Langsung ke konten utama

ihsg per tgl 18 September 2015

Hong Kong, Sept 18, 2015 (AFP)
 The US central bank's decision to hold off hiking interest rates sent emerging market currencies and most Asian markets advancing Friday, as concerns eased over an outflow of cash as the global economy suffers a painful slowdown.

After one of the most eagerly awaited meetings in years, the US central bank's head Janet Yellen said the ongoing crisis in China and recent turmoil on world markets had played a role in keeping borrowing costs at zero.

The Fed's decision followed widespread warnings about the dire impact a rate increase could have, with the World Bank predicting this week it would cause a "perfect storm" in financial markets.

Yellen told a news conference: "A lot of our focus has been on risks around China, but not just China, emerging markets more generally and how they may spill over to the United States.

"We've seen significant outflows of capital from those countries, pressures on their exchange rates and concerns about their performance going forward," Yellen said of the emerging market economies.

"The question is whether or not there might be a risk of a more abrupt slowdown than most analysts expect."

The news pushed the dollar lower. It was buying 120.00 yen in Tokyo early trade, compared with 120.90 yen in Asia Thursday. The euro was at $1.1405 against $1.1302 a day earlier.

Struggling emerging market currencies, which have been rising this week on hopes the bank would hold fire, were also higher. The South Korea won added 0.05 percent, the Malaysian ringgit gained 0.60 percent and the Singapore dollar was 0.15 percent higher.

- 'Breathing room' -

"For emerging-market central bankers, the Fed has given them some much-needed breathing room," said Jonathan Lewis, a principal at New York-based Samson Capital Advisors LLC.

"Postponing a Fed tightening gives these central bankers room to be more accommodative, without their actions being offset by a tighter Fed," he added, according to Bloomberg News.

Economists had warned a rise now could severely hurt emerging economies as investors  would likely withdraw more cash to the United States for better and safer returns.

This, in turn, would have forced other central banks to hike rates -- at the same time as trying to foster growth -- in a bid to support their currencies and prevent a flight of capital.

In mid-morning trade most Asian stock markets advanced with Hong Kong up 0.63 percent, Shanghai 0.33 percent higher and Sydney and Seoul 0.30 percent stronger.

But Tokyo was 1.28 percent lower as investors were spooked by Yellen's downbeat assessment of the global outlook. However, it pared earlier losses of almost two percent.

The comments also weighed on US stocks, with the Dow, S&P 500 and Nasdaq all ending in negative territory.

Matt Maley, an equity strategist at Miller Tabak & Co LLC in New York, said that with the decision now out of the way, traders "are going to start focusing more on the problems that caused the correction in August, which is weakness in China and other emerging markets and a rough time on the earnings front".

World markets have witnessed more than a month of wild volatility after China devalued its yuan currency, fuelling worries about the state of the world's number-two economy and main driver of global growth as well as its leaders' crisis control.

The concerns have been exacerbated by a series of weak indicators suggesting growth will come in this year lower than 2014, which was the worst performance in a quarter of a century.

