JAKARTA. Indeks syariah sempat melesat hingga lebih dari 1% di awal perdagangan Senin (31/8/2015).
Jakarta Islamic Index (JII) dibuka menguat 0,35% atau 2,07 poin ke level 588,15 kemudian sempat melonjak hingga 1,17%. Pada pukul 09:39 WIB, indeks syariah menguat 0,60% atau naik 3,49 poin ke level 589,58.
Sebanyak 18 saham syariah menguat dari 30 saham syariah yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Adapun 9 saham syariah melemah dan 3 saham syariah stagnan.
Saham syariah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) telah menguat 2,37% pada pukul 09.39 WIB, memimpin kenaikan indeks JII dan IHSG.
IHSG dibuka menguat 0,02% atau naik 0,80 poin ke level 4.447,00. Pada pukul 09.40 WIB, IHSG telah menguat 0,43% atau naik 19,05 poin ke level 4.465,25.
Saham-saham syariah menguat pada awal perdagangan:
UNVR
+2,37%
ASII
+1,30%
UNTR
+3,23%
LPPF
+2,54%
Saham-saham syariah yang melemah pada awal perdagangan:
KLBF
-1,78%
INDF
-1.44%
INTP
-0,91%
SMGR
-0,53%
Sumber: Bloomberg
Jakarta -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak datar di awal pekan ini setelah tiga hari perdagangan terakhir menguat. Bursa Asia yang melemah memberi sentimen negatif.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat di posisi Rp 13.976 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan kemarin di Rp 13.999 per dolar AS.
Pada perdagangan preopening, IHSG naik tipis 0,802 poin (0,02%) ke level 4.447,003. Sedangkan Indeks LQ45 menguat tipis 0,205 poin (0,03%) ke level 757,274.
Mengawali perdagangan awal pekan, Senin (31/8/2015), IHSG dibuka menipis 0,634 poin (0,01%) ke level 4.445,567. Indeks LQ45 berkurang 0,361 poin (0,05%) ke level 756,661.
Investor mulai mengambil untung, sehingga IHSG sempat jatuh ke zona merah. Namun aksi beli investor domestik membuat IHSG menanjak secara perlahan.
Hingga pukul 9.05 waktu JATS, IHSG bertambah 6,686 poin (0,15%) ke level 4.452,887. Sementara Indeks LQ45 tumbuh 1,156 poin (0,15%) ke level 758,225.
Akhir pekan lalu, IHSG menutup perdagangan dengan naik tipis 15 poin. IHSG sempat naik tinggi, sayang terganjal aksi ambil untung
Sedangkan pasar saham Wall Street berakhir datar di akhir pekan. Pelaku pasar masih bertanya-tanya soal rencana The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga.
Rata-rata bursa regional pagi ini melemah, dipimpin oleh koreksi tajam pasar saham China. Aksi ambil untung muncul setelah pekan lalu bursa Asia menguat.
Berikut situasi di bursa-bursa Asia pagi hari ini:
Jakarta Islamic Index (JII) dibuka menguat 0,35% atau 2,07 poin ke level 588,15 kemudian sempat melonjak hingga 1,17%. Pada pukul 09:39 WIB, indeks syariah menguat 0,60% atau naik 3,49 poin ke level 589,58.
Sebanyak 18 saham syariah menguat dari 30 saham syariah yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Adapun 9 saham syariah melemah dan 3 saham syariah stagnan.
Saham syariah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) telah menguat 2,37% pada pukul 09.39 WIB, memimpin kenaikan indeks JII dan IHSG.
IHSG dibuka menguat 0,02% atau naik 0,80 poin ke level 4.447,00. Pada pukul 09.40 WIB, IHSG telah menguat 0,43% atau naik 19,05 poin ke level 4.465,25.
Saham-saham syariah menguat pada awal perdagangan:
UNVR
+2,37%
ASII
+1,30%
UNTR
+3,23%
LPPF
+2,54%
Saham-saham syariah yang melemah pada awal perdagangan:
KLBF
-1,78%
INDF
-1.44%
INTP
-0,91%
SMGR
-0,53%
Sumber: Bloomberg
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat di posisi Rp 13.976 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan kemarin di Rp 13.999 per dolar AS.
Pada perdagangan preopening, IHSG naik tipis 0,802 poin (0,02%) ke level 4.447,003. Sedangkan Indeks LQ45 menguat tipis 0,205 poin (0,03%) ke level 757,274.
