Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan tengah mengkaji penerbitan surat edaran terkait relaksasi berupa beli kembali (buyback) saham tanpa rapat umum pemegang saham seiring penurunan kinerja di pasar saham.
Kepala
Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida
mengatakan OJK pernah mengeluarkan aturan tentang Pembelian Kembali
Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik dalam Kondisi
Pasar yang Berfluktuasi secara Signifikan pada 27 Agustus 2013.
Surat
edaran keluar karena kondisi perdagangan saham di BEI dalam tiga bulan
terakhir mengalami tekanan, tercermin dari penurunan IHSG hingga 23,91%
sejak 20 Mei 2013 hingga 27 Agustus 2013. Ketika kondisi tersebut,
emiten dapat membeli kembali (buyback) sahamnya sampai batas maksimal 20% tanpa meminta persetujuan pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
Kondisi
pasar dianggap berfluktuasi secara signifikan jika IHSG selama tiga
hari bursa berturut-turut secara kumulatif turun 15% atau lebih, atau
kondisi lain yang ditetapkan OJK. Bisnis mencatat sejak aturan itu terbit hingga Desember 2013 terdapat 24 emiten yang mengumumkan rencana buyback saham.
Saat
ini, aturan tersebut sudah dicabut oleh OJK. Pencabutan tersebut
tertuang dalam Surat Edaran OJK tentang Pencabutan Surat Edaran Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK.04/2013. Landasan OJK mencabut aturan buyback
tersebut setelah indikator pasar menunjukkan kondisi perdagangan saham
di Bursa Efek di Indonesia (BEI) sudah tidak lagi mengalami tekanan dan
sudah tidak mengalami fluktuasi secara signifikan.
“Yang
dicabut itu aturan soal “kondisi lain yang ditetapkan OJK”, yakni
selama tiga bulan terakhir pasar saham mengalami tekanan tercermin dari
penurunan IHSG sekitar 23%. Kalau memang saat ini dipandang perlu lagi
menerbitkan SE karena kondisi tertentu, bisa dikeluarkan lagi SE,” kata
Nurhaida di Jakarta, Selasa (18/8).
Jadi,
apabila penurunan IHSG mencapai 15% dalam 3 hari berturut-turut, maka
otomatis mekanisme buyback tanpa RUPS bisa dilakukan karena sudah ada
aturannya. Berbeda dengan yang terkait kondisi lain yang ditentukan OJK.
Adapun, bila SE terkait kondisi tertentu untuk bisa buyback
tanpa RUPS kembali dikeluarkan, maka tujuannya untuk memberikan
stimulus bagi perekonomian. Menurutnya, gejolak di pasar saham yang
terjadi saat ini dengan yang terjadi pada 2013 cukup berbeda. Pada 2013,
penurunan terjadi cukup drastis sampai bisa dikatakan krisis kecil.
Sedangkan,
gejolak yang terjadi saat ini juga terjadi pada negara lain. “Kalau
sekarang kami melihatnya itu karena regional dan global. Indonesia
memang terkena dampak penurunannya paling tinggi. Saat ini, kami terus
amati, kalau SE terkait kondisi khusus tersebut keluar maka itu lebih
untuk stimulus perekonomian agar bergerak positif.”
Yang
jelas, OJK sudah mengantisipasi kapan waktu yang tepat SE itu akan
dikeluarkan. “Kami harus lihat perkembangan yang ada. OJK juga harus
berhati-hati dalam menentukan parameter terkait kondisi tertentu
tersebut,” tambahnya.
Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat 4.510,48 per 18 Agustus 2015,
menurun sebesar 13,71% dibandingkan dengan penutupan akhir tahun 2014.
Sementara kapitalisasi pasar modal Indonesia saat ini mencapai hampir
Rp5000 triliun. Meskipun mengalami penurunan sebesar -5,89% dari posisi
akhir tahun 2014 lalu, namun jika dilihat dari posisi pada 5 tahun
terakhir, nilainya sudah meningkat lebih dari 60%.
“Nanti
kami lihat ya parameternya, apakah kondisi sekarang sudah bisa
diantisipasi dengan relaksasi tersebut atau tidak, diperlukan atau
tidak,” jelasnya.
Direktur
Utama PT Lautandhana Sekurindo sekaligus Komite Ketua Umum Asosiasi
Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Wientoro Prasetyo menilai kondisi IHSG
saat ini masih dalam tahap wajar sehingga kebijakan buyback tanpa RUPS masih bisa ditahan.
“Yang
ini karena China juga kan lakukan devaluasi, ditambah rupiah dan mata
uang lain melemah. Namun, ini masih koreksi biasa, jadi saya pikir belum
ke sana (buybacktanpa RUPS). Domestik masih menunggu spending pemerintah,” kata Wientoro.
Menurutnya, bila OJK menerapkan kebijakan buyback tanpa
RUPS, belum tentu para emiten akan melakukannya. “Emiten tidak akan
segitunya langsung melakukan, tiap emiten punya strategi beda-beda. Saya
pikir juga,ownerperusahaan masih tunggu harga turun juga kalau mau melakukanbuyback.”
Komentar
Posting Komentar