dan/sls

<org idsrc="isin" value="JP3892100003">Sumitomo Mitsui Trust</org>


Jumat, 18 September 2015 | 09:04

IHSG Dibuka Menguat Tipis

(Investor Daily
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,2 persen ke 4.387,21.
Faisal Maliki Baskoro/FMB
bisnis.com: IHSG meneruskan tren positif ke akhir pekan, dibuka menguat 0,11% atau 4,68 poin ke level 4.383,07. Penguatan ini terjadi sejalan dengan prediksi sejumlah analis pasca dirilisnya kebijakan The Federal Reserve yang tetap mempertahankan suku bunga pada dini hari ini.
 JAKARTA. Pelaku pasar agaknya sudah mengantisipasi sejak dini hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), pada Jumat (18/9) dinihari atau Kamis (17/9) waktu Amerika Serikat. Sejumlah kalangan memprediksi, Bank Sentral AS (The Fed) bakal menunda kenaikan suku bunga acuan.
Jika benar The Fed rate tak berubah, maka hal itu berefek positif terhadap pasar saham Indonesia, setidaknya dalam jangka pendek. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, memperkirakan The Fed menunda kenaikan bunga acuan. Sebab, data ekonomi AS tidak cukup kuat untuk melawan perlambatan ekonomi global. "Yellen pasti akan lebih hati-hati mengambil kebijakan," ujar dia, kemarin.
Hans memprediksi, The Fed akan mengerek bunga acuan pada Maret 2016. Dus, IHSG berpotensi rebound, meski hanya sementara. Sebab ke depan, penundaan kenaikan The Fed rate akan menjadi bola panas bagi pasar global, termasuk bursa saham Indonesia. Jika The Fed rate batal naik bulan ini, pergerakan IHSG hingga akhir tahun nanti cenderung fluktuatif karena dibayangi ketidakpastian.
Oleh karena itu, Hans menurunkan proyeksi IHSG di akhir 2015 menjadi 4.600 dari sebelumnya 5.200. Direktur Avere Investama Teguh Hidayat berpendapat, apapun keputusan The Fed, apakah itu menaikkan atau menunda kenaikan suku bunga, hanya akan berdampak minimal bagi pasar Indonesia.
"Suku bunga tetap akan berdampak positif. Jika bunganya naik, maka berefek negatif. Tetapi dampaknya minimal," tegas dia. Selain menantikan The Fed, aksi Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Tiongkok (PBoC) perlu mendapat perhatian para investor.
Seperti langkah ekstrem bank sentral China (PBoC) belum lama ini, mendevaluasi mata uang yuan. Pasar global sempat panik atas aksi tersebut. Teguh juga mengingatkan pengambil kebijakan untuk menjaga rupiah. "Jika rupiah tembus Rp 15.000 per dollar AS, dampaknya akan ke mana-mana," ujar dia.
Editor: Barratut Taqiyyah.

JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melanjutkan penguatan besok Jumat (18/9). Hari ini Kamis (17/8) makin dekat dengan titik klimaks rapat federal open market committee (FOMC) IHSG menguat 1,06% ke level 4.378,39.
Aditya Perdana Putra, Analis Semesta Indovest menilai, penguatan IHSG disebabkan oleh sentimen positif dari momentum tiga bank BUMN yang menandatangani kesepakatan pinjaman senilai total US$ 3 miliar dengan China Development Bank, guna membiayai proyek infrastruktur pemerintah. Saham-saham perbankan secara umum pun menguat.
Purwoko Sartono, Analis Panin Sekuritas menilai, penetapan BI Rate yang tetap dijaga di level 7,5% tak merupakan sentimen positif bagi indeks. Sementara, Investor tengah menanti putusan The Fed dalam rapat FOMC untuk mengonfirmasi kenaikan suku bunganya pada bulan September 2015. The fed fund rate UNCHANGED, sesuai dengan ekspektasi gw n analis n pasar (EMERGING MARKET MOSTLY)
Purwoko, memprediksi secara teknikal IHSG besok akan cenderung menguat dalam rentang 4.350 – 4.420. Adapun secara fundamental, asumsinya jika The Fed masih menunda kenaikan suku bunganya maka IHSG besok atau jangka pendek berpeluang bullish. Cuma, secara jangka panjang efeknya justru negatif lantaran situasi ketidakpastian akan kembali menghinggapi pasar.
Aditya, senada prediksinya jika The Fed masih menahan kenaikan suku bunganya maka IHSG berpeluang menguat dalam rentang 4.322 – 4.415. Adapun, menurutnya jika mengacu pada indeks fed funds futures, kemungkinan The Fed akan menahan kenaikan suku bunganya.
Editor: Yudho Winarto.