Mengawali perdagangan awal pekan, Senin (31/8/2015), IHSG dibuka menipis 0,634 poin (0,01%) ke level 4.445,567. Indeks LQ45 berkurang 0,361 poin (0,05%) ke level 756,661.
Investor mulai mengambil untung, sehingga IHSG sempat jatuh ke zona merah. Namun aksi beli investor domestik membuat IHSG menanjak secara perlahan.
Hingga pukul 9.05 waktu JATS, IHSG bertambah 6,686 poin (0,15%) ke level 4.452,887. Sementara Indeks LQ45 tumbuh 1,156 poin (0,15%) ke level 758,225.
Akhir pekan lalu, IHSG menutup perdagangan dengan naik tipis 15 poin. IHSG sempat naik tinggi, sayang terganjal aksi ambil untung
Sedangkan pasar saham Wall Street berakhir datar di akhir pekan. Pelaku pasar masih bertanya-tanya soal rencana The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga.
Rata-rata bursa regional pagi ini melemah, dipimpin oleh koreksi tajam pasar saham China. Aksi ambil untung muncul setelah pekan lalu bursa Asia menguat.
Berikut situasi di bursa-bursa Asia pagi hari ini:
- Indeks Nikkei 225 melemah 154,36 poin (0,81%) ke level 18.981,96.
- Indeks Hang Seng anjlok 226,15 poin (1,04%) ke level 21.612,39.
- Indeks Komposit Shanghai jatuh 41,02 poin (1,27%) ke level 3.191,33.
- Indeks Straits Times naik 9,21 poin (0,31%) ke level 2.965,15.
Kalaupun menguat, bursa Asia hanya berpeluang menghijau terbatas. Menurutnya, Dow Jones akan turun tipis, lalu S&P dan Nasdaq naik tipis.
Hans melihat bahwa tak banyak sentimen yang mempengaruhi pasar Asia. Sedangkan Satrio menilai bahwa kenaikan di bursa regional cukup besar dalam beberapa hari terakhir. Namun karena minimnya sentimen, maka pasar cenderung rawan profit taking.
Satrio menyebut bahwa kondisi yang ditakutkan saat ini bukanlah Shanghai. Ia menilai, kondisi negatif bursa Shanghai sudah mereda. Namun Hang Seng terlihat masih kebingungan.
Lebih lanjut, Hans melihat bursa Malaysia masih akan terkoreksi Ringgit melemah signifikan. Ini karena adanya gejolak politik yang meminta Perdana Menteri Malaysia mengundurkan diri.
Satrio pun mengkhawatirkan kondisi di Malaysia. Menurutnya, masalah toleransi di Malaysia cenderung buruk. Ia pun berharap agar krisis Malaysia tak berujung pasca kerusuhan mencekam.
Editor: Yudho Winarto.
Bisnis.com, JAKARTA - Anjloknya pasar modal Indonesia pada Agustus ini diperkirakan akan terbayar pada September dengan rally Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ke 4.800.Analis HD Capital Yuganur Wijanarko mengatakan secara sentimen, market consensus untuk terjadinya Fed rate hike September nanti masih di bawah 40%, artinya pasar belum mendiskon bila Fed benar menaikan suku bunga nanti.
"Kami melhat bila hal tersebut terjadi akan disambut positif oleh pasar dan mencipatkan siklus kenaikan di saham dan komoditas global yang berimbas positif ke IHSG," ungkapnya dalam riset akhir pekan.
Dia mengatakan pergerakan IHSG di September dan setelahnya, secara teknikal melihat pergerakan IHSG yang bertahan diatas 4.000 untuk penutupan Jumat, maka misi selanjutnya adalah mencoba untuk bertahan di atas 4.000 lagi hingga akhir Agustus.
Menurutnya, jika akhir Agustus IHSG bisa ditutup lebih dari level 4.500, maka pada September ada potensi rally ke 4.300-4.500 dan membuka peluang untuk kembali ke 4.800 akhir tahun atau Desember 2015.
Sementara itu, pada akhir pekan ini IHSG akhirnya ditutup positif 2,54% atau melesat 110,25 poin ke 4.446,20 setelah lima pekan berturut-turut bursa saham Indonesia membukukan kinerja negatif.
