Asia, seperti Korea dan Thailand sebesar 2,5-3,5%. Di sisi lain, dengan pertumbuhan laba bersih emiten tahun ini sebesar 10-15% dan price to earning ratio (PER) 14 kali, valuasi saham di bursa domestik tergolong murah. Masih bertahannya investor asing tercermin pada arus modal masuk (capital inflow). Secara year to date, asing membukukan pembelian bersih (net buy) di pasar saham senilai Rp 47,54 triliun. Tren

ISU FUNDAMENTAL perbankan: BBRI, bnii (2022) #1

ASIENk: bbri diintai   BBRI: LCS andalan BBRI : wealth management tumbuh 2021: simpanan orang kaya d perbankan BBRI: restrukturisasi debitur turun UMKM: kredit k perbankan +13,3% / Januari 2022 BBRI: hapus buku utanK (2023) BBRI: optimis kredit 2022   BBRI: sasaran akhir 2022 neh BBRI: bermitra solusi teknologi BBRI: bermetaverse   BBRI: buyback lage   BBRI: tren turun harga saham BBRI 2021: LABA bersih d atas bbca BBRI: jadwal dividen 2021 BBRI: kredit tumbuh d 2022 BBRI: kinerja 2022 diekspektasiken lebe bagus   Per Februari 2022, Perbankan Salurkan Kredit Rp5.741,5 Triliun BBRI: rups bakal ganti direksi BBRI: tren harga saham ctak rekor tertinggi BBRI: market cap Rp 867 T BBRI: makin efisien biaya dananya BBRI: brilink Rp 18,2 T BBRI: 3 taon ke depan BBRI: merek yang TOP BBRI: optimistis 2022 BBRI: #1 @ ihsg   BBRI: dividen Rp 174,23 / saham  BBRI: Rp 43 T lebe dibagikan sbagai DIVIDEN final 2022 BBRI: bagi dividen terbesar bwat pemerintah BBRI: laba bersih naek   BBRI: laba bersih