Bisnis.com, JAKARTA— Realisasi pembelian kembali (buyback) saham oleh 19 emiten hingga saat ini terbilang rendah dibandingkan nilai total Rp5 triliun yang direncanakan.
Meski demikian, Otorotas Jasa Keuangan(OJK)  tidak menilai hal itu sebagai kondisi yang buruk mengingat masih ada waktu 3 bulan bagi para emiten mewujudkan rencananya.
OJK mencatat, sejak dikeluarkannya Surat Edaran No.22/2015 pada 21 Agustus 2015 tentang kondisi lain sebagai kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan dalam pelaksanaan pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh emiten/perusahaan publik, sudah sekitar 19 perusahaan menyatakan akan melakukan pembelian kembali saham.
Kesembilan belas emiten tersebut adalah PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, PT Arwana Citramulia Tbk, PT Medco Energi International Tbk, PT Colorpark Indonesia Tbk, PT Tunas Baru Lampung Tbk, PT Ace Hardware Indonesia Tbk, PT Nusa Raya Cipta Tbk, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, PT Ciputra Property Tbk, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk, PT Panin Sekuritas Tbk, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk, PT Bumi Serpong Damai Tbk, PT Sidomulyo Selaras Tbk, PT Bukit Asam Persero Tbk, PT Industri Jamu&Farmasi Sidomuncul Tbk, PT Mulia Industrindo Tbk, dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk.
Adapun, rencana dana yang akan dikeluarkan oleh 19 emiten tersebut mencapai Rp5 triliun. Namun, realisasi dari rencana dana yang akan dikeluarkan tersebut masih minim, yakni baru sekitar Rp37,32 miliar.
Bila dirinci, sekitar Rp27,57 oleh PT Ramayana International Lestari Tbk. (RALS), PT Ace Hardware Indonesia Tbk. (ACES) senilai Rp9,21 miliar dan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. senilai Rp540 juta.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Noor Rachman mengatakan meski baru terealisasi sekitar Rp37,32 miliar, itu tidak menunjukkan bahwa realisasi cukup rendah.
“Ini sedang dalam proses, ada waktu 3 bulan sejak keterbukaan informasi masing-masing perusahaan,” kata Noor melalui pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (17/9).
Adapun, periode pembelian oleh 19 perusahaan tersebut beragam, sejak 25 Agustus 2015 hingga 8 September 2015. Setiap emiten memiliki waktu sekitar 3 bulan untuk merealisasikan pembeliannya.
Misalnya, PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk dan PT Ramayana International Lestari melakukan keterbukaan informasi pertama kali terkait hal ini pada 25 Agustus 2015, maka masa pembelian bisa sampai 23 November 2015.
Kemudian, PT Mulia Industrindo dan PT Dharma Satya Nusantara periode pembeliannya dimulai pada 7 September dan 8 September 2015 hingga 7 Desember 2015.
Bisnis.com, JAKARTA— Investor asing membukukan jual bersih atau net sell Rp678,71 miliar menjelang pertemuan Fed Open Market Committee (FOMC) dinihari nanti. Namun, Indeks harga saham gabungan (IHSG) justru masih berjaya dengan ditutup naik.
Berdasarkan rekapitulasi PT Bursa Efek Indonesia, pada perdagangan hari ini, Kamis (17/9/2015), investor asing menguras dana dari pasar modal dengan mencatatkan net sell Rp678,71 miliar dan volume 248,83 juta lembar saham.
Investor asing melakukan aksi jual  saham senilai Rp2,34 triliun dengan volume 797,99 juta lembar. Sedangkan, aksi borong saham yang dilakukan oleh investor asing mencapai Rp1,66 triliun dengan volume 549,15 juta lembar saham.
Pada saat yang sama, investor domestik melakukan aksi jual saham senilai Rp3,04 triliun dengan volume 4,7 miliar lembar saham. Aksi borong juga dilakukan oleh investor lokal senilai Rp3,72 triliun dengan volume 4,95 miliar lembar.
Sepanjang hari ini, total transaksi di pasar modal mencapai Rp5,38 triliun dengan volume 5,5 miliar lembar saham. Raihan net sell asing itu kian mempertebal jual bersih investor asing sejak awal tahun mencapai Rp10,1 triliun.
IHSG berhasil ditutup melesat 1,06% ke level 4.378,38 seiring dengan hijaunya bursa saham Asia. Padahal, besok waktu setempat, The Fed akan menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan membahas penaikkan suku bunga acuan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan hari ini, Kamis (17/9/2015), IHSG ditutup melonjak 45,87 poin dari penutupan sehari sebelumnya 4.332,51. Penguatan itu seiring dengan hijaunya bursa saham Asia.
Tercatat, bursa saham Jepang, Korea, dan Asia tenggara ditutup positif. Sebaliknya, bursa saham China dan Hong Kong justru terkoreksi 1%-2%.
Sepanjang hari ini, IHSG bergerak pada level tertinggi 4.389,36 dan terendah 4.341,82. Sejak awal tahun, IHSG masih terkoreksi 16,23%.
Tujuh dari sembilan sektor yang ada di Bursa Efek Indonesia menguat, dengan dipimpin oleh sektor konsumer sebesar 2,46%. Sebaliknya, dua sektor lainnya melemah dengan koreksi terdalam pada sektor infrastruktur 0,52%.
Sebanyak 156 saham dari 518 emiten yang tercatat di BEI mengalami kenaikan harga dan berakhir di zona hijau. Sedangkan, sebanyak 107 saham melemah dan 255 saham lainnya stagnan.
Berikut ringkasan perdagangan saham investor asing:
TanggalNilaiKeterangan
17 SeptemberRp678,71 miliarNet sell
16 SeptemberRp378,67 miliarNet sell
15 SeptemberRp253 miliarNet sell
14 SeptemberRp101,23 miliarNet buy
11 SeptemberRp57,58 miliarNet sell
10 SeptemberRp134,28 miliarNet sell
Sumber: BEI, diolah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ihsg per tgl 2-17 OKTOBER 2017 (pra BULLISH November-Desember 2017)_01/10/2019