Meskipun masih menjadi bursa saham terburuk di kawasan Asia, melorotnya IHSG sejak awal tahun kian menyusut dan tersisa 14,94%.
Jika ditelusuri sejak pencapaian all time high pada 7 April 2015 silam di level 5.523,29, IHSG telah terjungkal hingga 24,62% ke titik terendah yang terjadi pada penutupan awal pekan ini 4.163,73.
Akan tetapi, sejak tiga hari terakhir, IHSG terus positif dan mulai menanjak 5,15% ke level 4.446,20 dari penutupan pada 25 Agustus di level 4.228,50.
Berikut rekomendasi portofolio selama September 2015:
Ticker | TP 1 bulan | PER2015 | PBV2015 | ROE2015 |
WTON | Rp875 | 85x | 4,17x | 4,96% |
BMRI | Rp8.400 | 10,4x | 1,8x | 18,16% |
BBRI | Rp9.450 | 12,3x | 2,4x | 23,37% |
BBNI | Rp4.350 | 16,77x | 1,32x | 7,95% |
ADHI | Rp1.900 | 2,23x | 2,54x | 2,5% |
WSKT | Rp1.725 | 70,6x | 3,37x | 5% |
BSDE | Rp1.510 | 9x | 2,1x | 21% |
New York, Aug 28, 2015 (AFP)
Top global markets ended the week Friday largely recovered from China-induced panic selling, but market watchers remain worried the turmoil in the world's number two economy will drag down global growth.
After a bout of violent selloffs, the final tally for stocks was deceptively benign. US and European equity markets actually mustered gains for the week, while the Shanghai index finished down just 0.79 percent.
Yet worries about China kept enthusiasm at bay, as investors pondered how slower growth there would affect slumping commodities, such as oil and copper, as well as the economies of its Asian neighbors and the US and other trading partners.
"There still does not seem to be the macro foundations for indices to fully recover from their corrections, as concerns over China and uncertainty over Fed rate hikes continue to linger," said IG Markets analyst Angus Nicholson.
On Friday, Moody's slashed its 2016 growth forecast for leading G20 economies to 2.8 percent from 3.1 percent, predicting contractions in Brazil and Russia and lower demand for manufactured goods in Korea and Japan due to China.
"Slower growth in China makes a significant rebound in commodity prices in the near term unlikely," said Moody's senior vice president Marie Diron.
"A more prolonged period of low commodity prices will lead to muted export revenues and investment for commodity-exporting G20 economies."
US Federal Reserve Vice Chair Stanley Fischer told CNBC it was "too early to tell" whether the markets turmoil sparked by China has lessened the argument for a long-expected increase in the federal funds rate.
"The concern is that there are a lot of countries influenced by trade with China," Fischer said.
"East Asia is particularly associated with that. The question is whether interactions among those countries will amount jointly to something that would have an impact on us."
- Investors 'exhausted' -
The market's brutal swings wore on investor psyche. The most violent moves came on "Black Monday," after the Shanghai bourse plunged 8.5 percent.
Leading European markets fell at least 4.5 percent and the Dow dumped 1,000 points in a short stretch before recovering somewhat.
But after the stunning losses, markets turned around, helped by an interest rate cut and more apparent official share-buying efforts in China, and strong US economic data, especially a report showing much better-than-expected 3.7 percent growth for the second quarter.
Among major markets, Japan's Nikkei 225 finished down 1.54 percent for the week, while Hong Kong dropped 3.56 percent.
But London's benchmark FTSE 100 index added 0.97 percent, the CAC 404 in Paris 0.95 percent, and Frankfurt's DAX 30 1.72 percent. In the US, the S&P 500 rose 0.91 percent over a week earlier.
Still, China's markets were still nearly 40 percent down from their July peak, and that represents huge investor losses that are already seen turning into more pain on the streets.
Many analysts see increased strains on China's financial system from the share market losses, and a possible significant slump in consumer spending.
Hugh Johnson of Hugh Johnson Advisors said investors were "exhausted" at the gyrations as they try to prepare for what could come next.
"The message is you should worry about China, but you should not over-worry about China," Johnson said.
Briefing.com analyst Patrick O'Hare said nothing was cleared up by the end-week recovery.
"The speed at which the sell-off and the rebound occurred has left everyone grappling to explain why it happened, what it means, and what comes next. No explanation is wholly sufficient," O'Hare said.