  RIBUAN PERSEN PLUS @ warteg ot B gw (2015-2017) ada yang + BELASAN RIBU PERSEN (Januari 2017-Oktober 2017) kalo bneran, bulan OKTOBER terjadi CRA$H @ IHSG, well, gw malah bakal hepi banget jadi BURUNG PEMAKAN BANGKAI lah ... pasca diOCEHIN BANYAK ANALIS bahwa VALUASI SAHAM ihsg UDA TERLALU MAHAL, mungkin satu-satunya cara memBIKIN VALUASI jadi MURAH adalah LWAT CRA$H, yang tidak tau disebabkan oleh apa (aka secara misterius)... well, aye siap lah :)  analisis RUDYANTO @ krisis ekonomi ULANGAN 1998 @ 2018... TLKM, telekomunikasi Indonesia, maseh ANJLOK neh, gw buru trus! analisis ringan INVESTASI SAHAM PROPERTI 2017-2018 Bisnis.com,  JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), akan mendapat sentimen positif dari hijaunya indeks saham Eropa dan Amerika Serikat pada perdagangan terakhir bulan September. Berdasarkan data  Reuters , indeks S&P 500 ditutup menguat 0,50 persen di level 2.976,73, indeks Nasdaq Comp

ihsg per tgl 15 Desember 2014

JAKARTA &ndash; Investor asing dipastikan masih bertahan di Indonesia. Kendati bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga hingga 100 bps tahun depan, imbal hasil (yield) portofolio di Indonesia tetap lebih atraktif, sehingga kenaikan Fed funds rate tidak akan memicu gelombang pembalikan arus modal asing (sudden reversal). Imbal hasil surat utang negara (SUN) dan obligasi korporasi Indonesia bertenor lima tahun saat ini berkisar 7-8%, jauh lebih baik dibanding di Eropa dan AS yang hanya 2-2,5%. Begitu pula dibanding negara-negara lain di Asia, seperti Korea dan Thailand sebesar 2,5-3,5%. Di sisi lain, dengan pertumbuhan laba bersih emiten tahun ini sebesar 10-15% dan price to earning ratio (PER) 14 kali, valuasi saham di bursa domestik tergolong murah. Masih bertahannya investor asing tercermin pada arus modal masuk (capital inflow). Secara year to date, asing membukukan pembelian bersih (net buy) di pasar saham senilai Rp 47,54 triliun. Tren

Waspada: ekonomi 2024

  INFLASI: +0.04% (Januari 2024) INFLASI: +0.34% (Februari 2024) INFLASi: inflasi pangan Maret 2024 PDB: +5.05% (2023, yoy) Cadangan Devisa : $144 M, aza Cadangan Devisa: $140,4 M, aza SBY v. Jokowi: ekonomi yang lebe bagus 🍒