NEW YORK kontan. Bursa saham Amerika Serikat (AS) menguat, menyusul kenaikan terbesar sejak tahun 2011, di tengah rebound seluruh pasar saham global dan setelah data menunjukkan ekonomi tumbuh melebihi perkiraan sebelumnya.
Indeks Standard & Poor 500 naik 1,1% ke level 1,962.69 pada pukul 09:32 pagi waktu New York, setelah menghentikan penurunan enam hari terburuknya dalam empat tahun pada hari Rabu (26/8).
Data hari ini menunjukkan produk domestik bruto, nilai semua barang dan jasa yang dihasilkan, naik 3,7% pada tingkat tahunan, melebihi semua perkiraan ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, dan naik 2,3% dari yang dilaporkan pada bulan lalu.
Kenaikan yang lebih besar dalam belanja konsumen dan bisnis menunjukkan ekspansi Amerika kembali berada di jalurnya. Laporan terpisah menunjukkan pengajuan aplikasi untuk manfaat pengangguran turun untuk tiga pekan terendah, yang menunjukkan permintaan yang terus-menerus mendorong pengusaha untuk mempertahankan jumlah karyawan.
Indeks S&P 500 kemarin memangkas penurunan mingguan menjadi 1,5% dan mengakhiri penurunan yang menghapus U$ 2.2 triliun dari nilai saham. Perkataan dovish dari Federal Reserve dan membaiknya data ekonomi ditopang oleh sentimen yang telah berubah menjadi bearish setelah kegaduhan global yang dipicu oleh devaluasi mata uang China yang berdampak di luar Amerika.
Gejolak pasar yang dipicu oleh kekhawatiran pertumbuhan ekonomi telah mengurangi harapan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga segera setelah bulan depan. Ketua Bank The Fed New York William Dudley mengatakan pada hari Rabu bahwa pergolakan telah membuat kasus untuk menaikkan suku pada bulan September kurang menarik"
Pedagang menentukan nilai dalam kesempatan bank sentral akan bertindak pada pertemuan berikutnya adalah 28%, turun dari hampir bahkan kemungkinan sebelum China mengejutkan langkah mata uangnya pada awal bulan ini.
Indeks China Shanghai Composite melonjak 5,3% di tengah lonjakan pada akhir sesi perdagangan. Analis mengatakan pemerintah mengambil langkah untuk mendongkrak pasar sahamnya, meyakinkan investor adanya dukungan dari negara.
Investor akan mencari petunjuk lebih lanjut terkait kenaikan suku bunga yang berasal dari simposium tahunan di Jackson Hole, Wyoming mulai hari ini. Para gubernur bank sentral akan berkumpul di sana untuk diskusi akademik terkait inflasi seperti perlambatan ekonomi China yang memperbaharui kekhawatiran penurunan harga. Ketua The Fed Janet Yellen tidak akan hadir dalam pertemuan tersebut tahun ini.
Editor: Yudho Winarto.
Market view leans against September hike by Fed
TOKYO nikkei asian review -- The prevailing view in financial markets is that the U.S. Federal Reserve will wait until after September to raise interest rates.
Though the U.S. economy is recovering, many interpret remarks made over the weekend by Fed Vice Chairman Stanley Fischer to mean that the central bank is in no hurry to raise rates while the outlook remains so uncertain for China's economy and for financial markets. Fischer did not rule out a September rate hike, but a growing number of remarks from Fed officials have discounted the possibility, with William Dudley, president of the New York Fed, saying a September increase "was less compelling" than it was a few weeks earlier.
"It appears it is being decided that a rush to lift rates would result in big costs," Ryutaro Kono, chief economist at BNP Paribas, said of the market's perception.
Anxiety spiked in financial markets due to the global chain reaction that brought down share prices until the middle of last week. Sentiment remains skittish even though Chinese stocks halted their decline and volatility eased. If the view grows that a hike will be delayed, that would do much to restore investor confidence.
The Nikkei Stock Average may begin this week on a bullish trend. Though the index shed 2,813 points over six days through Tuesday of last week, it regained 1,329 points in the three days through Friday. A break in the yen's rapid ascent on currency markets appears likely, but many also think that as the prospect of a U.S. rate hike recedes, it will be difficult for the dollar to make one-sided gains against the Japanese currency.
Komentar
Posting Komentar